Kolaborasi, menjadi kata tepat untuk menyelesaikan problem di negeri ini. Begitu juga penyelesaian masalah korupsi yang merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat saat ini. Semua pihak harus berkolaborasi. Korupsi, menjadi daya rusak tersendiri dalam keberlanjutan pembangunan di negeri ini.
Kampanye antikorupsi yang diinisiasi berbagai pihak, ternyata menjadi hal penting dalam meletakkan pondasi bahwa penyakit bernama korupsi di negeri ini haruslah diperangi bersama. Festival Budaya Anti Korupsi adalah peneguhan diri dari insiatif masyarakat sipil yang berkolaborasi dengan birokrasi pemerintah untuk melakukan perubahan di negeri ini, khususnya di Bali.
Festival tersbut, tak lain adalah hasil diskusi panjang antara organisasi masyarakat sipil seperti Indonesian Coruption Watch (ICW), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar, Yayasan Manikaya Kauci dan Komunitas Akar Rumput yang didukung Pemerintah Kota Denpasar yang saat ini memang sedang menjalani berbagai proses perbaikan dalam pelayanan publik.
Sentuhan kolaborasi ini tak lain adalah semangat baru. Semangat yang memberikan pesan moral bahkan upaya pencegahan secara politis untuk berperang terhadap korupsi. Seperti temuan ICW, bahwa selama 2012 catatan yang dilansirnya menyebut sebanyak 52 kader parpol, 21 anggota dan mantan anggota DPR/D, 21 mantan dan kepala daerah menjabat, serta 2 pengurus partai, serta terakhir 1 menteri aktif terjerat kasus korupsi.
Tentu catatan ini begitu menakjubkan dan menjadi bagian yang penting untuk penyadaran publik, tentang begitu bobroknya negeri ini.
Strategi memasang perangkap “tikus” menjadi tindakan strategis ICW untuk mengajak berbagai elemen masyarakat sipil di beberapa tempat termasuk di Bali. Berbagai elemen dari LSM bahkan seniman dan pemusik terlibat penuh di dalamnya. Inisiatif untuk melansir album kompilasi “frekwensi perangkap tikus” melibatkan sekitar 10 grouup band di nusantara dalam kampanye anti korupsi ini.
Navicula, band beraliran grunge dari Bali adalah salah satu dari 10 band yang terlibat dalam kompilasi album frekwensi perangkap tikus yang diinisiasi ICW. Karya nyata yang disuguhkan band asli Bali ini adalah single yang berjudul “Mafia Hukum” (lihat www.beranijujur.net).
Menggelar festival dengan kolaborasi ini tak lain juga membuat tonggak untuk merealisasi cita-cita dari pesan moral yang disampaikan masyarakat sipil, LSM dan seniman dan birokrasi Pemerintah Kota Denpasar.
Gedung Sewaka Dharma, dipilih menjadi simbol pemerintah yang jujur dan transparan sebagai abdi Negara tentu memiliki arti tersendiri dalam rangkaian kegiatan festival ini. Maka, kelompok masyarakat sipil dan pemerintahan kota Denpasar yang meneguhkan diri sebagai panitia bersama Festival Budaya Anti Korupsi menetapkan Gedung Sewaka Dharma sebagai pilihan tempat berkegiatan untuk menghidupkan semangat jujur, bersih dan transparan.
Kegiatan ini juga melibatkan banyak komunitas muda dan pelajar dari Denpasar untuk bersuara bersama untuk mengaungkan semangat Bali tanpa korupsi. Hal ini tak lain, bagian dari pendidikan moral yang terbuka kepada kaum muda, sekaligus menamkan budaya tidak korupsi kepad kelompok muda. Yang tentu saja pesan ini juga berlaku untuk semua kalangan.
Keterlibatan perseorangan dan kelompok, bahkan kalangan seniman dalam melakukan control sosial dan politik adalah hal penting dalam proses partisipasi publik. Seniman, dalam hal ini ternyata juga memilki tanggung jawab untuk membingkai karyanya mejadi media informasi yang mendidik dan bernilai kejujuran serta keterbukaan. “Karena seni bukan untuk seni tapi untuk rakyat,” kata Gede Robi, vokalis Navicula. Gede Robi sebagai seniman muda tentunya mendukung proses pembangunan dan pelestarian budaya Bali dengan nilai-nilai jujur, bersih dan transparan seperti yang sedang dilakukan oleh pemerintah Kota Denapsar saat ini.
Dalam kegiatan festival yang akan dilangsungkan pada 13 April 2013 di lingkungan Gedung Sewaka Dharma Lumintang ini juga digelar berbagai kegiatan seni. Di antaranya, lomba menggambar anak yang bertema Bali Impian Tanpa Korupsi, Pameran Lukis oleh Made Bayak, seni mural dan teatrikal oleh komunitas seniman muda di dari Denpasar.
Juga, yang tak kalah penitng, sekitar 6 group band dari berbagai belahan nusantara juga turut meramiakan dalam panggung demokrasi yang akan dibuka langsung oleh Walikota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra, pemimpin daerah yang sangat getol memberikan warna perubahan dalam capaian pemerintahan yang bersih di Bali saat ini.
Tentu masih banyak pesan perubahan lainnya dalam kegiatan ini. Dan panitia berharap kepada publik di Bali khususnya Denapasar dan sekitarnya untuk terlibat dalam kegiatan Festival Budaya Anti Korupsi ini. Karena, perangkap tikus koruptor sebaiknya di desain bersama dengan kesadaran penuh oleh publik di Bali. [b]