Katanya gundah, tapi kok memfasilitasi perusakan lingkungan Bali?
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Bali kembali mengirimkan surat terkait Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) kepada Gubernur Bali, Wayan Koster pada Rabu, 29 Januari 2020.
Sebelumnya Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan bahwa kualitas tanah, air dan alam Bali ini belakangan terus menurun. Indikasinya banyak biota yang mati. Kunang-kunang, kakul, belut, sudah susah ditemui sekarang.
“Untuk itu perlu diperbaiki agar sehat kembali alam Bali,” ujar Koster seperti ditulis Radar Bali edisi 21 Januari 2020.
Sebagai respon atas pertanyaan tersebut, WALHI Bali mengirimkan surat terbuka kepada Gubernur I Wayan Koster. Surat terbuka ini dikirim pada Rabu, 29 Januari 2020 dan diterima oleh staf persuratan Adhi Suarjana.
Dalam konferensi pers di kantor Walhi Bali, Direktur Eksekutif WALHI Bali I Made Juli Untung Pratama menjelaskan bahwa dalam pernyataannya, Koster memiliki kegundahan yang sama terkait keadaan lingkungan alam Bali yang kian menurun. “Namun, faktanya, Gubernur Bali lupa di mana berbagai proyek perusak lingkungan hidup sampai saat ini masih terakomodir dalam rencana peraturan daerah rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (Ranperda RZW3PK),” ujar Made Juli Untung Pratama.
Untung Pratama menyebutkan beberapa proyek yang berpotensi merusak kelestarian alam Bali. Misalnya alokasi ruang untuk proyek tambang pasir laut di lepas pantai Kuta hingga Tabanan dan perairan kecamatan Kuta Selatan. Ada juga alokasi ruang untuk reklamasi perluasan Bandara Ngurah Rai dan proyek reklamasi untuk perluasan Pelabuhan Benoa yang diakomodir melalui DLKr DLKp.
Oleh karena hal tersebut, WALHI Bali melalui surat terbuka kepada Gubernur Bali menuntut agar Gubernur Bali I Wayan Koster selaku pemangku kebijakan segera melakukan tindakan serius. Pertama, menghapus alokasi ruang untuk tambang pasir laut yang diakomodir dalam RZWP3K. Kedua, menghapus alokasi ruang perluasan Bandara Ngurah Rai dengan cara reklamasi di RZWP3K.
Terakhir, mengimbau agar Gubernur Bali menghapus alokasi ruang perluasan Pelabuhan Benoa dengan cara reklamasi yang diakomodir melalui DLKr KLDp yang diduga sebagai alas untuk melakukan perluasan Pelabuhan Benoa dengan cara reklamasi. [b]