Tiap 28 September, masyarakat internasional memperingati Right to Know Day.
Hari ini, sejumlah warga mengadakan aksi damai memperingati Hari Hak untuk Tahu Internasional tersebut di perempatan Sudirman, Denpasar.
Dalam aksinya, mereka membentangkan spanduk bertuliskan “Kita Berhak Tahu Informasi Publik”.
Selain itu, peserta aksi mengenakan penutup wajah bergambar kaca pembesar dan huruf I sebagai simbol ajakan mencari tahu dan menyadari memiliki hak mendapat informasi publik. Beberapa orang mengajak warga mengisi polling dengan sejumlah pertanyaan misalnya “Apakah tahu agenda perbaikan jalan di tempat tinggalmu?” atau “Tahukah kamu proses analisis dampak lingkungan di Bali?”
Aksi untuk mendorong kesadaran publik ini dilaksanakan oleh Sloka Institute, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar, dan Freedom of Information Network Indonesia (FOINI). Ketiganya adalah jaringan penyokong keterbukaan informasi publik seperti dimandatkan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
Dalam pernyataan sikapnya, disebutkan Pemerintah Provinsi Bali sudah memiliki Pejabat Pengelola Informasi Daerah (PPID) yang bertugas menerima dan memfasilitasi permintaan informasi. Karena itu warga diminta aktif mengakses informasi publik sesuai kebutuhannya.
“Warga harus terus menguji Undang-undang ini agar lembaga publik sadar dan sigap memberikan akses,” ujar Agus Sumberdana, Direktur Sloka Institute, anggota Freedom of Information Network Indonesia (FOINI) simpul Bali.
Hari Hak untuk Tahu (Right to Know Day) Internasional, ditetapkan pada 2002 di Sofia, Bulgaria, oleh berbagai organisasi sipil, dan diperingati tiap 28 September. Penetapan hari itu dimaksudkan untuk menyadarkan semua kalangan bahwa informasi yang menyangkut kepentingan masyarakat dan penyelenggaraan pemerintahan adalah hak dan milik publik.
Di Indonesia, DPR dan pemerintah telah melahirkan UU KIP, yang efektif berlaku sejak 30 April 2010. Meskipun ada toleransi waktu dua tahun kepada lembaga-lembaga publik untuk mempersiapkan diri, sebagian tak juga siap.
Undang-undang di atas menyebutkan bahwa setiap badan publik wajib mengumumkan informasi secara berkala (paling singkat enam bulan sekali), meliputi: a. informasi yang berkaitan dengan badan publik; b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja badan publik terkait; c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan (Pasal 9).
Sementara itu, disebutkan dalam Pasal 11 ayat (1), badan publik wajib menyediakan informasi publik setiap saat, yang meliputi: a. daftar seluruh informasi publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan; b. hasil keputusan badan publik dan pertimbangannya; c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya; d. rencana kerja proyek, termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan badan publik; e. perjanjian badan publik dengan pihak ketiga; dan seterusnya.
Namun, belum semua lembaga publik menyediakan informasi publik yang bisa diakses tiap waktu. Misalnya saja DPRD Bali belum mempunyai website sendiri, malah Pemprov yang membuat subdomain DPRD yang berisi sedikit informasi ini.
“Kendalanya tak hanya karena faktor teknis, tapi juga mentalitas, seperti minimnya komitmen, dan ketakutan membagi informasi,” tambah Rofiqi Hasan, Ketua AJI Denpasar.
Pasal 52 dijelaskan bahwa badan publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan informasi publik berupa informasi publik secara berkala, informasi publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, informasi publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau informasi publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan UU ini.
Aksi ini juga mengharap semua lembaga publik segera menetapkan Pejabat Pengelola Informasi Daerah (PPID) dan memberikan pelayanan yang berkualitas pada warga. Selain itu mengajak warga aktif mengakses informasi publik yang berhubungan dengan kepentingan banyak seperti kesehatan, pendidikan, dokumen kebijakan, anggaran, dan lainnya.
Kemudian meminta Komisi Informasi khususnya di Bali melakukan kampanye dan advokasi yang berkesinambungan untuk masyarakat melek informasi dan lembaga publik yang responsif mewujudkan iklim keterbukaan informasi publik.
Aksi ini juga mendesak DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota membuat sumber informasi yang lengkap dan mudah diakses seperti website, mekanisme komplain dan followup kebutuhan informasi warga. “Apalagi sekarang DPRD baru, harusnya lebih melek informasi dan bekerja lebih transparan karena diberikan alat informasi teknologi oleh negara,” tambah Agus. [b]