Akhir November lalu kami berdua menerapkan pendakian zero waste ke Gunung Agung.
Hal ini perlu, mengingat masih banyak pendaki meninggalkan jejak sampah di sepanjang jalur. Lihat saja sepanjang jalur Pura Besakih, Gunung Abang, dan Gunung Batukaru.
Pagi dini hari Agus mempersiapkan senter. Perlahan jalan meniti menuju tinggi ke timur arah puncak. Perlengkapan yang kami bawa sederhana, sayuran, buah, makanan ringan, serta beberapa barang yang tidak memproduksi sampah.
Mungkin banyak orang bertanya, barang apa sih yang enggak memproduksi sampah. Harusnya kita bawa barang dengan proses seleksi dari bawah. Misal, barang barang dengan bungkus plastik bisa saja ditempatkan di Tupperware atau wadah lainnya yang bisa digunakan kembali.
Sekarang telah disiapkan tempat sampah besar di kaki Gunung Agung oleh salah satu media cetak di Bali. Hal ini bermanfaat untuk para pelancong agar membuang sampah secara terpusat.
Biasanya sepanjang jalur banyak terdapat puntung rokok, bungkus permen, botol plastik. Hal tersebut bisa dipikirkan agar tidak ada sampah dihasilkan. Kawan-kawan saya yang tergabung di Sahabat Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat mengganti permen dengan gula merah, dodol atau sejenisnya. Maka, plastiknya nggak banyak.
Zero waste sendiri berpijak dari prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Intinya mendaki nol sampah. Agus, kawan seperjalanan, bertanya mengapa harus melakukan hal ini. Jawaban saya ringan, “Ketika kita meninggalkan sampah tentunya bisa berakibat untuk lingkungan.”
Ambil saja contoh jika kita meninggalkan makanan, maka hewan hewan berebut makanan dari pada mencari sendiri di alam. Orang-orang yang mendaki pun ikut ikutan membuang sampah di gunung.
Hal lainnya juga dalam zero waste yakni tidak meninggalkan apapun kecuali jejak, tidak mengambil apapun kecuali gambar, serta jangan membunuh apa pun kecuali waktu.
Dalam kesempatan sebelumnya Herni Pili memberikan paparannya kepada para penggiat alam bebas di kaki Gunung Batukaru. Dia menjelaskan tentang bahaya sampah. Jadi bisa dirasakan jika kita dalam kehidupan memproduksi sampah secara masif, mau ngapain harus nyampah.
Bisa juga dibayangkan jika pendaki membuang puntung di sepanjang jalur, membuang baterai di jalur. “Kita ketahui bahwa baterai menjadi racun bagi tanah,” ungkap Dedi aktivis lingkungan dari Bandung yang terus mendukung kampanye zero waste.
Baterai mengandung merkuri yang kemudian meresap ke tanah bisa berakumulasi ke otak dan bisa mempengaruhi keseimbangan bagi tubuh. Tak cukup di situ, organ-organ kita bisa terganggu, hingga rusaknya paru-paru. Pada kondisi awal korban pada mulutnya terasa kebal, tidak peka pada suhu, hidung tak peka lagi pada bau, mudah lelah serta sering sakit kepala.
Hal ini sering juga dialami ketika kita membuka camp di tempat tempat yang sudah tercemar.
Untuk itu konsep zero waste ditambah dengan 5R, misalnya dengan Replace (Mengganti) dan Replant (Menanam).
Dalam kesempatan berbeda ditemui ketika bekerja di halaman kantor Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali, Catur Yudha Hariani mengatakan, “Berbuat baiklah pada tanah hingga di akhir hayat kita tanah akan berbuat baik pada kita.”
Ungkapan tadi memberikan makna bahwa kita harus berbuat arif pada alam, hidup asri demi keberlangsungan Bumi umumnya serta Gunung Agung khususnya.
Belum lama ini beberapa komunitas yang senang jalan-jalan ke gunung melakukan aksi bersih Gunung Batukaru. Semoga dari kegiatan tersebut perlahan gunung-gunung di Bali bisa semakin asri.
Konsep zero waste tidak hanya memberikan pelajaran mengurangi sampah pada saya tapi mengajarkan kesabaran pada mental para pendaki untuk menggapai puncak dengan cara ramah dan bermartabat.
Matahari terhalang kabut, gerimis datang lagi. Kami turun dari puncak tepat pukul 11 siang. Mengamankan gunung dari sampah bukan hanya gaya hidup namun sebagai bentuk rasa syukur kita karena alam telah memberikan kita udara bersih serta pemandangan indah.
Teruslah berzero waste hingga gunung ini akan bangga, berdiri tegak tanpa sampah. Herannya ketika musim hujan sedang lebat lebatnya justru kami disuguhkan dengan panorama yang indah, mungkinkah ini bertanda bahwa alam juga bangga pada kita. [b]