Science Magazine membuka fakta bagaimana Indonesia menyumbang sampah plastik ke lautan.
Dalam laporan edisi 13 Februari 2015 lalu, majalah itu menyatakan Indonesia negara kedua paling banyak membuang sampah plastik ke laut setelah China.
Menurut Science Magazine pada 2010 terdapat sekitar 245 juta metrik ton (MT) sampah plastik tersebar di 192 negara yang memiliki pesisir. Dari jumlah tersebut, antara 4,8 hingga 12,7 juta MT yang masuk laut. “Negara dengan jumlah penduduk besar dan sistem pengelolaan sampah yang buruk berperan besar menyumbang sampah plastik tersebut,” demikian laporan tersebut sebagaimana dimuat di website.
Para peneliti yang dikoordinir Jenna R. Jambeck dari Universitas Georgia Amerika Serikat itu menyebut 20 negara penyumbang sampah plastik ke laut. China di urutan pertama. Indonesia di urutan kedua. Setelah itu baru negara lain seperti Filipina, Malaysia, Vietnam, dan negara-negara lain di Asia.
Selama 2010, China menyumbang sekitar 8,82 juta MT sampah plastik di mana antara 1,32 hingga 3,53 juta MT yang berakhir di laut. Jumlah itu setara dengan 27,7 persen dari total jumlah sampah plastik di dunia.
Indonesia pada tahun yang sama membuang 3,2 juta MT sampah plastik dengan 0,48 juta hingga 1,29 MT yang jadi sampah di laut.
Menjaring Plastik
Urusan sampah plastik memang urusan banyak negara, termasuk Indonesia. Bali pun demikian. Menurut data Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, tiap hari, warga pulau ini menghasilkan sampah rata-rata 4.695 meter kubik. Data lain menyebut hingga 6.000 keter kubik.
Dari jumlah tersebut, volume sampah plastik sekitar 516,45 meter kubik per hari atau sekitar 11 persen dari total sampah.
Untuk mencegah agar sampah-sampah plastik tersebut tidak sampai ke laut, Pemerintah Kota Denpasar melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU) membuat upaya khusus. Salah satunya dengan membersihkan sungai-sungai besar di ibu kota Provinsi Bali ini secara rutin tiap hari.
Petugas Dinas PU Kota Denpasar memasang jaring-jaring di beberapa sungai besar seperti Tukad Badung, Tukad Mati, dan Tukad Rangda. Ada petugas memeriksa sampah-sampah di plastik kemudian menghanyutkannya ke arah jaring.
Salah satu petugas pembersih tersebut adalah Imam Zarkoni. Laki-laki 65 tahun dari Cilacap, Jawa Tengah ini sudah bekerja tiap pagi. Seperti Selasa pekan lalu di Tukad Badung, dia menyusuri sekitar 1 km bagian sungai antara jembatan Jalan Pulau Biak dan Jalan Bukit Tunggal, Denpasar Barat.
Dia membawa pengungkit dari bambu untuk mengambil satu per satu sampah yang terhenti di antara aliran sungai. Sampah, organik maupun anorganik, itu kemudian terhanyut dan ditahan oleh jaring di bagian hulu.
Pagi itu Imam bekerja bersama Alit Sukarata yang melakukan hal serupa dengannya, menyusuri sungai dari bagian hilir ke hulu, membersihkan sampah di sungai, menghanyutkannya agar terbawa air sungai, dan terhenti di jaring.
Mereka bekerja tiap hari dari pukul 7 hingga 2 siang. Selama tujuh jam itu, para petugas seperti Imam dan Alit akan jalan bolak-balik menyusuri sungai dan membersihkan semua sampah. Air sungai setinggi kira-kira mata kaki orang dewasa, memudahkan mereka untuk berjalan.
“Kalau banjir, kami hanya membersihkan di pinggir karena air sungai penuh,” kata Imam.
Berjarak sekitar 100 meter dari tempat Alit dan Imam, lima petugas Dinas PU lainnya mengambil sampah yang terjaring tersebut. Biasanya jaring ini berada di bagian lebih dalam setinggi kira-kira pinggang atau dada orang dewasa.
Lokasi di mana Imam dan Alit bekerja hanya salah satu dari tempat-tempat serupa di Denpasar. Pada jam yang sama di daerah Buagan, Denpasar Barat juga enam petugas membersihkan sungai dengan cara sama. Tiga orang masuk sungai untuk mengumpulkan sampah ke jaring, enam lainnya bertugas mengangkat ke truk pengangkut.
Semua sampah kemudian dibawa ke tempat pembuangan sampah di Suwung, Denpasar Selatan.
Selain mereka, ada pula petugas lain yang menggunakan perahu. Mereka pun memungut satu per satu sampah di sepanjang sungai yang berada persis di samping jalan penghubung Denpasar dan Kuta tersebut.
Aliran sungai jadi terlihat bersih. Pohon-pohon perindang di pinggir sungai membuat suasana terasa lebih teduh. “Sebagai warga, kami senang kalau sungainya bersih begini,” kata Adi Pratama, salah satu warga Buagan. Pagi itu dia duduk di balebengong di pinggir sungai sambil menikmati segelas kopi.
“Sebagai warga, kami senang kalau sungainya bersih begini,” kata Adi Pratama.
Mulai Bergerak
Menurut Catur Yudha Hariani, Koordinator Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali, upaya Dinas PU Denpasar untuk membersihkan sampah plastik di sungai itu layak diapresiasi. “Pemerintah Kota Denpasar sekarang sudah mulai bergerak semua untuk membersihkan lingkungan meskipun motivasinya masih untuk mendapat penghargaan Adipura,” ujarnya.
Catur menambahkan selain membersihkan sungai, Pemkot Denpasar juga aktif mendukung warga yang mengolah sampah plastik. Pemkot memfasilitasi beberapa bank sampah di kota ini.
“Penghargaan Adipura kan hanya sebagai salah satu cara untuk memotivasi warga. Tujuan akhirnya tetap untuk membersihkan lingkungan, terutama dari sampah plastik,” kata Catur.
Meskipun demikian, menurut Catur, sebaiknya Pemkot Denpasar lebih aktif melibatkan warga juga dalam menangani sampah di sungai terutama plastik. “Untuk menangani lingkungan tetap perlu memberdayakan warga,” ujar Catur.
Usaha preventif atau mencegah agar warga tidak membuang sampah plastik tapi justru mengolahnya akan lebih efektif untuk mengurangi pembuangan sampah ke sungai dan kemudian ke laut.
Meskipun demikian keterlibatan warga ini memang masih jadi tantangan. Menurut para petugas penjaring sampah di sungai Denpasar, sampah plastik masih saja ada di sungai meskipun mereka sudah berkali-kali mengingatkan warga agar tidak membuangnya ke sungai.
“Susah, Mas. Warganya masih bengkung suka buang sampah plastik ke sungai,” kata Wayan Ariana, petugas pembersih di Tukad Rangda, di daerah Sidakarya, Denpasar Selatan.
Usaha mencegah agar warga tidak membuang sampah plastik tapi justru mengolahnya akan lebih efektif untuk mengurangi pembuangan sampah ke sungai dan kemudian ke laut.
Tak heran di beberapa tempat terutama di daerah pantai, sampah-sampah plastik ini masih mudah ditemukan. Mereka yang menyumbang “prestasi” untuk Indonesia sebagai negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia. [b]