Rilis pers punya peran untuk publikasi aksi.
Namun, lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan lembaga non-profit seringkali mengabaikan publikasi kegiatan mereka. Termasuk merilis sebuah siaran pers.
Inilah yang mendorong BaleBengong mengadakan kelas menulis berkalabertema ‘Rilis Pers’ pada Hari Minggu, 20 September di Kumpul Coworking Space. Kelas menargetkan peserta yang berasal dari LSM, meskipun tak menutup kemungkinan para peserta di luar LSM ikut serta.
Anton Muhajir, jurnalis lepas dan blogger menjadi pembicara dalam kelas ini. Anton menjelaskan tiga hal yang dapat dilakukan untuk membuat rilis pers, yaitu persiapan, penulisan dan pemantauan.
Persiapan dimulai dengan mengenal karakter media karena akan memengaruhi penerbitan rilis pers. Apalagi belum ada jaminan semua rilis pers akan dimuat.
“Tiap media punya kebijakan politik dan gaya tersendiri,” ungkap Anton.
Lebih lanjut, Anton mengimbau tentang pentingnya menjalin hubungan baik dengan media, terutama jurnalis. Menurutnya, tidak semua jurnalis bersedia hadir dalam jumpa pers yang terkesan formal. Sebagian jurnalis justru lebih senang jika diundang untuk terjun langsung ke lapangan.
“Biasanya, kalau di lapangan bisa lebih banyak menggali cerita,” kata Anton.
Tahap kedua adalah penulisan. Penulisan rilis pers sama halnya dengan penulisan berita. Berita disusun berdasarkan fakta, namun tidak semua fakta dapat dijadikan berita. Untuk itu, para penulis rilis pers hendaknya memperhatikan nilai berita. Penulis rilis pers dapat membayangkan seberapa luas dampak berita yang ia susun.
Menurut Anton, LSM dapat merangkai rilis pers dengan menonjolkan sisi human interest. Sisi kemanusiaan tentu akan lebih menarik untuk menjadi berita. Selain itu, rilis pers sebaiknya berisi suatu informasi yang aktual. Meskipun demikian, informasi tak harus baru. Kejadian tertentu atau peringatan berkala dapat menjadi nilai berita yang menarik pula.
“Jangan mulai dengan bahasa yang berat atau seperti bahasa program, mulailah dari narasi di lapangan,” jelas Anton.
Setelah mengirimkan rilis pers ke berbagai media, kini saatnya pemantauan. LSM dapat menghubungi kembali atau memeriksa media mana saja yang memuat rilis pers. Jika berhasil dimuat di sebuah media, jangan lupa mengapresiasi jurnalis. Hal yang sederhana misalnya ucapan terima kasih atau bertemu kembali dalam suasana yang santai. Selain apresiasi, hal ini penting untuk menjaga hubungan yang baik dengan media. Anton pun menyarankan tidak memberi amplop sebagai apresiasi karena melanggar kode etik jurnalistik.
“Jika ada yang menerima amplop, maka dia bukan jurnalis yang baik,” tegas Anton.
Interaktif
Para peserta kelas berasal dari LSM dengan berbagai misi. Mereka di antaranya berfokus pada isu lingkungan, kanker payudara, kebencanaan, kesehatan, sosial dan budaya. LSM yang turut serta ialah IDEP Foundation, Yayasan Kesehatan Bali (Yakeba), Ketemu Project Space, Bali Pink Ribbon Foundation, Mitra Bali dan Friend of National Parks Foundation (FNPF).
Sepuluh peserta dalam kelas memang tak seluruhnya berasal dari kalangan LSM. Namun, mereka cukup aktif melakukan diskusi terkait rilis pers. Salah satunya Patty dari Bali Pink Ribbon yang namanya pernah dicantumkan untuk pernyataan tertentu, padahal ia tak merasa pernah melontarkannya.
“Pernyataan itu memang ada dalam rilis pers kami, tapi bukan saya yang menyatakannya,” jelas Patty.
Kelas ini tampak menjawab kebutuhan para peserta yang ingin tahu lebih banyak tentang penulisan rilis pers. Anton juga banyak menceritakan hal-hal teknis, seperti cara menjaga hubungan baik dengan para jurnalis.
“Acaranya menarik dan bermanfaat. Selanjutnya perlu ada kelas-kelas seperti ini lagi,” kata Wayan Martino dari Mitra Bali.
Kelas menulis berkala BaleBengong dan Kumpul Coworking Space akan hadir dengan tema berbeda. Sebelumnya, BaleBengong sudah menggelar kelas menulis musik bersama Rudolf Dethu yang menhadirkan peserta dari kalangan pecinta musik, manajer musisi hingga blogger musik.
Bagi yang ingin menyarankan tema kelas menulis berikutnya, silakan hubungi Diah 081916299442 atau diah@balebengong.net. [b]