Kekerasan terhadap perempuan dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja dan di mana saja.
Pada 29 Desember 2017, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia – Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI-LBH) Surabaya melimpahkan pengaduan kepada YLBHI-LBH Bali. Materi aduannya adalah dugaan tindak pidana kejahatan seksual sekaligus penyekapan oleh Lettu Infanteri RM (28 tahun) terhadap perempuan dengan inisial YRS (26 tahun). Kejahatan seksual ini dilakukan pada Juni 2017 di rumah dinasnya di Kompi B Yonif Raider 900/SBW Buleleng, Bali Utara.
Menindaklanjuti limpahan pengaduan tersebut, YLBHI-LBH Bali mendampingi YRS untuk melakukan laporan ke Polisi Militer Daerah Militer IX/Udayana Detasemen Polisi Militer (Denpom) IX/3 di Jalan Puputan Niti Mandala, Renon, Denpasar pada hari yang sama.
Modus yang dilakukan tergolong pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berupa penyekapan terhadap YRS di rumah dinas selama 4 hari. Penyekapan itu terjadi terhitung sejak 27 Juli 2017 hingga 30 Juli 2017. Selama rentang waktu di atas, YRS dipaksa melayani nafsu birahi tersangka dengan bersenggama sebanyak lebih dari 3 kali.
Hingga pada hari keempat, YRS melakukan percobaan untuk kabur dari rumah dinas setelah sebelumnya mengalami kekerasan fisik yang dilakukan tersangka. Percobaan kabur tersebut gagal dan pada akhirnya, tersangka mengantarkan YRS yang menangis serta meminta diantarkan ke rumahnya di Banyuwangi. Namun, tersangka hanya mengantarkan YRS hingga Pelabuhan Gilimanuk.
Berselang 2 bulan, yaitu pada pertengahan Agustus 2017, YRS mengetahui dirinya mengandung janin hasil dari kejahatan seksual yang dilakukan tersangka. YRS kemudian memberitahu tersangka, tetapi sejak saat itu tersangka semakin sulit dihubungi. Hingga akhirnya dalam kondisi tertekan dan kelelahan baik psikis maupun fisik, pada pertengahan September 2017 YRS mengalami keguguran janin yang sedang dikandungnya.
Selama rentang waktu awal September 2017 hingga November 2017 tanpa pendampingan hukum, YRS telah mendatangi Denpom IX/3 Udayana sebanyak dua kali. Kedatangan tersebut selalu diarahkan kepada jalur mediasi.
Hingga pada upaya kedatangan ketiga dengan pendampingan YLBHI-LBH Bali kasus ini memasuki babak baru. Berdasarkan Tanda Bukti Laporan/Pengaduan dari Denpom IX/3 dengan Nomor: TBLP-03/I/2018 yang ditandatangi oleh Pasi Idik, Kapten Cpm IBK Surya Anthara NRP 21930103660972 atas nama Komandan Denpom IX/3 Denpasar tertanggal 4 Januari 2018 maka hingga hari ini perkara tersebut dalam proses penyidikan di Denpom IX/3 Denpasar.
Perkembangan terakhir, pemeriksaan konfrontir antara saksi korban dengan tersangka yang telah dilaksanakan pada pukul 10.30 WITA, 26 Februari 2018 di Denpom IX/3 Denpasar.
Berdasarkan pasal 108 ayat 6 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHAP), penyidik wajib untuk memberikan surat tanda bukti laporan kepada pelapor saat menerima laporan. Sementara, dalam hal ini terjadi kejanggalan yakni surat tanda bukti laporan diserahkan pada Senin, 26 Februari 2018 setelah beberapa kali upaya permintaan dari kuasa hukum korban.
Perbuatan tersangka tidak hanya menimbulkan dampak fisik tetapi juga psikis terhadap korban YRS dan keluarga korban. Perbuatan tersangka diduga telah melanggar pasal 285 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 (KUHP), terkait tindak kejahatan terhadap kesusilaan, “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.”.
Kedua, kejahatan itu juga sebagaimana diatur Pasal 286 KUHP, “Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.” Ketiga, perbuatan itu juga termasuk Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang pada pasal 335 Ayat 1 KUHP.
Tersangka RM juga terancam sanksi administrasi di lingkungan militer Angkatan Darat karena telah membawa masyarakat sipil masuk ke dalam kompleks militer.
Berkaca pada kasus ini, kekerasan terhadap perempuan dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Kejahatan kekerasan seksual terhadap perempuan dapat dilakukan melalui kejahatan maupun pelanggaran HAM yang dilakukan sebelumnya.
Dalam kasus ini, kejahatan seksual tersebut terjadi di kompleks militer yang seharusnya menjaga dan melindungi keamanan negara. Bahwa masalah kekerasan seksual merupakan salah satu bentuk kejahatan yang melecehkan dan menodai harkat kemanusiaan serta patut dikategorikan sebagai jenis kejahatan melawan kemanusiaan.
Berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 4 Januari 2018, YLBHI-LBH Bali sebagai Kuasa Hukum dari YRS dan keluarga YRS menyatakan tiga hal.
Pertama, mengapresiasi dan mendorong Denpom IX/3 Denpasar untuk terus mengatensi kasus ini, sebagai langkah nyata dengan segera mengadakan olah TKP untuk menyita alat bukti yang berada dalam kekuasaan tersangka;
Kedua, mengawal proses penyidikan Denpom IX/3 Denpasar agar berjalan tepat waktu hingga pelimpahan ke Oditurat Militer III-14 Denpasar dan Pengadilan Militer III-14 Denpasar untuk keadilan bagi korban;
Ketiga, meminta para pihak agar menghentikan dan tidak melakukan intimidasi baik kepada korban, keluarga korban maupun saksi; Keempat, mendorong seluruh lapisan Pemerintah Republik Indonesia pada umumnya, dan Pemerintah Provinsi Bali untuk serius melakukan pencegahan, pengawasan dan perlindungan terhadap perempuan sebagai salah satu kelompok rentan. [b]
Susah juga kalau sudah begini.
Seorang perempuan melawan oknum berseragam/bersenjata/berkuasa.
Semoga hukum masih terus bela yang benar, bukan yang bayar.