Oleh Pande Baik
Ketika saya masih duduk di bangku mahasiswa di Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Udayana Bali, setiap kali mendengar sebutan ’Kota Satelit’ yang didengungkan oleh Pemerintah untuk sebuah konsep Perumahan di kawasan Kerobokan, rasanya telinga ini secara otomatis mentransfer rasa kekaguman kedalam otak yang membuat saya membayangkan sebuah kota nan asri, bersih dan ideal.
’Kota Satelit’ adalah kota kecil di tepi sebuah kota besar yang meskipun merupakan komunitas mandiri, sebagian besar penduduknya tergantung dengan kehidupan di kota besar. Biasanya penghuni kota satelit ini adalah komuter dari kota besar tersebut ini.
Kota Satelit juga merupakan daerah penunjang bagi kota-kota besar di sekitarnya dan merupakan ‘jembatan’ masuk untuk menuju ke kota besar.
Perumahan Dalung Permai. Cukup lama pula saya tak mengetahui di mana tepatnya lokasi ini berada. Barangkali terkait dengan intensitas saya yang bisa dikatakan jarang melewati daerah Gatsu Barat hingga mentok.
Bagaimana tidak. Satu-satunya lokasi Perumahan yang saya ketahui berada di sekitar Kota Denpasar pada masa tersebut adalah Perumnas Monang Maning yang sudah penuh sesak dengan hunian dan jalan tikusnya. Belum lagi isu banjir dan kumuhnya lingkungan di sana, membuat sedikit pun saya tak tertarik sekalipun hanya untuk mampir.
Bayangan saya waktu itu ya tiak jauh beda dengan Bali Pecatu Graha, di mana nuansa mewah dan megah jelas terlihat dari perencanaan hingga lingkup lingkungannya. Setiap mendengar ’Perumahan Dalung Permai’ yang ada dalam pikiran hanyalah sebuah lingkungan hunian yang nyaman bagi penghuninya, bagi orang yang berkunjung, bagi siapapun yang melewatinya. Lengkap dengan jalan pedestrian untuk pejalan kaki, sepeda gayung maupun taman untuk bersantai dan berolahraga.
Hampir sepuluh tahun berlalu.
Saya pun akhirnya berkesempatan mampir ke kota yang menjadi angan-angan saya selama ini. Dan apa yang saya temui sangat jauh dari apa yang saya bayangkan.
Jalan yang berlubang, becek sana sini, lingkungan hunian yang kumuh dan berantakan, saluran drainase yang tak terencana dengan baik hingga air yang seharusnya mengalir di saluran malah naik ke jalan, sapi liar plus rumput yang tumbuh sembarangan, tak tertata.
Pasar dan juga Terminal yang tak berfungsi dengan baik, sampah bertebaran menimbulkan aroma yang tak layak cium bagi pemilik rumah apalagi para pengunjung perumahan.
Lantas apa yang bisa Saya harapkan dalam angan-angan akan sanjungan yang diberikan selama ini pada Perumahan Dalung Permai? Kota SateLit.
Benar apa kata orang bijak, program dan perencanaan boleh saja membumbung setinggi langit, tapi apa daya yang namanya pelaksanaan atau usaha untuk mewujudkannya bisa dibilang hanya kata-kata saja. Tak selamanya dapat memberikan hasil terbaiknya.
Lantas jika hari ini Saya begitu terkagum-kagum pada program dan janji para Calon Legislatif yang nampang dengan wajah narsis dan titel seenak udelnya itu, apakah saya bakalan punya jaminan akan perwujudan sikap dan perilaku mereka saat sudah duduk di kursi idaman nan empuk nanti yah?
Beneran mau berjuang demi ’rakyat’? [b]
anda benar dan tepat.
walau saya sendiri tinggal di dalung permai, saya juga merasa begitu. tapi bedanya, saya merasakan sendiri kehidupan di dalung permai. saya tinggal disini sudah puluhan tahun…..
waaaaa,,,,,bener banget,,,
dalung permai krg udh bener2 kumuh n kotor,,,
pdagang kaki lima bertebaran dmn2,,,bnr2 bikin sumpek,,,,,,
mana panas bgt lg tmptna,,,,
dalung permai tercinta,,,
ttep aja rmhku dsana,,,,