Sampah sayur dan buah yang menumpuk di sekitar pasar Baturiti, Tabanan menjadi fokus Made Kusuma, seorang warga Desa Bangli, Tabanan. Ia mengolah limbah sayur jadi makanan kembali.
Di tengah pandemi ini, terlebih lagi ketika harga anjlok, tak jarang Made melihat sisa sayur dan buah di pasar Baturiti ini menumpuk. Tumpukan sampah ini Made olah ke lahannya yang terletak di Banjar Gunungkangin, Desa Bangli, Baturiti Tabanan. Ia mengolah sampah organik ini dengan bantuan maggot lalat tentara hitam.
Madefficient yang dikelola Made Kusuma di Baturiti, adalah pengelolaan sampah yang selama ini mengolah sampah dari hotel dan restoran di Bali. Namun, pandemi menghentikan aktivitas pariwisata menyebabkan Madefficient tak lagi mendapatkan asupan sampah. Akhirnya ia mengambil sampah organik yang menumpuk di sekitar pasar Baturiti.
Pengolahan sampah organik ini dibantu maggot lalat tentara hitam (black soldier fly). Di tengah lahan seluas 1 hektare, ada sekitar 40 are ia gunakan untuk beternak. Salah satunya ternak BSF. Kemampuan BSF mengurai sampah organik yang cepat dan tidak menyebabkan bau, menjadi keunggulan untuk dibudidayakan.
“Maggot BSF paling kuat makan, diternak berapapun tidak bikin masalah,” kata Made.
Aroma asam memenuhi kandang gelap seluas 10×6 meter. Di sana larva-larva BSF itu tumbuh melewati tahap hidupnya dari larva ke tahap hibernasi menjadi pupa. Masa inilah maggot memberikan nilai ekonomi.
Ketika memasuki umur 21 hari maggot-maggot ini akan dipanen Made. Kata Made, orientasinya bukan sepenuhnya untuk dijual. Namun, ia kembangkan untuk memutar ekosistem lingkungannya. Sebagian banyak ia gunakan untuk indukan dikembangkan menjadi lalat, sebagian banyak lainnya digunakan untuk mengurai sampah menjadi kompos.
Sisanya digunakan sebagai pakan ternak seperti ayam, bebek, babi dan yang lainnya. Sedangkan apabila ada yang membeli ia jual sekitar Rp5-6 ribu rupiah per kilogram. Biasanya digunakan untuk pakan ikan predator dan burung.
Berputarnya roda ekosistem ini menurut Made lebih penting. Ia bercermin dari pandemi yang melandanya. Perputaran ekosistem inilah yang dijaga Made. Dengan suplai sampah yang terjaga, maka maggot dapat bekerja dan berkembang dengan maksimal. Alhasil, ia tak perlu mengeluarkan biaya untuk makanan ternaknya. Beriringan dengan itu, masalah sampah organik tak menumpuk lagi.
“Bukan soal laku terjual, tapi bagaimana ekosistem ini bisa berputar meski tidak ada pemasukan,” katanya.
Bibit maggot BSF pun tak pernah ia beli. Lalat tentara hitam itu datang begitu saja ke tempat pengolahan sampah yang sudah dikelola sejak tahun 2012. Masa hidupnya pun berbeda dengan lalat jenis lainnya. Karena, umurnya lebih panjang ketika menjadi larva. Sedangkan umur menjadi lalat hanya bertahan 3-4 hari. Lalat jantan akan mati seusai kawin dan lalat betina akan mati setelah bertelur. Sedangkan ketika masa larva bisa ditahan hingga 6 bulan. Secara alamiah, magot hidup di tempat basah. Sedangkan ketika masa pupa, ia bermigrasi hidup di tempat kering.
Untuk proses perkawinan lalat, Made membuat kandang jaring yang lebih terbuka dan terang. Ia menyiapkan kayu-kayu pipih sebagai media lalat itu bertelur. Selama bertelur, lalat tentara hitam akan mencari tempat yang beraroma asam. Yang artinya, sumber asupan makanan yang pas untuk telurnya.
BSF ini memiliki insting untuk mencari makanan beraroma cenderung asam atau aroma fermentasi. Lalat ini tidak suka aroma busuk. Begitu juga dengan tekstur makanan yang keras. Sehingga sisa sayur dan buah-buahan yang sudah melunak memudahkan lalat ini mengurai dan jadi makanannya.
Hasil penguraian sampah organik dari maggot akan menjadi kompos. Namun, hasilnya masih perlu diuraikan sekali lagi oleh cacing agar menjadi kompos siap tabur di tanaman.
Selain sisa buah dan sayur di pasar, Madefficient juga mendapatkan suplai sampah organik seperti ampas jus dari pabrik-pabrik jus, sisa pabrik pia di area Tabanan. Sedangkan area Denpasar ia bekerjasama dengan toko makanan untuk mengambil makanan-makanan expired.
“Seperti saos, cemilan anak-anak yang sudah expired itu bisa dijadikan makanan maggot. Tapi yang lebih serius adalah mendapat kepercayaan pedagang kalau kami menggunakan produk-produk dengan bertanggungjawab,” katanya.
Madefficient yang menggunakan konsep resiliensi memang memberikan dampak pada lingkungan dan sekitarnya. Namun, sebagai bisnis Made mengakui ia terengah-engah karena bergantung pada suplai sampah. Jika suplai sampahnya tersedia maka Madefficient akan berproduksi. Kalau tidak, akan turun lagi. Seperti halnya ketika pandemi setelah semua restoran penyuplai sampah berhenti memasok, produksi Madefficient sempat istirahat.
Selain pengolahan sampah, Madefficient didedikasikan sebagai tempat edukasi. Sehingga sebelum ia memutuskan istirahat ketika pandemi, Made lebih sering menerima kunjungan dan berbagi pengolahan sampah organik dengan maggot BSF. “Setelah rehat sekian lama, tahun 2022 ini baru pertama kali menerima kunjungan lagi dari INKURI (program wirausaha lestari untuk pembangunan berkelanjutan),” sambut Made.
Satu sisi ia semakin senang karena sudah banyak yang mengolah sampah. Namun, satu sisi Made harus memastikan ketersediaan sampah organiknya agar Madefficient tetap berputar. Bagaimana mengolah sampah bisa menjadi makanan kembali. Begitu konsep yang Made pegang untuk Madefficient.
Kami akan ke Bali, jadwal.di antaranya akan ke sini di Baturiti. Apakah ada grup yg berangkat dari Ubud ke site? Ngumpul dimana ya