Atas nama koleksi, satu sepatu bisa seharga puluhan juta.
Pekerjaan menyenangkan adalah dambaan banyak orang. Bekerja sebagai juru ukur tanah merupakan pekerjaan Adhi Kresna. Hal ini membuatnya kini berkecimpung di dunia pertanahan.
Meski terkesan bekerja di ranah serius, Adhi memiliki hobi tak biasa, yakni mengoleksi sepatu yang harganya terbilang tidak murah. Dia harus merogoh kocek lebih jika dibandingkan sepatu biasa.
Selepas tamat SMA Negeri 4 Denpasar, ia melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional. Awal mula Adhi mulai menggemari hobi ini adalah sejak ia duduk di bangku SMA tahun 2012.
Menurutnya, sepatu itu sifatnya dinamis. Semakin berkembangnya teknologi, maka semakin berkembang juga teknologi pada sneaker khususnya.
Peluang usaha tak hanya melulu datang sejalur dengan pendidikan. Kegemaran pun bisa mendatangkan uang asal jeli melihat peluang. Begitu yang terjadi pada laki-laki berusia 23 tahun ini. Dia memiliki taktik ketika ada di titik jenuh mengoleksi sepatu, ia menyiasati agar sepatunya dapat dijual dengan harga lebih tinggi. Kemudian dia kembali berburu sepatu langka lainnya guna mempertahankan kegemarannya ini.
“Dengan mengoleksi sepatu, aku bisa dapet perpaduan warna yang unik. Selain kualitas, sesuatu yang bisa aku dapet contohnya yang bisa mengikat tali sendiri atau sepatu anti gravitasi,” ungkapnya.
Di antara koleksi yang dimiliki, sejauh ini sepatu termahal yang ia pernah beli mencapai 1.500 dolar atau setara Rp 20 juta. Dia memiliki dua pasang sepatu termahal dibanding belasan sepatu lainnya.
Jika ditotal, ia sudah menghabiskan uang puluhan juta rupiah hanya demi hobinya ini, meski tak dipungkiri ia juga sering mendapat keuntungan karenanya.
Mahal itu Relatif
Menurutnya mahal itu relatif. Harga mahal akan worth to buy ketika melihat sepatu dengan harga Rp 2 juta dan Rp 200 ribu. Perbedaannya dapat dilihat dari material bahan, sejarah, dan teknologi yang digunakan dalam proses pembuatan.
Di antara beberapa sepatu yang dimiliki, sepatu dengan sejarah paling berkesan baginya adalah Nike SB Baby Bear. Sepatu ini pertama dirilis pada 2006 bersamaan dengan 3 seri pack, yaitu papa bear, mama bear, dan baby bear. Sepatu ini collabs dengan merk toy ternama yaitu bearbrick..
“Menurutku ini sepatu spesial karena bahannya. Dari logo dengan warna hijau lime, kemudian dengan suede hijau dan seperti bulu yang melambangkan seperti bulu beruang pada masing-masing sisinya. Perawatannya juga dibilang cukup susah karena bulunya rentan copot dan hanya dirilis di Jepang,” katanya.
Ketika ditanya apakah ada kemungkinan untuk berhenti mengoleksi sepatu, laki-laki bernama lengkap Komang Adhi Kresna Purnama bercerita. “Berhenti? Tidak! Karena sepatu ini aku pakai terus, ganti-ganti tiap hari. Bukan hanya dikoleksi, tapi dipakai juga sehari-hari,” jelas Adhi sambil menunjukan salah satu sepatu kesayangannya.
Adhi juga mengungkapkan, bahwa menyayangi sepatu sama seperti ia menyayangi pasangannya. Saat ia bercerita seberapa sayang dengan sepatu-sepatunya. “Ya nyayangin seperti di angin-anginin, diajak pergi, dimandiin, tapi gak sampe dicium sih,” cetusnya sambil terkekeh bercanda.
Hebatnya, meski telah bekerja di Kementerian Agraria dan Tata Ruang wilayah Badung, Adhi tetap bisa mengimbangi sisi seriusnya dalam bekerja dengan hobinya yang sebelumnya tak pernah di duga. Berawal dari hobinya pula, ia terlihat sangat menekuni apa yang telah dipilihnya dengan konsisten.
Terbukti dari besar niatnya laki-laki kelahiran 5 Maret 1996 ini hingga bergabung dengan Indonesia Sneaker Team agar dapat lebih memahami berbagai kualitas dari sepatu yang ada.
Kesetiaannya berbuah manis. Begitu banyak relasi yang dimiliki, bahkan hingga relasi dari Negeri Jiran. Tak heran, hal ini membuatnya banyak memiliki teman di luar Pulau Bali hanya karena hobi.
“Pokoknya sepatu adalah jiwaku, kalau mau tanya tentang sepatu, boleh tanya ke aku. Hehehe,” tangkasnya.
Pada akhirnya, kesetiaan, konsistensi, dan ketekunan atas segala hal yang telah dipilih sejak awal, akan memberikan nilai lebih lainnya apabila dilakoni dengan senang hati. Hingga kini, tak hanya hobi, materi, dan relasi yang didapat oleh Adhi, tetapi juga esensi dari setiap hal yang dipelajari. [b]