Maraknya komunitas seni rupa di Bali yang hadir secara masif merupakan pergerakan seni alami yang digerakan oleh anak muda pada saat itu. Suatu kecintaannya terhadap budaya mampu membawa seni budaya untuk bisa dinikmati oleh semua masyarakat, pun dengan wisatawan asing yang berkunjung ke Bali. Para seniman berimajinasi liar untuk membuat karya sampai menemukan suatu teknik baru yang memberi warna baru dalam seni rupa. Salah satunya adalah Baligrafi.
Baligrafi adalah salah satu komunitas yang berkonsentrasi terhadap hand lettering yang dilakoni sejak 2015. Beranggotakan 40 orang yang ingin memperjuangkan hand lettering dan salah satu yang pertama di Bali dengan membentuk komunitas ini.
Pada tahun 2016, Baligrafi telah melaksanakan pameran seni pertamanya di Lavas Coffee. Pada tahun yang sama sampai 2018, Baligrafi sukses melakukan tur daerahnya dengan memberikan workshop dasar bagaimana teknik hand lettering menjadi karya yang ada nilainya.
Berhasil dengan hal tersebut, akhirnya Baligrafi mulai dilihat dan sempat diundang di beberapa acara untuk melakukan mural bersama. Tahun 2019 adalah masa dimana Baligrafi beristirahat cukup lama sampai tahun 2020. Tidak ada projek yang harus dikerjakan selama tahun itu dikarenakan kesibukan masing-masing tim menjadi aktivitas seninya sangat menurun.
Pada 2021, Baligrafi kembali lagi dengan membuat pameran berlangsung selama sebulan penuh yang diadakan di Sundays Coffee. Saat ini menyisakan 10 orang namun mampu membuat suatu pameran seni dengan kondisi saat ini yang masih belum membaik.
Pameran kali ini mengangkat tema yang berjudul “Mewali”. Tema yang diangkat merupakan suatu kerinduan Baligrafi untuk bisa kembali lagi berkumpul dan membuat suatu karya lagi untuk menjaga konsistensinya terhadap hand lettering ini. Baligrafi melakukan kolaborasi dengan seniman lain di antaranya komunitas Ejakolase, Kidney, Dendy Dharma, Da Kriss, Pandu Sukma, Topan Dieky Saputra, Aik Krisna Yanti, Kabel Jack, Yahya dan Rade untuk memberi warna pada pameran ini supaya mempersatukan komunitas lain dan mulai sadar bahwa Baligrafi tidak mati!
Baligrafi berharap nantinya akan berlanjut dengan kreativitas yang lebih baik lagi dan lebih segar. Bisa berkolaborasi dengan para seniman-seniman yang ada di Bali membuat suatu projek yang mungkin belum pernah ada. Awal konsistensi ini akan Baligrafi teruskan sampai ada generasi penerus untuk melanjutkan atau membuat suatu kreasi baru dengan teknik baru yang dimiliki oleh masing-masing seniman. Mengeksplor lagi sebagai referensi baru untuk dituangkan dalam karya seni rupa berbentuk hand lettering.
MEWALI
Setelah melewati masa suram pada tahun lalu, dimana pandemi ini menggangu aktivitas semua sektor kreatif di Bali. Pun dengan Baligrafi sendiri. Baligrafi sedikit meninggalkan anggotanya sampai tersisa 10 orang yang masih berjuang dalam pergerakan dunia seni rupa ini. Ini kepedulian Baligrafi untuk melestarikan hand lettering menjadi karya yang bisa dihargai mengarungi perjalanan era digital yang berkembang begitu pesat. Suatu perjuangan yang dialami Baligrafi sendiri untuk melestarikan hand lettering menjadi industrial yang akhirnya mampu mengkomersilkan karya menjadi suatu bisnis yang diminati oleh para wirausaha dalam jenis apapun.
Tahun kedua pandemi ini bisa dibilang masih dalam kondisi kritis dan semakin parah daripada tahun kemarin. Baligrafi pun cukup geram dengan hal tersebut. Suatu kerinduan untuk berkomunikasi dan sharing topik tentang seni, maka terciptalah “Mewali”.
“Mewali” dalam bahasa Bali diucapkan sebagai merespon balasan ‘terimakasih’ kepada orang yang telah kita bantu. Sama halnya jika diucapkan dengan bahasa Inggris ‘You’re Welcome’, tetapi bukan itu yang dimaksudkan oleh Baligrafi secara utuh. Maksud konsep “Mewali” sendiri adalah mewujudkan ikatan batin keluarga (sahabat-sahabat yang lama tidak bersua, keluarga kecil di rumah dan yang lainya) untuk bisa berkumpul lagi dan berdiskusi apapun dalam membangkitkan emosional setiap individual yang telah hilang. Konsep ini akan diagendakan dalam sebuah pameran kolaborasi para seniman yang ada di Bali.
Pameran ini diselenggarakan pada 20 Februari 2021, dan berlangsung selama sebulan dengan runtunan acara seperti live music, live painting, jamming kolase dan podcast. Pameran ini berlokasi di Sundays Coffee, Sempidi, Bali.
Keinginan Baligrafi mengadakan pameran ini supaya pergerakan seni rupa khususnya di Bali mampu konsisten memajukan maupun mempererat hubungan antar komunitas seni lainnya. Tidak ada perpecahan satu sama lainnya supaya menjalin kekeluargaan dengan baik. Nantinya mampu berkolaborasi dengan para pelaku seni lainnya untuk membuat sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh komunitas lainnya. Inilah seniman kolaborator “Mewali”
KIDNEY
Adalah seorang street art yang biasa menorehkan karyanya melalui media tembok jalanan di daerah Denpasar dan sekitarnya. Seniman bergaya breakers ini kerap kali berkolaborasi dengan street art lokal maupun mancanegara. Graffiti-nya memiliki ciri khas warna dan bentuk tulisan yang mampu dengan mudah kita kenal, tidak heran jika kita menemui karya Kidney di jalanan, kita tahu itulah karyanya!
EJAKOLASE
Adalah komunitas seni potong tempel yang terbentuk pada tahun lalu di Bali. Pernah melakukan pameran kolase dan membuat program kolase estafet bertajuk ‘Dialog Potong Tempel’. Kali ini sudah mencapai episode ke-8 dalam program yang dibuat. Mereka sedang melakukan “Road to World Collage Day” pada bulan Mei 2021.
DA KRISS
Seorang musisi hip hop sekaligus kreator musik hip hop bernuansa 90’s akan ambil andil di pameran ini. berhasil merilis album penuh yang berisikan 13 lagu didalamnya yang mengusung jenis musik instrumental hip hop jazz yang berjudul “Meditate” yang dirilis oleh Skullism Records. Dia juga tergabung dalam grup hip hop bernama Madness On Tha Block dan merilis album berjudul “$ucklaw”.
DHARMA DENDY
Desainer Grafis asal Bali sekaligus menjadi fotografer yang pernah bekerja dengan salah satu clothing brand internasional, Deus, turut andil dalam pameran ini. Karyanya bisa ditemui pada katalog Deus edisi surfing dan motorcycle. Tahun 2020, dia mencoba melakukan teknik baru yaitu teknik Kaligrafi dan sempat melakukan kolaborasi dengan Hiztory (clothing brand) dalam rangka Mini Exhibition yang bertajuk “Quarantine Exhibition Vol.2”.
PANDU SUKMA DEMOKRAT
Seorang gitaris lintas genre yang mampu membuat riff sangat gila sekaligus menjadi seniman visual yang dia namai Tarkalini. Memiliki beberapa nama di antaranya Manu yang mengusung jenis musik psychedelic rock, Nalais dengan grindcore-nya, Wangsa dengan blues rock dan akhirnya memutuskan untuk menjadi solois folk pada tahun 2019. Membuat suatu projek teater bernama Ping Pong Puppet Gore pengisi musik latar pertunjukan teater ini.
YAHYA DAN RADE
Terbentuk di Bali dengan mengusung jenis musik pop, duo ini telah menelurkan beberapa lagu yang bisa didengarkan di digital platform. Yahya adalah seorang fotografer model fashion dan Rade adalah seorang musisi murni. Dua orang yang kebetulan menyukai musik, maka terbentuklah duo pop ini.
KWALISI INDIE
Suatu projek podcast baru-baru ini muncul oleh 3 pemuda yang membuat konten tentang keresahan anak-anak indie. Sempat mengundang seniman, psikolog dan lain sebagainya yang dimana podcast ini membedah obrolan apa saja (tergantung narasumber) dengan cara mereka.
AIK KRISNA YANTI
Seorang musisi folk di Bali, vokalis Soul n Kith ini turut berpatisipasi di pameran “Mewali”. Seniman impresionis dan memiliki karakter suara yang khas, sangat mudah mengenal vokalis satu ini.
TOPAN DIEKY SAPUTRA
Seorang penyair kata indah ini telah berhasil membawa dirinya dikenal sebagai pembaca puisi yang handal dan memiliki sebuah band Muto yang mengusung jenis punk. Kreatif adalah kata yang pas untuk mewakili dirinya juga sebagai konseptor dari teater Ping Pong Puppet Gore. Banyak kegiatan seni ingin dia kuasai karena hidupnya adalah seni.
KABEL JACK
Jacko adalah seorang penari salah satu anggota dari Teater Kalangan. Ia banyak berkolaborasi dengan beberapa musisi di Bali. Selain berkecimpung dalam dunia pertunjukan, Jacko juga tertarik menekuni dunia seni rupa. Karya rupanya pernah dimuat dalam beberapa edisi Zine I Ni Timpal Kopi. Ia juga menjadi ilustrator untuk buku kumpulan cerpen Elang yang Terbang di Hari Senin (2019) karya Devy Gita Augustina dan kumpulan puisi bersama Wiwaha (2019).
sumber: siaran pers