Oleh: Kinari (Bukan nama sebenarnya)
Jika biasanya korban kekerasan banyak dialami perempuan. Kasus yang saya alami justru berbeda. Seorang mahasiswi universitas swasta di Denpasar bernama Maria harus menjalani vonis kerugian selama 6 bulan atas kasus pidana kekerasan Pasal 351 ayat 1 KUHP yang dilakukannya pada 27 Februari 2021. Pelaku asal NTT ini menjadi pesakitan di Lapas Perempuan Kerobokan.
Mengapa saya kekeh menempuh jalur hukum? Adalah karena saya tersadar untuk turut serta mendidik perempuan tersebut agar tidak mengulangi perbuatannya. Permintaan tolong menyelamatkan korban pada 27 Februari 2021 lalu, panggilan telepon berdering nyaring. Tampak sahabatku Damien gugup meminta pertolongan. Ia menceritakan keponakannya mendapatkan ancaman berulang. Mulai intimidasi, ancaman kekerasan hingga ancaman pembunuhan dari Maria dan teman-temannya.
Geng kecil itu datang sekitar pukul 23.15 Wita. Tujuh orang datang melakukan pengancaman kepada korban Alberta. Mereka berencana mengeroyok korban karena permasalahan yang diketahui korban dan sentimen pribadi. Saya yang sudah berada di lokasi mencoba melerai pergumulan tersebut. Namun, gang kecil tersebut. Tidak terima dan balik menonjok saya.
Tonjokan pertama masih bisa saya hindari. Namun, tonjokan kedua melayang tepat di bibir saya hingga pecah. Darah yang mengucur juga tak membuat para pelaku berhenti. Mereka tetap menyeret korban Alberta untuk dianiaya secara bersama-sama. Penganiayaan berhenti setelah saya berpura-pura menelpon kepolisian. Geng kecil itu pun kocar-kacir.
Menyadarkan keluarga korban dalam bersikap di pihak pelaku. Kemudian saya memilih menempuh jalur hukum dengan didampingi LBH Bali WCC. Sejak kasus tersebut masuk dalam laporan kepolisian. Pelaku dan keluarganya tidak tenang. Pihak keluarga memintan bantuan salah satu pengacara dan berupaya mengajukan mediasi untuk didamaikan.
Lalu pihak keluarga menghubungi nomor telepon saya dan menawarkan sejumlah uang untuk ditukar dengan kebebasan putrinya. “Kasih sayang orang tua kepada anaknya. Namun sebagai orang tua kita tidak tahu bagaimana mendidik anaknya agar berhenti sebagai pelaku kekerasan,” gumamku.
Orang tuanya tidak tahu sejauh mana arogansi putrinya. Hingga berani mengancam akan membunuh atau mengambil nyawa orang lain. Saya sedang tidak balas dendam, sejujurnya saya telah memaafkan. Namun, Maria harus menjalani pendidikan agar timbul efek jera. Di Lapas tersebut saya berharap akan terjadi perubahan karakter pelaku menjadi lebih baik.
Menghadapi perempuan sebagai pelaku kekerasan tidak harus dengan mendamaikannya. Orang tua pelaku juga harusnya legowo karena turut mencegah anaknya menjadi pelaku yang lebih jahat dari sebelumnya.
Serta sangatlah tidak pantas mendidik anak dengan kesan bahwa uang akan menyelesaikan segalanya. Karena uang tidak akan menyelesaikan segalanya. Karena uang tidak akan membuat karakter menjadi lebih baik. Namun, perbaikan karakter akan selalu lebih baik dengan menyelesaikan permasalahan tanpa di barter dengan uang.
(Salah satu karya dari Kelas Jurnalisme Warga bersama paralegal LBH Bali WCC)