Setelah sekian lama, Bale Bengong mengadakan kembali Klub Menulis Musik pada 8 September 2023 di kantor BaleBengong. Kelas ini difasilitasi oleh Made Adnyana, jurnalis dan penulis buku musik, diikuti peserta dari berbagai kalangan.
Setibanya di kantor BaleBengong, Made Adnyana membuka obrolan tentang rilis pers (press release), memberi gambaran soal pers hari ini menyikapi banyaknya rilis pers yang bertebaran. Kemudian melihat kurangnya pendokumentasian dan pengarsipan dari musisi Bali terhadap karyanya sendiri, yang sebenarnya adalah ruang untuk pembangunan manusia, peradaban, kebudayaan di Bali hari ini. Bali (seharusnya) tidak lagi melulu soal kebudayaan tradisional.
Jurnalis yang sudah menyukai musik sejak masa kecilnya di Tabanan ini pun mengatakan, syarat utama menulis musik adalah menyukai musik. Tidak menyukai musik pun sebenarnya akan tetap bisa membuat sebuah tulisan mengenai musik, tapi keluarannya akan tidak lebih dalam dibanding yang menyukai musik.
Kemudian suka menonton pertunjukan musik. Namun hal ini tidak menjadi syarat utama karena persoalan harga, dan tersedianya pilihan cara menonton yang lebih murah. Bukan hal yang paling aksesibel tentunya. Terlebih ada perbedaan tentang festival nasional dan lokal dari segi harga dan animo.
Syarat terakhir, tentu saja rasa penasaran yang tinggi. Penulis musik harus mau mengenali berbagai genre musik. Misal, kita suka musik rock, tapi untuk menulis musik, kemampuan untuk membuat ulasan tentang dangdut atau k-pop adalah wajib hukumnya, terlebih musik adalah media yang bisa lebur ke semua lapisan kehidupan seperti ekonomi, sosial budaya, politik, dan lain sebagainya.
https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=1315264 Kene Keto Musik Bali adalah buku Adnyana yang mengulas berbagai dimensi musik dan musisi Bali, diterbitkan pada 2020. Disebutkan lagu pop Bali sudah mulai berubah, makin terbuka mengarah pada tren tren musik tertentu. Interaksi budaya, terjadinya pembaur an seni dalam nuansa lagu pop Bali tak bisa dielakkan. Namun harus diakui pula, sebagian besar lebih cenderung mengarah pada selera pasar, komersialisasi.
Dalam presentasinya, Made Adnyana memaparkan bahwa jenis dan bentuk ulasan musik bisa berupa ulasan karya musik, pertunjukan, atau profil musisi secara keseluruhan. Bisa juga membahas mengenai tren musik, jika ingin berbicara lebih luas. Kembali pada kemampuan setiap penulis, hasil-hasil dari pencarian tersebut bisa menjadi ulasan elementer; yakni tulisan hasil dari mendengarkan dan mengkaji karya musik dan berhenti di tataran musiknya saja, atau ulasan mendalam; ulasan yang juga mengaitkan karya musik dengan ruang-ruang di sekelilingnya, seperti isu terkini, perubahan zaman, atau apapun di luar alasan teknis produksi musik.
Membuat sebuah ulasan, pada dasarnya adalah memberikan penjelasan atau komentar. Bisa juga memberi tafsiran atau mempelajari. Namun, ulasan ini sifatnya subjektif, karena tergantung latar belakang tiap penulisnya. Mengulas musik memang kadang berat, tapi itulah salah satu cara untuk melatih daya kritis terhadap apa yang kita dengar. Bisa dengan memberikan pengetahun baru, atau memberikan komentar lugas. Satu siasatnya adalah rajin membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia untuk memperkaya perbendaharaan kata.
Made Adnyana memberi pengingat bahwa meskipun kita tertarik terhadap suatu musik, fokus harus tetap dijaga karena terlalu banyak informasi pun akan membuat pembaca bingung. Yang seharusnya potensial menjadi banyak tulisan, malah jadi membosankan.
Kita tentu bisa melakukan konfirmasi untuk meyakinkan hati kita soal apa yang ingin kita tafsir, seperti Andaikan Kau Datang milik Koes Plus yang ternyata soal kebimbangan hati Yon Koeswoyo setelah ditinggal tur konser ke luar negeri selama 3,5 tahun oleh Dara Puspita. Susy Nander, sang drummer, saat itu adalah pacarnya.
Banyak hal yang disorot dari setiap hasil tulisan peserta. Diksi, pemilihan judul, detail informasi, jadi perhatiannya. Juga soal penafsiran. Tidak ada yang salah karena pengalaman, latar belakang, pengetahuan tiap pembaca berbeda-beda yang tentu akan menghasilkan hal berbeda terlepas pesan yang sesungguhnya ingin disampaikan oleh musisi. The writer’s dead, lagi-lagi.