Sejauh mana warga bisa ikut menentukan arah pembangunan desanya?
Bagaimana pula dengan kaum marjinal dan miskin yang suaranya sering tidak dihitung dan didengar untuk ikut serta menentukan suatu kebijakan? Siapkah desa untuk mandiri setelah ada UU Desa?
Melalui program Komunitas Kreatif, warga Desa Pengotan, Bangli, mencoba menyadarkan dan memberdayakan diri dalam posisinya sebagai warga desa yang punya hak suara. Caranya melalui teater pemberdayaan.
Dengan menyelenggarakan kegiatan teater pemberdayaan, warga Pengotan mencoba menyuarakan aspirasi mereka dengan cara yang tidak formal, cenderung santai, penuh kegembiraan, dan haha-hihi.
Kegiatan teater pemberdayaan pada dasarnya memposisikan teater sebagai media untuk menyadarkan dan memberdayakan masyarakat. Teater terutama tidak dipandang sebagai seni, namun sebagai suatu ajang pertemuan, berdiskusi, menyuarakan pendapat, melatih kepercayaan diri dan berbicara di depan umum.
Dalam kegiatan ini, warga yang tergabung dalam Komunitas Kreatif Pengotan, melakukan berbagai latihan dan diskusi sejak pertengahan Oktober 2014.
Rangkaian kegiatan dimulai dari berbagai latihan pembebasan ekspresi, mengemukakan pendapat, mengkritisi suatu siatuasi, analisa sosial (ansos) berbagai masalah di desa, membuat pohon masalah.
Hasil dari semuanya itu lalu dituangkan dalam sebentuk cerita yang selanjutnya dilatihkan menjadi pertunjukan teater.
Latihan selama sekitar tiga bulan diakhiri dengan sebuah presentasi berupa pentas teater pemberdayaan. Pertunjukan ini digelar di Lapangan Voli Desa Pengotan pada Kamis, 1 Januari 2015, pukul 19.00 WITA lalu.
Ada dua pertunjukan teater dipentaskan oleh Komunitas Kreatif Pengotan pada malam itu: Len Ipidan, Len Jani (“Lain Dulu, Lain Sekarang”) dan Ulian Liang Ngaba Sebet (“Nikmat Membawa Sengsara”).
Judul-judul yang terdengar jadul dan klise. Namun ini murni merupakan ekspresi mereka yang sedang mencoba memandang berbagai masalah di desa, melalui sudut pandang lain, suatu sudut pandang yang agak subversif dibandingkan pendapat umum di Desa Pengotan.
Len Ipidan, Len Jani berangkat dari masalah kurangnya air di Desa Pengotan. Desa di lereng Gunung Batur Purba ini memang mengalami kesulitan air sejak dulu. Posisinya yang sangat tinggi menyulitkannya untuk menjangkau air tanah yang kedalamannya jauh di bawah.
Selama ini warga memanfaatkan air hujan untuk segala kebutuhan akan air. Sedangkan di musim kemarau, warga membeli air dengan harga Rp. 150.000,- per-truk tangki. Satu tangki air hanya cukup untuk tiga hari bagi warga yang menggunakan air untuk kebutuhan ternak dan pertanian.
Dalam pertunjukan ini, berdasarkan hasil ansos, masalah kekurangan air berekses pada rentetan masalah yang saling terkait, seperti masalah pertanian, masalah peternakan, kebersihan desa, kurangnya MCK, serta rusaknya jalan desa.
Pentas berjudul Ulian Liang Ngaba Sebet dimulai dari akar masalah maraknya tajen di desa ini. Hampir setiap hari tajen digelar di desa yang masih memelihara dengan kuat tradisi Bali Aga ini. Tajen ini menurut ansos Komunitas Kreatif Pengotan berekses pada masalah lain, seperti kurangnya kedisiplinan, anak putus sekolah, pernikahan dini, masalah lapangan pekerjaan, kemiskinan dan KDRT.
Masalah-masalah ini diramu dalam cerita khas keseharian warga Pengotan, dialog logat lokal dengan balutan humor dan kegetiran yang kental.
Kegiatan teater pemberdayaan (dan juga pemberdayaan dengan media genre seni lainnya) dalam konstelasi sosial dan kebudayaan Bali perlu untuk digalakkan, mengingat seni selama ini baru digunakan untuk memberdayakan ekonomi (pariwisata) dan adat di pulau yang masih banyak terdapat penduduk miskin ini.
Komunitas Kreatif Pengotan yang sebagian anggotanya merupakan masyarakat miskin dan marjinal mencoba merintis penggunaan seni sebagai media untuk pemberdayaan masyarakat. Komunitas Kreatif Pengotan difasilitasi oleh Yayasan Kelola dan PNPM Support Facility (PSF) untuk mendukung PNPM Mandiri Perdesaan dan PNPM Generasi Sehat Cerdas.
PNPM adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat. Program dengan kegiatan teater pemberdayaan ini diselenggarakan pada delapan desa di tujuh kabupaten di Bali. [b]