Warih Wisatsana tampak serius mengamati lukisan-lukisan di tembok galeri.
Selain penyair itu, pengunjung lain juga menikmati karya-karya pelukis dari dua negara, Jepang dan Indonesia di Galeri Danes Art Veranda, Denpasar pada Jumat, 24 Agustus 2018, sore. Para pelukis itu berkolaborasi dalam pameran bersama menyambut 60 tahun hubungan diplomatik Jepang-Indonesia.
Saya berbincang singkat dengan Warih perihal kolaborasi seni apik ini. Menurutnya, sebagai peristiwa seni kegiatan ini layak diapresiasi karena membuka kemungkinan kreatif lintas bangsa. “Bali memungkinkan untuk dilaksanakannya kolaborasi lintas bangsa. Ini harus dijadikan bagian kekuatan masyarakat Bali dalam pergaulan global yang berkeadilan,” ujarnya.
Warih menambahkan, pergaulan kreatif lintas bangsa ini sesungguhnya sudah jadi pengalaman sejak dulu. Misalnya merujuk pada pendirian Pitamaha, perkumpulan para seniman seluruh Bali yang dibentuk Tjokorda Gede Agung Sukawati pada 1936 dan berpusat di Ubud, serta kehadiran seniman serta intelektual luar di Bali.
“Kesadaran ini mestinya menjadi landasan bersama. Baik oleh pengambil kebijakan seni budaya, ruang publik, seniman, kurator, dan masyarakat pendukung bidang seni dimaksud,” katanya.
Sejarah Panjang
Hubungan budaya antara Jepang dan Indonesia sesungguhnya memiliki akar sejarah. Di masa silam, sebelum hubungan diplomatik kedua negara diresmikan, Pemerintah Jepang mendirikan sebuah Pusat Kebudayaan yang disebut sebagai Keimin Bunka Shidosho pada 1 April 1943.
Lembaga kebudayaan ini bekerja untuk mengasah ketrampilan dan memperluas wawasan kesenian bangsa Indonesia. Aktivitas seni budaya seperti sastra, musik, tari, drama, film dan seni lukis mendapat ruang pengembangannya.
Catatan sejarah di masa pendudukan Jepang tidak harus dibaca dalam konteks sejarah kolonial semata, namun juga bisa dilihat bagaimana di masa tersebut kesenian berkembang. Di masa itu, dalam kurun 3,5 tahun, telah diselenggarakan puluhan pameran yang berlangsung meriah di tempat khusus atau hanya di pasar malam (rakutenci), dan biasanya disertai penghargaan karya seni lukis terbaik.
Pada masa itu pula, pelukis Indonesia mulai mengenal banyak teknik baru dari para seniman Jepang. Dari Saseo Ono (karikaturis), seniman Indonesia mengenal mural dan mulai membuat sketsa cepat di luar studio. Sementara Takahashi Kono (desainer grafis) memperkenalkan teknik montase dan kolase di bidang seni fotografi dan desain. Takahashi Kono juga menjadi pengarah desain untuk media massa Indonesia, semisal Djawa Baroe.
Mengutip siaran pers EMP Gallery dan Danes Art Veranda selaku penyelenggara, hubungan diplomatik bilateral antara Jepang dan Indonesia telah lama dilakukan. Hubungan dibuka sejak April 1958 melalui penandatanganan perjanjian perdamaian antara Jepang dan Indonesia.
Pada tahun yang sama juga ditandatangani perjanjian rampasan perang. Sejak saat itu hubungan bilateral kedua negara berlangsung baik, akrab, dan terus berkembang tanpa mengalami kendala berarti.
Bahkan, kini berada taraf “mitra strategis” menyusul kesepakatan The Strategic Partnership for Peaceful and Prosperous Future pada 2006 dan Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement pada 2007.
Hubungan bilateral kedua negara meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Bukan hanya di bidang politik dan ekonomi, tapi juga kebudayaan. Kebudayaan menjadi salah satu jembatan untuk mencapai keberhasilan diplomasi.
Perayaan Hubungan
Kini, di tahun 2018, hubungan diplomatik antara Jepang dan Indonesia memasuki usia yang ke-60 tahun.
Pameran di Danes Art Veranda termasuk salah satu upaya merayakan hubungan tersebut dengan melibatkan 10 seniman Indonesia dan 53 seniman Jepang. Sepuluh seniman Indonesia tersebut adalah Anthok S, Diwarupa iNm, Herry Yahya, Galung Wiratmaja, Made Budhiana, Made Gunawan, Made Supena, Rendra Samjaya, Tatang B.Sp dan Winarto.
Karya-karya yang ditampilkan dalam pameran ini meliputi karya lukis dan patung. Pilihan tema pada keseluruhan karya sangatlah beragam, di antaranya tema sosial, binatang, landscape, still life, tradisi, kaligrafi, dan abstrak, dengan pendekatan teknik yang juga beragam.
Pada saat yang sama, dalam pameran ini akan ditampilkan pula 36 lukisan karya anak-anak Bali Japan Club dan 10 lukisan para pelajar Sekolah Menengah Umum Negeri 81 Jakarta.
Setelah dipamerkan selama dua hari di Bali, sepuluh karya seniman asal Indonesia akan dipamerkan di Jepang selama sebulan. Inisiatif budaya melalui pertukaran karya seni semacam ini diharapkan merupakan pendekatan terbaik untuk memperkenalkan kepada masyarakat kedua negara tentang khazanah seni budaya masing-masing.
Pertukaran Generasi
Koichi Ohashi, Deputi Konsulat Jenderal Jepang di Denpasar mengatakan, kegiatan pameran bersama ini merupakan ajang pertukaran generasi muda antara Jepang dan Indonesia dalam bidang seni.
Koichi menambahkan, dipiilihnya kegiatan seni dalam peringatan hubungan diplomatik ini karena antara Jepang dan Indonesia banyak memiliki kesamaan. “Hal itu bisa dilihat dari lukisan-lukisan karya seniman dua negara. Karya mereka menggambarkan budaya masing-masing negara dan tak sedikit kesamaan yang dimunculkan,” katanya.
Pengalaman sejarah yang panjang antara Jepang dan Indonesia di satu sisi, dan kerja sama di forum-forum seni rupa yang yang melibatkan seniman kedua negara yang kini semakin intensif di sisi lain, pastilah menjadi diskursus penting bagi masyarakat budaya kedua belah pihak. [b]