Beberapa musisi ternama Indonesia berkumpul di Ubud, Bali untuk mengatasi salah satu isu paling darurat di dunia: perubahan iklim. Mereka berkumpul dalam sebuah kegiatan lokakarya tentang musik dan aktivisme yang diadakan pada tanggal 12 – 15 Juni 2023.
Pada kegiatan ini, musisi seperti Tony Q dan Iga Massardi, bersama dengan pakar iklim dan lingkungan, berkumpul untuk berdiskusi secara mendalam tentang isu iklim, serta menggali bagaimana kekuatan musik dan seni dapat menjadi alat yang efektif untuk mendorong perubahan.
Beberapa musisi ternama Indonesia dari berbagai genre turut berpartisipasi di lokakarya bertajuk “Sound the Alarm” ini, Iga Massardi dari Barasuara, Endah Widyastuti dari duo Endah N’ Rhesa, Tony Q, Tuan Tigabelas, Iksan Skuter, FSTVLST, serta Guritan Kabudul. Musisi berbasis di Bali juga turut terlibat: Navicula, Rhythm Rebels, Kai Mata, dan Made Mawut.
Salah satu inisiator dari kegiatan ini, Gede Robi dari band Navicula menyatakan, “Situasi krisis iklim semakin parah. Perubahan iklim mengancam segala hal yang kita cintai, termasuk warisan musik. Ini bukan hanya tugas pemerintah atau LSM. Inilah alasan kami musisi dari berbagai genre bersatu untuk mengambil tindakan terhadap perubahan iklim.”
Sebagai bagian dari kegiatan ini, para musisi juga akan melakukan penanaman pohon bersama guna mengimbangi emisi karbon yang dihasilkan (carbon offsetting) dari perjalanan para musisi dari kota asalnya ke Bali. Kegiatan penanaman pohon akan dilakukan di sekitar area Monkey Forest, Ubud sebagai aksi nyata mereka terhadap pelestarian ekosistem lokal.
Lokakarya ini merupakan rangkaian kegiatan yang diusung oleh “IKLIM”, singkatan dari The Indonesia Knowledge, Climate, Arts & Music Lab atau Lab Pengetahuan, Iklim, Seni & Musik Indonesia. IKLIM merupakan sebuah kolektif musisi dan seniman yang peduli terhadap isu iklim
dan bertujuan untuk mengajak masyarakat agar peduli dan mengarusutamakan isu perubahan iklim.
Selanjutnya dalam beberapa bulan ke depan, sebuah album kompilasi kumpulan lagu para musisi
akan diproduksi dan diluncurkan oleh label Alarm Records, sebuah label musik berkelanjutan dan
ramah lingkungan pertama di Indonesia. Kumpulan lagu di album kompilasi ini akan banyak
mengangkat isu lingkungan dan juga krisis iklim.
Indonesia merupakan salah satu kontributor terbesar emisi gas rumah kaca global yang
disebabkan oleh deforestasi dan ketergantungan akan batubara. Untuk mengatasi masalah ini,
Indonesia telah menetapkan target untuk mencapai Net Zero Emissions (NZE) atau Nol Emisi
pada tahun 2060. Pemerintah Bali juga dengan ambisius telah memasang target Bali mencapai
Nol Emisi pada tahun 2045, 15 tahun lebih cepat dari target nasional. Meskipun demikian, masih
banyak tantangan yang perlu dihadapi untuk mencapai target ini, salah satunya kesadaran publik
yang terbatas.
Menurut Gede Robi, musisi memiliki peran penting dalam meningkatkan kesadaran publik
tentang isu iklim di Indonesia. Mereka dapat menyampaikan pesan melalui musik, pertunjukan,
dan memobilisasi para penggemar untuk mengambil aksi nyata. “Industri musik juga
menghasilkan emisi karbon dan berkontribusi pada krisis iklim. Kami menyadari ini dan ingin turut
bertanggung jawab atas hal ini,” ujar Robi.
Sebelumnya para musisi ini juga telah bergabung dalam sebuah gerakan global, Music Declares
Emergency (MDE), yang mempersatukan musisi dan pecinta musik dalam merespon krisis iklim.
Dengan slogan “No Music on a Dead Planet”, atau tidak ada musik di planet mati, gerakan global
ini telah didukung oleh artis internasional seperti Billie Eilish, Thom Yorke dari Radiohead,
Massive Attack, Tom Morello dari Rage Against The Machine, Jarvis Cocker dari Pulp, Kevin
Parker dari Tame Impala, dan masih banyak lagi. MDE memanfaatkan pengaruh para musisi untuk
membangun kesadaran masyarakat serta menciptakan diskusi tentang isu iklim di media
mainstream dan mendorong respon global terhadap masalah darurat in