Trigger warning tulisan ini dapat mentrigger korban kekerasan seksual.
Rabu (3/7), Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari dicopot dari jabatannya oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) setelah terbukti melakukan tindakan kekerasan seksual kepada CAT(inisial), Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda.
Selain terbukti melanggar sejumlah kode etik penyelenggara pemilu (KEPP), Hasyim berpotensi dijerat pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Pasal 6 huruf b dan Pasal 6 huruf C mengenai penyalahgunaan kekuasaan untuk melakukan tindak kekerasan seksual.
Berita diberhentikannya Hasyim menuai pro dan kontra dalam masyarakat. Tak sedikit netizen yang justru menyalahkan dan meragukan pernyataan korban. Berikut beberapa komentar netizen.
- “Kenapa bukan sebelum pemilu speak up nya mba..”
Banyak faktor yang menyebabkan korban tidak speak up dalam waktu tertentu, di antaranya adalah adanya ketimpangan relasi kuasa antara korban dan pelaku.
Ketika mengalami kekerasan seksual, korban merasa tidak berdaya sehingga butuh waktu yang lama bagi korban untuk memberanikan diri melaporkan kasus kekerasan seksual yang dialaminya.
2. “Kok kayak gk ada trauma ya”
Dilansir dari kompas.com, psikolog klinis dari Personal Growth, Ni Made Diah Ayu Anggreni, MPsi, menjelaskan, respons setiap orang ketika mengalami kejadian buruk atau berbahaya akan berbeda-beda. Sehingga, respon korban ketika mengalami kekerasan seksual tidak bisa disamakan setiap individunya.
3. “Kalo menurut saya kalo berkali** bukan namanya korban. tapi lebih ke finansial. lumayan 4M”
Relasi kuasa yang berkaitan dengan ekonomi juga dapat menjadi penyebab korban tidak speak up dalam waktu yang lama. Menurut Evan Stark, seorang ahli di bidang kekerasan dalam rumah tangga, kontrol ekonomi adalah cara utama pelaku membuat korban bergantung secara finansial.
Dalam membaca kasus kekerasan seksual, penting sekali memahami perspektif korban. Penyebab utama kasus kekerasan seksual adalah adanya relasi kuasa, baik relasi gender, relasi jabatan, maupun relasi ekonomi.