Bagi orang Bali pada umumnya, upacara agama menjadi semacam perayaan.
Oleh karena itu, tak hanya ritual yang meriah, sarana upacara itu sendiri selalu menarik untuk dilihat. Tak hanya bentuknya yang beraneka rupa tapi juga warna sarana upacara itu. Salah satu bagian menarik dari sarana upacara tersebut adalah jajan suci.
Menariknya jajan suci ini karena warnanya yang cerah, seperti merah muda, kuning, oranye, dan seterusnya. Bentuknya juga unik. Ada yang serupa naga, kepala harimau, dan lain-lain yang cenderung agak surealis, nyata tapi bentuknya tidak jelas. Karena pembuatannya agak rumit, makin sedikit orang Bali yang membuat jajan suci ini sendiri. Sebagian orang, dengan alasan lebih praktis, membelinya dari pendeta atau griya, tempat pendeta tinggal.
Salah satu tempat membuat jajan suci tersebut berada di griya Ida Resi Bujangga Wesnawa Ganda Kesuma di daerah Penatih, Denpasar Timur.
Sehari-hari tiga perempuan sedang membuat jajan-jajan untuk sarana upacara ini. Ni Ketut Candri, 60 tahun, perempuan tertua yang sedang bekerja sore itu. Dia bekerja bersama anaknya, Ni Wayan Metri, dan pekerja lain Ni Wayan Marni.
Pembuatan jajan suci ini seperti kue pada umumnya. Bahan bakunya tepung beras. Setelah direbus sehingga teksturnya serupa plastisin, bahan ini diberi pewarna buatan. “Agar warna lebih bungah (cerah),” kata Candri. Dia melanjutkan, karena menjadi sarana upacara, maka warna jaja suci haruslah cerah, sesuatu yang memberikan semangat.
“Kalau pewarna alami tidak terlalu cerah,” tambahnya.
Setelah diberi warna, bahan serupa plastisin tersebut kemudian dibentuk sesuai bentuk yang diinginkan. Salah satu bentuk yang dibuat sore itu adalah palegembal yang serupa krupuk. Candri dan anaknya membuat aneka bentuk dengan tangan mereka. Adukan tepung dipilin memanjang seperti mie mentah lalu dipotong dan dibentuk sesuai keinginan.
Jajan yang sudah terbentuk ini kemudian langsung digoreng tanpa dijemur sama sekali. Oleh karena itu bentuknya tidak mengembang seperti krupuk yang digoreng setelah dijemur lebih dulu. Warnanya juga tetap cerah. “Setelah digoreng, jajannya bisa awet berhari-hari,” ujar Marni yang tiap hari bertugas menggoreng jajan suci tersebut.
Proses pembuatan dari pengadukan tepung hingga penggorengan jajan suci ini tak sampai 30 menit. Termasuk cepat.
Menurut Metri, jajan suci merupakan salah satu perlengkapan wajib bagi umat Hindu ketika upacara agama. Berbeda dengan gebogan, sarana dari buah-buahan yang biasa diusung di atas kepala, yang bisa tidak ada, maka jajan suci justru harus ada ketika upacara yadnya, baik itu manusa yadnya, dewa yadnya, dan seterusnya. “Jajan suci itu jantungnya yadnya,” tambah Metri.
Sebagai perlengkapan upacara, minimal ada 21 jenis jaja suci ini dalam sebuah upacara. Tapi, menurut Metri, saat ini sebagian besar orang (perempuan) Bali hanya bisa membuat tiga jenis jaja suci tersebut. Karena itu, jajan suci yang diproduksi di Griya Ida Resi Bujangga Wesnawa Ganda Kesuma pun laris.
Mereka menjual satu paket sarana upacara, termasuk batan surya, pejati, isi caru, beras pemangku, dan lain-lain seharga Rp 4,5 juta. Pelanggannya tak hanya di sekitar Penatih tapi juga hingga Kerobokan, Kuta, Tabanan, dan lain-lain.
Terlalu sibuk membuat sarana upacara sendiri? Silakan pesan jajan suci berwarna-warni ini. [b]
Orang tua saya kebetulan penjual banten upacara2 besar. Jadi hampir tiap hari juga membuat jajan suci ini, kami menyebutnya jaje cacal. Istri saya juga paling senang kalau disuruh membantu membuat jajan ini.
Oya, berbeda dengan jajan lainnya pada sarana banten, jajan ini tidak dimakan lho, karena tidak ada rasanya dan juga jaman sekarang sebagian besar menggunakan bahan yang tidak boleh dimakan.