Kelas Kreatif Bentara kembali hadir.
Tema kali ini adalah seputar Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), khususnya di bidang film. Agenda yang berlangsung pada Selasa (4/07) pukul 15.00 di Bentara Budaya Bali (BBB) ini menghadirkan dua pembicara, I Wayan Wiryawan dan I Dewa Ayu Diah Cempaka Dewi.
HAKI kini dikenal dengan istilah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam karya seni, khususnya film. HKI merupakan hak eksklusif yang diberikan negara kepada seseorang, sekelompok orang, atau lembaga guna memanfaatkan kekayaan intelektual yang dimiliki atau diciptakan. Di situ, terkait mengenai Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri.
I Wayan Wiryawan merupakan dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana dan Ketua Sentra Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Universitas Udayana. Hingga tahun 2007, Unud sudah mengkoleksi dua hak paten dan tujuh merk yang masuk dalam Hak Kekayaan Intelektual.
Hak Kekayaan Intelektual menyangkut Hak Cipta, Paten, Merk, Rahasia Dagang, Desain Industri, dan Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Sementara Ayu Diah Cempaka, sejak tahun 2012 aktif di Festival Film Dokumenter Yogyakarta serta turut dalam sejumlah forum dan workshop film tingkat nasional dan internasional. Selain menjadi programmer film, ia juga aktif menulis ulasan film yang dimuat di berbagai media cetak dan online.
Kedua pembicara mengetengahkan bahasan secara mendalam mengenai mudahnya publik atau masyarakat mengunduh, menggunakan, menggandakan, mendistribusi, membuat karya alih wujud; serta kemudian mendistribusikan kembali sebagian atau keseluruhannya (dalam berbagai format media) baik tujuan kesenangan ataupun komersil.
Wiryawan yang hadir bersama Tim Sentra HKI Unud, I Nyoman Mudana memaparkan tentang latar belakang HAKI serta peran strategis HAKI sebagai elemen kunci pembangunan bangsa.
“Faktanya walaupun masyarakat Indonesia sudah banyak mengetahui tentang HAKI tetapi belum semuanya mengerti dan bahkan memahaminya. Contohnya sering ditemukan penyebutan bagian-bagian HAKI disepadankan dengan Paten,“ ungkapnya.
HAKI sendiri terbagi ke dalam dua bagan utama, yakni Copyright yang di dalamnya meliputi kreasi di bidang seni, sastra, ilmu pengetahuan dan hak-hak terkait (Pelaku, Perekam, Penyiaran). Bagian kedua adalah Industrial property, meliputi Paten, Merek, Desain Tata Letak, Rahasia Dagang, Perlindungan Varietas Tanaman dan Desain Industri.
“Perlindungan hukum Hak Cipta terhadap Karya Seni dapat diperoleh secara otomatis sejak ide tentang karya seni tersebut telah diwujudkan dalam bentuk produk atau proses. Namun untuk mendapatkan kepastian hukum dalam pembuktian sebaiknya dilakukan pencatatan atau pendaftaran,” ujar I Nyoman Mudana.
Sementara Ayu Diah Cempaka lebih menyoroti perihal tradisi seni dan kesadaran HKI masyarakat Indonesia. Kenyataannya, selama ini tradisi seni di Indonesia cenderung bersifat kolektif, tidak ada kepengarangan yang sifatnya tunggal dan karya-karya seni yang diciptakan seringkali dinamai sesui nama kelompok. Hal ini memunculkan sikap permisif terhadap peniruan.
Ramainya pembajakan film, menurut lulusan Sastra Prancis, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada ini, didukung sejumlah faktor. Antara lain perkembangan teknologi, di mana semua orang bisa membeli dan memakai alat rekam, cepatnya penyebaran karya digital lewat dunia maya, termasuk juga berkurangnya jumlah bioskop.
Selain itu, kurangnya akses menonton lantaran ketiadaan ruang menonton alternatif baik pemerintah maupun swasta, juga turut mendorong praktik-praktik pembajakan film.
Ayu Diah Cempaka yang saat ini bekerja sebagai Penanggungjawab Komunikasi di Pusat Kebudayaan Prancis Alliance Francaise Bali dan menjadi koordinator program pemutaran film di Taman Baca Kesiman Denpasar, juga menekankan sejumlah upaya yang kiranya dapat dilakukan untuk mencegah pembajakan.
Upaya-upaya itu antara lain dengan menambah akses menonton film bagi masyarakat, edukasi HKI di berbagai lapisan masyarakat serta penegakan hukum tanpa tebang pilih.
Program Kelas Kreatif Bentara kali ini bekerja sama dengan Jurusan Film dan Televisi ISI Denpasar khususnya kelompok mahasiswa angkatan 2014. Tujuannya ialah sebagai sebuah upaya transfer of knowledge atau perluasan kesadaran akan pengetahuan serta mendorong lahirnya para kreator-kreator muda yang lintas bidang serta siap berkolaborasi untuk melahirkan buah cipta yang cemerlang. [b]