Pertanyaannya: ke manakah dibuangnya limbah minyak hotel-hotel di Bali?
Sebab, ternyata masih sangat sedikit hotel di Bali yang mengirimkan limbah minyak goreng alias jelantah untuk didaur ulang. Begitulah yang saya lihat di salah satu tempat pengolahan lombah minyak goreng tersebut di Denpasar dua pekan lalu.
Karena itu, pengelola tempat daur ulang tersebut sampai meminta agar, hotel-hotel di Bali meningkatkan dukungan untuk daur ulang limbah minyak goreng. Tempat daur ulang limbah minyak goreng menjadi bio diesel ini dirintis lembaga Caritas Switzerland dan Pemkot Denpasar awal tahun ini.
Sejak diresmikannya instalasi pengolahan minyak jelantah pada tengah Februari lalu, minyak goreng bekas yang berhasil dikumpulkan baru 200 liter per hari. Padahal targetnya minimal 1.000 liter agar produksi efisien. “Kami mengharapkan bulan depan atau Juni bisa mencapai target produksi dan hasilnya, biodiesel bisa diperjualbelikan,” kata Pua Muhammad Saleh, Project Manager usaha ini.
Ketika saya ke sanadua minggu lalu, biodiesel yang dipakai di pengolahan ini sebanyak 20 liter dari tong penyimpanan. Ini terlihat di meteran seperti dipakai pom bensin. Biodiesel ini belum diperjualbelikan karena produksi masih sangat kecil. Kapasitas produksi peralatan canggih daur ulang Caritas yang berlokasi di Jl Cargo Sari, Ubung Kaja, Denpasar Barat ini bisa 3000 liter per hari jika diopersikan 24 jam. Jadi target rata-rata adalah 1.000 liter per hari.
Lalu, untuk apa penggunaan limbah minyak goreng tersebut?
Saat ini, hasil olahan dengan jumlah kecil sudah dipakai untuk bahan bakar kendaraan operasional internal. Sekitar 300 liter biodiesel sudah digunakan, dan menurut Pua memenuhi harapan. Misalnya asap kendaraan jauh lebih sedikit mengandung karbon 78 persen lebih rendah dari solar biasa.
Selain itu tak mengandung sulfur. Sistem pembakaran juga menurut pria ini lebih baik karena mengandung oksigen. Dari segi efisiensi, perbandingan penggunaan solar dan biodiesel tak terlalu berbeda. Biodiesel hanya lebih ramah lingkungan.
Komitmen
Pua mengatakan semestinya minyak jelantah yang bisa dikumpulkan lebih dari 1.000 liter per hari. Itu baru di tiga kabupaten saja, yakni Badung, Gianyar, dan Kota Denpasar. Data ini berdasarkan hasil survei di tiga daerah itu. Dari 300 hotel berbintang saja, kemungkinan minyak jelantah sebanyak 2.200 liter per hari.
“Hambatannya masih di pengumpulan. Belum semua hotel yang sudah komitmen mau menjual minyak bekasnya,” kata Pua.
Caritas membeli Rp 2.000 per liter. Menurutnya karena ada pihak lain yang membeli lebih mahal. “Ada pihak lain, pengumpul minyak yang mau beli Rp 3.000 perliter, ini kan lebih menguntungkan, mungkin bagi staf hotel yang sudah kerjasama dengan pengepul,” terangnya.
Ia mengatakan minyak jelantah ini akan berbahaya jika dibeli oleh pihak lain yang akan menggunakan untuk konsumsi. Berdasarkan pengalaman, minyak jelantah memang bisa diputihkan (bleaching) dengan zat kimia atau disaring kembali sehingga lebih bersih dan terlihat lebih jernih.
“Namun minyak ini berbahaya untuk konsumsi karena mengandung karsinogen dan lemak jenuh tinggi,” kata Pua.
Menurutnya minyak jelantah bisa dikategorikan limbah berbahaya jika dikonsumsi kembali. Jaringan perdagangan minyak goreng bekas ini menurutnya masih sulit diputus karena menguntungkan banyak orang.
Pihak hotel dan restoran yang sudah bekerja sama mau mengumpulkan minyaknya untuk dibeli Caritas menurutnya bisa menggunakan hal ini sebagai program CSR dan dimanfaatkan untuk image hotel. “Silakan ajak turisnya ke sini biar mereka tahu limbah hotel diolah untuk bahan bakar ramah lingkungan,” kata Pua.
IB Suparsa, Material Manager Hotel Bali Hyatt mengatakan delapan hari terakhir baru mengumpulkan 80 liter minyak jelantah. Sebelumnya minyak bekas digunakan atau reuse untuk bahan bakar obor. “Manajemen kami melarang menjual ke pihak lain untuk dikonsumsi lagi karena berbahaya untuk kesehatan,” katanya.
Penjualan ke Caritas menurutnya memberikan manfaat karena didaur ulang menjadi bahan bakar ramah lingkungan. “Tapi kami belum tahu hasil uji cobanya, lebih bagus kualitasnya dari solar atau tidak,” katanya.
Menurutnya kebutuhan hotel pada solar cukup, misal untuk pemanas dan generator. “belum bisa prediksi masa depannya karena belum diperjualbelikan, tapi kami sudah pernah lihat cara pengolahannya,” kata Suparsa.
Pihak Caritas menyebut kemungkinan harga jual biodiesel ini sekitar Rp 8.500 per liter, lebih murah dari solar non subsidi yang dijual Rp 10.500 per liter. [b]
Salam kenal ,
Mau tanya mbak, mau tanya untuk 1unit mesin pengolah limbah minyaknya berpa harganya. Terus dimana bisa mendapatkan mesinnya. Untuk mempelajari cara pengolahan limbahnya kemana harus belajarnya.
Tks
Riza noor adha
Saya rencana mau jadi pengepul minyak jelantah di jembrana, kemana bisa saya salurkan minyak tsb? klu ada contact nomer mohon diinfo
brp liter minyak jelantah yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu liter biodiesel??
mohon dijawab, T.kasih
halo hartawan dan putu,
perusahaan ini, Caritas, berlokasi di Jl Cargo Sari, Ubung Kaja, Denpasar Barat. Deket pasar buah grosir. Kontak 081 338707201
Semoga berhasil usahanya
Dear,
Saya siap menampung minyak goreng bekas / jelantah dengan harga Rp. 4.000,- s/d Rp. 4.500,-/ liter sebagai bahan baku pembuatan biodiesel, dengan minimal 1.000 liter diambil ditempat. Hub. 085234968297. Terima kasih.
Ada neh broo 80 ton boleh hub. 087788932641
bapak bapak, dan saudara sekalian kami perusahan yang sudah memiliki ijin yang diperlukan untuk mengelolah limbah tsb.
jika memilik stock minyak jelantah/ minyak goreng bekas/ used cooking oil dengan spek yang kami butuhkan bisa menghubungi saya untuk seluruh indonesia.
CP: 082225220969 (call/WA) 08113325200 (call)
email: yohan.purchasinguco@arthametrooil.co.id
website : http://www.arthametrooil.co.id