Kadek Bobby Susila kaget melihat balihonya kembali dirusak, kemarin pagi.
Padahal, semalam sebelumnya, Bobby bersama teman-temannya baru saja menambal baliho menolak reklamasi tersebut.
Baliho di Suwung Kauh, Denpasar Selatan tersebut hanya satu dari belasan baliho serupa yang dirusak entah oleh siapa. Sedikitnya 11 baliho menolak reklamasi Teluk Benoa tersebut dirobek di sejumlah tempat.
Baliho-baliho tersebut dirusak hanya sehari menjelang kedatangan Joko Widodo, presiden terpilih ke Bali untuk rapat dengan Susilo Bambang Yudhoyono.
Baliho yang rusak itu di antaranya Kayumas Kaja, Sesetan, Banjar Mertayasa yang dibuat kelompok PKK, Gerenceng, Abian Base, Suwung Kauh dua kali perobekan, dan Kedaton. Ini adalah bagian dari sekitar 60-an baliho dari 70 lembaga atau kelompok yang menyatakan penolakannya.
Jumlah tersebut sebagaimana dilaporkan ke Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi hingga Selasa kemarin. Namun, perusakan tersebut tidak membuat mereka mundur. Mulai hari ini juga kelompok yang balihonya dirusak sudah kembali memperbaiki atau mendirikan baliho baru.
Mereka hendak menyatakan bahwa semangat untuk menyelamatkan area konservasi di Bali selatan ini tak pernah padam. “Baliho kami dua kali dirobek, terakhir dirobek lagi pas di bagian yang ditambal ulang. Kami sudah perbaiki lagi,” kata Bobby, salah satu aktivis pemuda Suwung Kauh.
Dukungan tak hanya berupa baliho juga dari warga di luar negeri dengan membuat spanduk, mengibarkan bendera tolak reklamasi di atas gunung oleh pecinta alam, dan lainnya. Gerakan ini makin viral, menyebar walau di tengah intimidasi sejumlah oknum.
Sementara itu Kepala Divisi Hukum ForBALI Made Suardana menambahkan baliho pro reklamasi juga mulai muncul beberapa hari lalu dan baru sedikit. “Sepanjang tak mengganggu baliho kita, silakan. Intelijen mestinya cerdas bisa mengidentifikasi dan mengetahui perusaknya, baru kita laporkan. Ini delik aduan,” jelas aktivis dari Sidakarya ini.
Ia menyebut ada kaitan perusakan ini dengan kedatangan Jokowi ke Bali karena dirusak serentak mulai kemarin. “Per hari ini jumlahnya sudah 11 baliho dengan jenis rusakan yang sama, selalu di bawah di tulisan Tolak Reklamasi. Pelaku jelas berbeda orang tapi motifnya sama” sebutnya.
Semua baliho, media publik ini disebut inisiatif masing STT atau komunitas setelah mengamati persoalan reklamasi di Teluk Benoa. “Baliho-baliho penolakan reklamasi teluk benoa ini semakin masif seiring diubahnya status konservasi Teluk Benoa oleh Presiden SBY,” Wayan Gendo Suardana menjelaskan.
“Karena memang berdampak pada sejumlah aspek lingkungan hidup seperti banjir rob, merusak mangrove dan ekosistem di sana. Dari kajian hukum dan lingkungan tidak ada yang merestui reklamasi di Teluk Benoa,” ingat Gendo lagi.
Masyarakat disebut terus bergerak,membuat opini publik untuk memengaruhi kebijakan. “Kalau tidak punya efek tidak akan dirusak. Ini peristiwa baru di Bali, karena kerap pembangunan besar tak mendapat respon kuat. Tapi rencana reklamasi ini mendapat respon luar biasa. Peristiwa ini bentuk terbangunnya budaya kritis di masarakat,” tambah Gendo.
Ia ingin presiden terpilih, Jokowi mendengar aspirasi warga Bali ini. “Kami tidak tahu apakah Perpres akan dibatalkan karena pemerintah bebal, apakah Jokowi melihat aspirasi warga ini, tapi berhasil atau tidak membatalkan Perpres, komunitas sudah membuat sejarah baru budaya kritis. Ke depan pemerintah bisa berhati-hati membuat kebijakan public yang berdampak luas,” papar pria pengacara ini.
Menurutnya selama ini demonstrasi tolak reklamasi selalu berlangsung damai. Tak berdampak pada turis. Namun ia mengingatkan janganlah selalu pariwisata diletakkan di kenyamanan yang menghilangkan hak konstitusi warga untuk bersuara. [b]