Legong Bedulu sempat hampir punah.
Padahal, legong ini termasuk salah satu jenis tari Legong Klasik yang memiliki sejarah panjang. Pada 1980-an, Sekeha Ganda Manik bersama sejumlah tokoh merekonstruksinya yang kemudian dilanjutkan oleh Sekeha Bali Ganda Sari.
Untuk memaknai revitalisasi tari ini oleh Sekehe Bali Ganda Sari akan digelar pertunjukan, pemutaran dokumenter dan dialog pada Minggu (23/4) pukul 19.00 WITA di Bentara Budaya Bali (BBB), Jl. Prof. Ida Bagus Mantra No.88A, Bypass Ketewel, Gianyar, Bali.
Pertunjukan menampilkan Tari Legong Lasem Gaya Bedulu, Kidung Legong dan Tabuh Dang, sebuah tabuh pelegongan gaya Bedulu yang direkonstruksi pada 1995. Tari Kidung Legong dikoreograferi oleh Arsa Wijaya dan sebagai konseptor serta penata musik adalah I Gusti Putu Sudarta.
Adapun pentas Legong Lasem akan menampilkan struktur lengkapnya yang terdiri dari Pepeson Condong, Pepeson Legong, Bapang Durga, Bapang Gede, Pengawak, Pengipuk, Pangkat, Garuda dan Pekaad.
Untuk merunut kembali sejarah panjang tari Legong, ditayangkan pula dokumenter rekaman Bali 1928, kemudian dilanjutkan dialog bersama narasumber I Gusti Putu Sudarta (seniman) dan I Gusti Made Sudiarsa (seniman, pendiri Sanggar Bali Ganda Sari).
Keduanya sedini muda sudah bersentuhan dengan seni. Sudarta kerap diundang dalam berbagai festival seni, seminar, inter-cultural experimental music dan theater collaborations. Di antaranya sebagai Visiting Professor di University of Richmond Virginia Amerika (2007), Ethnomusicology Lecture Performance Di Taipei National University Taiwan (2008).
Ia menggarap Kecak Arjuna Tapa kolaborasi dengan Dance Department Taipei National University of The Arts yang dipentaskan di Quandu festival Taipei (2010).
Sementara I Gusti Made Sudiarsa 1980 terlibat dalam sekeha Legong Ganda Manik dan aktif melakukan pementasan. Pada tahun 1987 ia pernah berpentas bersama gup tari kontemporer dari Australia yang diadakan di stage Mandala Wisata Bedulu. Ia mendirikan sekeha Bali Ganda Sari pada tahun 1996.
Tari Legong Bedulu diyakini telah lahir dan berkembang sedari tahun 1920-an di Desa Bedulu, Blahbatuh, Gianyar, Bali. Sejumlah pelatih dari luar Bedulu bahkan didatangkan untuk mengembangkan tari Legong ini, antara penari Anak Agung Rai Perit (Pajenengan) dan I Dewa Ketut Blacing, serta penabuh I Wayan Lotring untuk menyempurnakan instrumen tabuh palegongan Legong Bedulu ini.
Sekeha Bali Ganda Sari telah merevitalisasi sejumlah tari dan tabuh antara lain: Tari Legong Kupu-Kupu Tarum, Tari Legong Lasem, Tari Legong Kuntul, Tari Legong Semarandana, Tabuh Dang, Tabuh Sekar Gendot dan Tabuh Solo Bandung.
Selain itu, upaya rekonstruksi dan revitalisasi terhadap Legong Klasik Bedulu ini sejatinya juga dilakukan oleh berbagai pihak dengan tujuan utama untuk mewariskan kekayaan kultural Bali tersebut kepada generasi berikutnya.
Upaya rekonstruksi dan revitalisasi terhadap Legong Klasik Bedulu ini sejatinya juga dilakukan oleh berbagai pihak dengan tujuan utama untuk mewariskan kekayaan kultural Bali tersebut kepada generasi berikutnya.
Upaya revitalisasi ini bermula tahun 1980-an, berawal dari keprihatinan penari I Gusti Putu Sumarsana, sejumlah seniman dan sesepuh tari Bedulu seperti I Gusti Made Sudiarsa, I Ciglek (almarhum), I Pukel (almarhum), I Gusti Putu Mandor (almarhum), I Liwat dan I Gusti Made Oka, berupaya melakukan rekonstruksi tari Legong Bedulu ini.
Kala itu, bersama sekeha Ganda Manik, berhasil direkonstruksi sejumlah tari dan tabuh, antara lain: Tari Legong Kupu-Kupu Tarum, Tari Legong Lasem, Tabuh Dang dan Tabuh Soto Bandung.
Sedini mula perkembangannya hingga kini terdapat setidaknya lima generasi penari Legong Bedulu. Generasi pertama antara lain; I Camplung, I Pukel dan I Ciglek. Generasi kedua I Gusti Putu Brenis, I Resi dan I Lambon. Generasi ketiga (1950-1955), I Gusti Putu Pratik, I Nyoman Losin dan I Klaga.
Generasi keempat, I Lemes, I Nyoman Pasti dan I Gusti Ketut Kantun. Generasi kelima, I Gusti Ayu Ketut Kartikawati, I Gusti Ayu Okaweli dan I Gusti Putu Ngempot.
Legong merupakan tarian klasik yang mula-mula berkembang di lingkungan istana (keraton) di Bali serta diperkirakan telah ada sejak abad ke 19. Sebagaimana diyakini dalam Babad Dalem Sukawati, tari Legong ini bermula dari mimpi I Dewa Agung Made Karna, Raja Sukawati yang bertahta tahun 1775-1825 M.
Dalam mimpinya ketika bertapa di Pura Jogan Agung, Ketewel, ia menyaksikan bidadari menari gemulai mengenakan hiasan kepala yang terbuat dari emas. Ketika pertama kali dipentaskan, tarian ini disebut Sang Hyang Legong.
Selaras perkembangannya, jenis tari Legong inipun kian beragam. Setidaknya ada 18 jenis tari legong, di antaranya ialah Legong Lasem, Kupu-Kupu Tarum, Jobog, Kuntul, Legod Bawa, Smarandhana, Andir, Condong, Legong Tombol, dan lain-lain.
Namun, sayangnya, hanya sebagian dari jenis tari Legong yang masih lestari hingga kini. [b]