Oleh Esthu Phallopy
Sejumlah anak muda Jembrana pulang ke kampung halaman untuk menghidupkan kembali hutan.
Jembrana merupakan salah satu kabupaten di Bali bagian barat. Nama Jembrana diambil dari kata Jimbarwana yang berarti hutan sangat luas. Hal itu menunjukkan bahwa Jembrana memang memiliki banyak hutan sebagai pemasok air bersih, khususnya di hutan Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo.
Berbagai jenis tanaman dan hewan hidup di hutan ini, seperti pohon kuanitan, bambu ular, majegau, rusa, babi hutan, siung, monyet dan masih banyak lagi.
Kuanitan adalah pohon endemik yang hanya ada di Jembrana. Tanaman ini tumbuh dengan biji yang disebarkan oleh burung rangkang. Kuanitan memiliki tiga jenis yang dapat dilihat dari bunga, biji, dan daunnya. Kualitas kayu yang kuat dan anti rayap membuat tanaman ini sering digunakan untuk pembuatan sanggah, tempat suci agama Hindu.
Tidak hanya hewan dan tumbuhan yang ada di hutan, tetapi juga manusia. Banyak warga di sekitar hutan memanfaatkan lahan untuk bercocok tanam. Misalnya menanam kopi, vanili, porang, pisang, dan lain-lain.
Namun, banyak bencana terjadi beberapa tahun terakhir. Penyebabnya diketahui berasal dari hutan Yehembang Kauh. Seperti banjir bandang, tanah longsor, pasokan air menurun dan masih banyak lagi. Hutan ini sudah dikelola lembaga nonbisnis, dan lembaga pemerintahan, tetapi tidak kunjung membaik.
Penyebabnya tidak lain yaitu manusia yang mengubah bentuk alam sesuai keinginan tanpa mencari tau apa yang di kerjakan alam secara alami.
Hutan Yeh Embang Kauh memiliki jalur pembuangan air yang biasanya membuat tanaman sekitarnya subur. Namun, banyak jalur ini yang ditutup dengan cara menanam tumbuhan di tengah aliran. Akibatnya, aliran air pun terhambat dan membuat swall baru, tetapi tidak berfungsi dengan baik. Ini salah satu penyebab sering terjadinya tanah longsor.
Tidak hanya itu di bagian hilir sungai yaitu daerah aliran sungai (DAS) dahulu dipenuhi bambu yang berfungsi untuk menahan air. Namun, tidak sedikit bambu yang dibabat agar perkebunan pisang di dekat daerah tersebut dapat tumbuh subur. Hal ini menyebabkan banjir bandang. Hal yang kita anggap kecil, tetapi begitu berdampak.
Pulang
Situasi itu membuat beberapa warga kreatif asli Yehembang yang pernah keliling Indonesia bahkan dunia memilih pulang. Mereka pun mencari solusi terhadap bencana yang terjadi saat ini yaitu dengan membuat Hutan Belajar.
Hutan belajar berlokasi di Yehembang Kauh Banjar Yeh Buah. Hutan Belajar seluas 4 hektar ini sudah didirikan sejak tahun 2004, tetapi baru berjalan efektif sejak disahkan pada tahun 2021.
Banyak kendala yang dihadapi selama sepuluh tahun silam. Awalnya banyak warga yang menentang adanya hutan belajar karena akan mengancam kegiatan berkebun mereka secara tidak resmi. Namun, permasalahan itu dapat diatasi dengan cara negosiasi, sosialisasi, dan pendekatan terhadap warga setempat.
Setelah pengesahan itu, terdapat aturan-aturan yang harus dipatuhi warga yang hendak berkebun. Misalnya, tidak boleh menebang pohon dan tidak boleh menanam pohon cengkeh dan kelapa. Sebab, jika diberi izin maka akan banyak lahan yang akan dirabas (ditebang) nantinya.
Salah satunya terjadi pada Gede Widyana, seorang petani sekaligus petugas kebersihan di Pura Khayangan Jagad yang berlokasi di dekat hutan. Pak Gede, panggilannya, bersedia membabat habis sekitar seratus pohon cengkeh miliknya yang masuk jalur hutan belajar demi mendukung program ini. Dia menggantinya dengan pohon kopi dan vanili.
Hutan Belajar ini dibentuk karena adanya krisis pengetahuan tentang hutan. Ada bencana yang begitu kuat, yang secara tidak langsung pasti menyalahkan perusak hutan tanpa tahu penyebabnya. Tujuan lain adalah mempelajari hutan agar mendapat solusi karena solusi yang konvensional tidak dapat mengubah kerusakan hutan.
Hutan Belajar juga untuk memanfaatkan apa yang sudah dibuat hutan secara alami, tempat mengekspresikan diri, berfikir kritis dan memiliki pola pikir berbeda.
I Putu Bawa Hisadi atau sering disapa Pak Bowo, salah satu pendiri Hutan Belajar dan anggota Komunitas BASE Bali, menegaskan, hutan belajar ini dibuat untuk memperbaiki kesalahan masa lalu yaitu mengubah alam dari apa yang kita yakini, tetapi sebenarnya tidak bagus untuk alam itu sendiri.
Ia juga memiliki harapan ke depan segera mendapat solusi yang benar-benar baik dan dibutuhkan alam. “Semoga juga lebih banyak lembaga atau komunitsas di Hutan Belajar dan bersama mempelajari serta menemukan solusi tentang masalah saat ini,” katanya. [b]