Status Gunung Agung mulai berdampak pada pembangunan di Bali.
Status Gunung Agung masih Awas, berada pada tingkat tertinggi. Setelah ditetapkan statusnya menjadi awas, Gunung Agung tidak hanya menyebabkan ribuan penduduk di sekitar gunung mengungsi, namun juga berdampak pada roda pembangunan di Bali selatan.
Selama ini bahan material bangunan di Bali seperti pasir dan batu koral sebagian besar diambil dari daerah sekitar Gunung Agung seperti Rendang, Bebandem, dan Selat. Saat ini semuanya mengalami kenaikan harga yang signifikan.
Sebagai contoh, jika sebelum status awas pasir pasang karangasem untuk sampai di daerah Bali Selatan yakni Bukit Jimbaran, satu truknya dibandrol harga Rp 1,5 juta. Karena ditutupnya galian pasir, saat ini harganya melambung menjadi berkisar Rp 2,5 juta – Rp 3 juta.
Yang paling naik drastis adalah batu koral. Jika sebelumnya satu truk isian kubik harganya berkisar Rp 2 juta, namun kini untuk sampai di daerah bukit, harganya bisa mencapai Rp 5 juta.
Seperti kita ketahui pasir, batu dan koral adalah tiga komponen penting dalam membangun rumah yang berstruktur beton. Koral dan batu adalah agregat atau pengikat stuktur campuran semen dan pasir.
Para sopir truk mengaku mereka harus mencuri-curi kesempatan untuk mengambil paair di daerah Gunung Agung itu. Itupun harus antre dan menunggu beberapa hari. Tidak seperti dulu, sekarang ada permintaan, sekarang bisa tersedia.
Kondisi ini menyebab beberapa proyek seperti perumahan dan vila memilih menghentikan sementara pekerjaanya.
Selain proyek perumahan dan vila, banyak juga perusahaan pabrik batako memilih menghentikan produksinya. Mereka mengeluhkan harga pasir yang sangat tinggi, sehingga mereka khawatir tak mampu menutupi biaya produksi.
Di bidang sumber daya alam tak terbarukan, potensi keseluruhan bahan galian golongan C tahun 2005 adalah 10.234.374.721 meter kubik. Mereka tersebar di sembilan kabupaten/kota.
Bahan galian tersebut antara lain pasir 502.692.244 meter kubik, batu kali/batu andesit 31.150.632 meter kubik, batu tabas/batu lava 300.000 meter kubik, batu paras 603.004.250 meter kubik, batu kapur/limestone 10.010.652.032 meter kubik, batu apung 5.522.000 meter kubik, dan tanah liat 81.053.563 meter kubik.
Dengan tingginya kebutuhan bahan galian seperti batu paras, sirtu, kerikil, dan sebagainya maka cadangan bahan galian akan cepat habis dalam waktu singkat.
Menimbang ketergantungan yang sangat tinggi akan bahan material alam tak terbarukan itu, dan kerusakan akibat pertambangannya, sudah saatnya kita memikirkan untuk mencari bahan material alternatif lain di luar bahan yang tak terbarukan itu. Misalnya batako berbahan dasar busa atau batako ringan, rumah berstruktur baja berat, atau pembangunan rumah knock-down yang ringan dan efisien. [b]