Oleh Luh De Suriyani
Minggu sore itu, 30 ibu rumah tangga diajak berdiskusi soal seksualitas dan kesehatan reproduksi oleh aktivis remaja dari Integrated Youth Center (IYC) Kita Sayang Remaja (Kisara) Bali.
Salah satu ruangan rumah warga di kawasan Denpasar Utara yang dijadilan lokasi diskusi sangat penuh. Kerumunan ibu-ibu sampai berdesakkan di depan pintu.
Pertama kali ini, perempuan-perempuan yang telah berkeluarga ini mendapat pengetahuan kesehatan reproduksi dan bisa berdialog dengan dokter dengan santai.
Mereka tertawa ketika diperlihatkan dildo kayu dan sebungkus kondom.
“Dari pengalaman, banyak perempuan yang tidak cocok dengan sejumlah metode kontrasepsi. Kondom alternatif pencegah kehamilan yang cukup efektif,” ujar I Made Haryoga, dokter muda lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang aktif di IYC Kisara.
Tak hanya membincangkan alat kontrasepsi, juga dikupas pengenalan persoalan remaja. Misalnya hubungan seksual pra nikah dan penanganan kehamilan diinginkan (KTD).
“Sekitar 90% masalah konseling di Kisara adalah soal KTD. Ini masalah klasik remaja Bali yang membutuhkan perhatian orang tua,” ujar Haryoga di hadapan ibu-ibu.
Kisara mengenalkan istilah-isilah seksualitas remaja yang tidak dimengerti ibu-ibu. Misalnya kissing, petting, necking. “Setelah itu lalu bunting dan ngeling (menangis),” sahut Haryoga disambut tawa.
Faktanya, dari penelitiaan Kisara, tujuh dari 10 remaja Bali tidak tahu soal masalah akibat hubungan seksual. Sementara empat dari 10 remaja menyetujui hubungan seks di luar nikah.
Pada sesi infeksi menular seksual (IMS), para ibu tertawa dan menutup mata melihat gambar alat kelamin dengan IMS. Misalnya Sifilis, Herpes, Trikomonas Vaginalis, clamidia, dan lainnya.
Materi HIV dan AIDS juga menarik perhatian dengan lontaran sejumlah pertanyaan. “Saya pernah melihat tayangan televisi soal cerita orang terinfeksi HIV dari suaminya yang kemudian menularkan ke anaknya. Kok bisa ya,” tanya Ni Nyoman Sudiarning.
Program edukasi ke perempuan kelas menengah ke bawah di perkotaan Denpasar ini adalah bagian Empowerment training and education Kisara Integrated Youth Center. Tak hanya ibu rumah tangga, juga menjangkau 450 youth, anak-anak sekolah umur SMP sampai kuliah, difable people, dan anak panti asuhan.
“Salah satu target penting, para guru belum bisa dijangkau hingga kini dengan alasan sibuk mempersiapkan siswanya ujian nasional,” keluh Sri Ratikah, aktivis IYC Kisara.
Selain komunitas disavantages, juga memperhatikan basis keagamaan. Misalnya menjangkau perempuan dan remaja umat Kristen lewat gereja serta kelompok pengajian Muslim.
“Kami paling sulit memberikan edukasi pada komunitas cacat tuna rungu, autis, dan down syndrome. Karena mmebutuhkan teknik presentasi dan komunikasi yang jauh berbeda,” ujar Sri, mahasiswa S2 Filsafat Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar ini.
Dari pengalaman pembelajaran, diketahui bahwa konsep ideal pendidikan kespro, adalah dengan sharing pengalaman sehari-hari bukan dengan cara ilmiah.
Sayangnya program ini belum bisa keberlanjutan. “Kami tidak punya dana,” ujar Sri. Selain itu, ia menyayangkan program ekstrakurikuler tentang pendidikan seksual dini yang digagas pemerintah Bali tidak berjalan.
Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN) yang dibuat di sejumlah sekolah menengah atas negeri dan swasta tidak aktif karena guru-guru tidak siap menjadi pembina. Selain itu, tambah Sri, kegiatan non kurikulum seperti ini dianggap kalah penting dibanding capaian akademik. [b]
hehe jadi inget waktu praktekin masang kondom pakai dildo ama ibu-ibu… ibu-ibu juga malu-malu ya padahal uda sering liat dildo yang asli hehehe
mari kita kenalkan kondom ke ibu2 yang lain untuk mencegah penularan IMS maupun HIV selain juga untuk menunda kehamilan demi berjalannya program KB
salam