Musik pop, punk atau reggae mungkin sudah biasa di telinga.
Namun, jika musik tradisional dibalut dengan apik dan segar, dia akan terdengar berbeda. Begitu pula dengan keroncong, musik tradisional Jawa yang sering didendangkan saat hari tertentu.
Sejumlah musisi Bali pun meracik musik tersebut dalam ranah kekinian. Mereka berhasil mengangkat musik tradisional ini bagi pecinta musik Bali.
Semringah musik Bali terasa warna-warni setelah hadirnya band yang baru dibentuk akhir tahun lalu ini. Kroncong Jancuk, begitu nama bandnya. Tunggalan (single) andalan mereka yang baru diluncurkan seminggu lalu bertajuk Mejangeran.
Kroncong Jancuk berani memadukan musik tradisional, sesuatu yang beda dari band Bali lain. Pendengar pun seolah diajak bergoyang saat melihat penampilan mereka.
Kata Jancuk di belakang nama band ini mengambil sisi lain dari kata tersebut. Memang kata tersebut sebuah umpatan tetapi esensinya mendalam ketika pergaulan kata itu sering dijumpai sebagai sapaan atau mengawali pertemuan.
Jadi, kata Jancuk bila disikapi dengan bijak berarti keakraban yang terjalin mesra.
Gede Phaii, pentolan band Kroncong Jancuk saat ditemui usai tampil di Nusa Penida, mengatakan band ini terbentuk atas dasar kegelisahan melihat musik tradisional tersudut hingga nyaris tak disukai.
Selain Gede Phaii personel lain Keroncon Jancuk adalah Diah (vokal), Yoga Tomcat (ukulele cak), Eka Panju (lukulele cuk), Mang Pur ( bas), Gus Bajra (airphone), Ngurah godel (kendang) & Eka Saputra (drum).
Menurut Gede Phaii musik tradisional bila diramu dengan apik dan menarik akan terasa asyik. Nuansa budaya kental dalam band ini. Saat manggung mereka selalu menggunakan busana tradisional dan menghadirkan joget sebagai pemungkas penampilan.
Gede Phaii resah melihat fenomena jogeg terbawa arus lebih mengarah tak senonoh. Joget di akhir penampilan, menurut Gede Phaii, untuk meluruskan tari pergaulan tersebut demi menjaga esensinya.
Lagu perdana juga mengambil tema tari tradisional yang dikenal masyarakat, janger. Hampir sama dengan tari joget sebagai tari pergaulan. Mereka mengajak pendengar melantunkan lagu sekaligus mejangeran. Selain peluncuran single mereka juga menggarap film pendek dengan tema sama denga lagunya.
Inilah musik berakar keroncong yang dihadirkan pertama kali di Nusa Penida. Bagi Keroncong Jancuk, ini juga pengalaman pertama mereka tampil di Nusa Penida.
Tubuh terasa terbawa hipnotis lagu, pinggung mendadak mengoyang mengikuti irama. Pelepasan jiwa tatkala serbuan dinamika hidup menerpa. Begitu asyik terlena pada alunan lagu yang dibawakan. Pendengar pun terbawa suasana.
“Nusa Penida menarik,” kata Gede Phaii yang sering berkunjung pulau yang indah.
“Terima kasih atas keramahtamahan dan saya berpesan mari jaga pulau ini dengan tidak buang sampah sembarangan. Jangan lupa buang sampah pada tempatnya. Kasian nanti pulau eksotik ini ternodai sampah,” lanjutnya. [b]