Oleh I Ketut Sandiyasa
Korupsi mendapat perhatian serius di masyarakat. Perkembangan korupsi begitu masif terjadi. Perkembangan korupsi yang semakin masif membuat korupsi bukan hanya ada di tataran elite melainkan sudah merambah ke sendi-sendi yang lain sampai ke tingkat terbawah. Dari oknum pribadi sampai praktik korupsi berjamaah semakin membuat korupsi menjadi momok dalam masyrakat.
Bahkan dalam film Korupsi Sepanjang Masa yang pernah diputar Indonesia Corruption Watch (ICW) di beberapa sekolah terlihat korupsi sudah menjadi penyakit dari awal negeri ini berdiri sampai sekarang. Maraknya kasus korupsi di Indonesia semakin membuktikan bahwa apa yang di utarakan Koenjaraningrat tentang karakter manusa Indonesia yang suka jalan pintas dan menerabas untuk mencapai atau memiliki sesuatu semakin tak terbantahkan.
Transparency International Indonesia (TII) menyatakan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (CPI) pada 2016 naik satu poin sebesar 37 dari angka tertinggi 100, tetapi secara global posisi Indonesia masih berada di urutan ke-90. TII menyebutkan skor 37 poin ini diperoleh melalui survei yang dilakukan di 10 kota di Indonesia. Meski naik satu poin, tetapi secara global, Indonesia menempati urutan ke-90 dari 176 negara yang diukur di dunia.
Jika dilihat kerugian yang ditimbulkan korupsi maka angka yang dihasilkan bukan main-main. Nilai kerugian negara akibat tindak pidana korupsi di Indonesia selama 2001-2015 mencapai Rp203,9 triliun. Hasil kajian Laboratorium Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM), juga menghitung hukuman berupa denda dan sita aset hanya terkumpul Rp21,26 triliun. Jika tidak dilawan maka korupsi akan membuat negeri ini gulung tikar.
Melihat semakin masifnya dan kerugian negara yang ditimbulkan oleh korupsi maka suka tidak suka, mau tidak mau kita wajib optimis dan perjuangan melawan korupsi makin dikencangkan. Dalam konteks peran dan tanggung jawab mewujudkan pemerintahan yang bersih maka semua warga negara harus terlibat dalam perang melawan korupsi.
Sangat keliru jika gerakan melawan korupsi hanya dilakukan lembaga penegak hukum. Sangat keliru jika masyarakat hanya bertumpu pada salah satu lembaga kenegaraan seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pemberantasan korupsi. Semua komponen negara, semua lembaga negara semua masyarakat harus terlibat dalam melakukan perlawanan terhadap korupsi. Ketika perlawanan korupsi di hukum formal menemui jalan terjal maka salah satu harapan disandarkan pada sekolah melalui pendidikan anti korupsinya.
Pendidikan Anti Korupsi di Sekolah
Salah satu lembaga strategis dalam gerakan moral melawan korupsi adalah sekolah dengan pendidikan anti korupsinya. Pendidikan antikorupsi bisa dilakukan mulai dari pra sekolah, sekolah dasar sampai jenjang sekolah yang tinggi. Sekolah merupakan tempat berlangsunya edukasi ahklak mulia termasuk benih-benih kejujuran.
Pendidikan anti korupsi yang diberikan bagi anak pra usia sekolah mengingat anak pada usia pra sekolah sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya (orang tua, saudara dan teman sebaya). Melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain, anak akan belajar memahami tentang kegiatan atau perilaku mana yang baik, boleh, diterima, disetujui atau buruk, tidak boleh, ditolak, tidak disetujui.
Berdasarkan pengalaman itu anak harus dilatih atau dibiasakan mengenai bagaimana anak harus bertingkah laku. Sekolah Dasar sebagai tempat pembentuk fondasi awal karakter-karakter yang akan dimiliki seorang anak. Sedangkan pada sekolah menengah ke atas para siswanya sudah bisa diarahkan untuk bisa berekpresi dan memberikan sebuah solusi.
Kalau kita lihat sebenarnya korupsi terjadi karena benih yang sederhana yaitu ketidakjujuran yang dimiliki oleh seseorang. Ketidakjujuran ini bisa tumbuh dan berkembang dari individu kecil menuju individu dewasa. Ketidakjujuran apabila dimiliki anak dari hal kecil akan berkembang menjadi ketidakjujuran lebih besar. Suatu contoh anak yang terbiasa mencontek akan terbiasa bekerja sama saat ujian, terbiasa membohongi guru, suka ngutil di kantin kemudian setelah mahasiswa akan terbiasa menjiplak skripsi menjadi pelacur akademis. Demikian seterusnya hingga menjadi pejabat yang memungkinkan untuk melakukan praktik korupsi.
Walapun tidak ada secara khusus tentang kurikulum atau pelajaran anti korupsi namun gerakan anti korupsi bisa terintegrasi lewat beberapa pelajaran dan pendekatan di sekolah.
Kejujuran sebagai Benih
Dalam pendidikan antikorupsi di sekolah prinsip yang harus diciptakan dan dikembangkan adalah sekolah sebagai tempat menciptakan dan mengembangkan kejujuran pada siswa. Dalam proses pembelajaran penciptaaan, penanaman dan pengembangan kejujuran pada siswa bisa dimulai dari hal sederhana. Mulai dari siswa diajarkan jujur menyampaikan apa yang menjadi ide atapun menuwangkan baik secara lisan maupun sebuah tulisan.
Guru harus bisa membuat siswa jujur dengan apa yang ia alami termasuk jujur mengungkapkan apa kesulitan dalam ia belajar. Iklim belajar yang wajib diciptakan sekolah dalam pendidikan anti korupsi adalah kemandirian siswa. Salah satu indikator kemandirian aalah siswa dengan jujur mengerjakan ulangan atau ujian sekolah. Sedangkan guru tidak memberitahu jawaban ke pada murid.
Proses seperti di atas adalah awal penanaman, penciptaan dan pengembangan benih kejujuran pada siswa dan menjadikan kejujuran sebagai sebuah nilai yang wajib ia anut. Proses kemandirian dalam pendidikan ini menjadi tanggung jawab sekolah dan juga orang tua. Jangan sampai sekolah atau orang mendorong prilaku ketidakjujuran pada siswa dengan alasan memperoleh nilai atau prestasi siswa dan mengangkat citra sekolah. Guru wajib memberikan contoh kejujuran dalam penilaian siswa. sehingga kejujuran yang dimiliki oleh siswa mendapat penghargaan dan dapat berkembang menjadi sebuah kebiasaan.
Ekspresi Anti Korupsi
Dalam pendidikan antikorupsi di sekolah di samping proses penanaman ahklak mulia peserta didik juga diajarkan untuk mengekpresikan anti korupsi. Pendidikan anti korupsi banyak bisa terekspresi baik melalui integrasi dalam pembelajaran maupun kegiatan tentatif lainnya.
Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia misalnya pendidikan anti korupsi bisa terintegrasi dalam kegiatan mengarang dan apresiasi sastra. Para siswa diajarkan dari membuat poster, puisi dan karangan tentang bahaya korupsi. Dalam apresiasi sastra memungkinkan siswa membuat drama atau film dokementar tentang tema anti korupsi.
Hal tersebut dilakukan untuk mengenalkan dan mensosialisasikan di kalangan pelajar bahwa korupsi merupakan masalah bersama dan memberikan dampak yang merugikan. Pada jenjang sekolah menengah ke atas bukan hal yang tabu lagi untuk mengajak anak-anak berbicara solusi masalah bangsa termasuk masalah korupsi. Sebagai contoh dari gerakan ini beberapa sekolah menengah ke atas di Ibu Kota sudah membuat deklarasi anti korupsi pada momentum hari anti korupsi.
Salah satu sekolah SMA di Denpasar komunitas siswa jurnalistiknya sudah berhasil meluncurkan sebuah buku yang berisi suara dari siswa tentang solusi atasi korupsi. Hal ini menunjukkan bahwa remaja kalau dibina dan diberikan ruang berekspresi mereka akan bisa berkreasi secara positif mendengungkan perlawanan melawan korupsi.
Kantin Kejujuran
Di samping pembelajaran lingkungan sekolah juga dapat digunakan berlangsungnya pendidikan anti korupsi. Kantin kejujuran merupakan sebuah model pendidikan anti korupsi yang biasa diterapakan pada beberapa sekolah terutama menengah ke atas. Kantin kejujuran dianggap model pendidikan karakter yang mudah untuk dilaksanakan. Pada kantin kejujuran siswa melakukan transaksi tanpa ada pengawasan siapapun.
Kantin kejujuran melatih agar siswa terbiasa melaksanakan prilaku jujur walapun tanpa pengawasan. Karena biasanya prilaku jujur tersebut harus diciptakan melalui sebuah pengawasan atau kontrol. Dengan kantin kejujuran akan terlihat indeks kejujuran siswanya. Apakah siswa sudah bisa menjadi kejujuran sebagai sebuah nilai yang wajib di anut atau karena mendapat pengawasan.
Pemaparan di atas menunjukkan model-model pendekatan pendidikan anti korupsi yang dapat diterapkan sekolah. Namun untuk mewujudkan pendidikan anti korupsi di sekolah bukan perkara yang mudah diperlukan guru yang kreatif dalam mendesain pembelajaran, diperlukan guru sebagai model yang utama karena siswa merupakan peniru yang ulung. Diperlukan integritas guru dalam melawan sistem yang justru menyemai benih ketidak jujuran sebagai cikal bakal korupsi.
Jika ingin mata rantai korupsi terputus maka semua sekolah wajib melaksanakan pendidikan anti korupsi. Tidak sebaliknya sekolah menyemai benih-benih korupsi. [b]
Catatan:
Artikel ini merupakan peserta dalam lomba esai antikorupsi yang diadakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan AJI Denpasar dalam rangka Festival Antikorupsi Bali 2017.