Teks Luh De Suriyani, Foto Ilustrasi Anton Muhajir
Sejumlah tokoh agama dan desa adat di Bali bersepakat menjaga toleransi antar umat beragama dan kepercayaan.
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Desa Adat Pekraman Denpasar, Komponen Rakyat Bali (KRB), dan sejumlah elemen lain mengatakan toleransi di Bali tak akan goyah oleh upaya-upaya yang merongrong semangat saling menghormati keyakinan dan peribadatan masing-masing.
Hal ini ditegaskan oleh perwakilan masing-masing komponen dalam jumpa pers untuk mengklarifikasi upaya mengadu domba kelompok agama pasca insiden Pawai Ganesha Caturthi, Senin lalu. Kegiatan perayaan kelahiran Dewa Ganesha yang dilakukan sekelompok massa yang mengklaim diri World Hindu Youth Organization (WHYO) yang dikoordinir I Gusti Ngurah Arya Wedakarna itu berujung perusakan pintu Pura Jagatnatha, Denpasar saat itu.
Ikhwal insiden ini diceritakan kembali oleh Pemangku (pemimpin pura) Jagatnatha, IB Ketut Jaba yang terlibat dalam peristiwa ini. Pada 11 September itu, rombongan massa dengan koordinator Arya Weda hendak masuk ke pura membawa berbagai atribut perayaan Ganesha. Seperti patung Ganesha, keris, tombak, barongsai, dan lainnya.
“Arya Weda dan satu rekan lainnya yang bersembahyang saya layani. Tapi saya menolak ketika hendak melakukan pawai dan membawa atribut tertentu ke dalam pura,” ujar Jero Mangku Ketut Jaba. Perang mulut kemudian terjadi karena pihak pawai bersikeras, hingga akhirnya pengurus pura menutup paksa pintu pura dan menelpon petugas kepolisian.
Anehnya, di sejumlah media massa kemudian muncul berita tentang pengusiran dua orang pendeta Budha masuk Pura Jagatnatha seperti dituduhkan Arya Weda. “Tidak ada pengusiran pendeta Budha karena toh turis saja boleh masuk pura. Ini upaya mengadu domba kelompok agama,” ujar AA Ngurah Oka Suwetja, Ketua Parisadha Dharma Hindu Bali (PDHB) Kota Denpasar yang juga majelis Desa Pekraman Denpasar ini mewakili pengurus Pura Jagatnatha.
Suwetja mengatakan telah menolak permintaan pawai dalam pura dengan membawa atribut kepercayaan umat lain ini secara tertulis pada panitia. “Pura Jagatnatha hanya bisa dipakai persembahyangan dengan tata cara Hindu Bali untuk pemeluknya atau bukan. Silakan melakukan pawai atau festival di depan pura,” demikian Suwetja membaca surat yang diberikan pada WHYO beberapa hari sebelum insiden itu terjadi.
Bantahan juga disampaikan Ketua dan pengurus Perwalian Umat Budha Indonesia (Walubi) Bali. “Tidak ada pendeta Budha atau Bhiksu dari golongan agama kami yang diusir atau terlibat. Permasalahan ini harus diselesaikan dengan damai dan jangan sampai keharmonisan kita ternoda di Bali,” pinta Herman S Wijaya, tokoh Walubi Bali.
Sejumlah tokoh-tokoh pegiat pluralisme dan tokoh agama lain yang hadir juga menolak upaya disharmoni ini dengan meminta persoalan ini diselesaikan dengan cepat sesuai peraturan adat di Bali. “Banyak keyakinan atau penganut kepercayaan Hindu di Bali yang berbeda-beda ritualnya. Misalnya Hare Krisna, Sai Baba, Ashram Gandhi, dan lainnya. Tapi kita tak memperuncing perbedaan itu dengan mempertentangkannya,” ujar Cokorda Sawitri, perempuan sastrawan dan seniman penganut Hindu aliran Ciwa Budha.
Gusti Ngurah Harta, koordinator Komponen Rakyat Bali dan Perguruan Sandi Murti ini juga berharap ada tindakan tegas dari Majelis Desa Pekraman untuk memberikan sanksi adat pada kelompok yang secara sengaja ingin membuat kegelisahan atas nama agama di Bali. “Agama harusnya memberi pengayoman dan ketenangan. Bukan dijadikan alat untuk merusak,” imbuhnya. [b]
Sangat disayangkan, ditengah kekawatiran masyarakat akan tindakan anarkis yg mengatasnamakan agama akhir-akhir ini, di Bali justru terjadi perselisihan sesama umat Hindu, siapapun yg benar maupun dipersalahkan dalam kasus ini, tolonglah masing2 pihak intospeksi diri.
Orang2 hare krisna mau sembahyang di pura trus ditolak. Kok dibilanh sesama umat Hindu? Sejak kapan hare krisna itu Hindu Dharma? Jelas2 sdh terlarang sebagai aliran sesat sejak 1984
Om Swastiastu.
Kebetulan pada saat demo “ribut-ribut” bawa spanduk segala macam beserta megaphone TOA warna merah, saya pas melintas di areal patung Catur Muka.
Mari bersama jaga Bali dari tindakan serupa ini.
Terima kasih atas pelurusan beritanya.
NB : Blog nya bagus. >>> bookmarked 🙂
OM SWASTYASTU
Sangat tidak nyaman dengan adanya kejadian seperti ini,apalagi sesama pengikut ajaran veda.Masing-masing sadar diri saja alias instropeksi…
Semoga HINDU tetap ajeg di gumi bali.
suksme…
namaste…
OM SHANTI…!
OM NAMAH SHIVAYA…
SEMOGA VEDA TETAP AJEG DI BALI.
namaste…
OM SHANTI
Jangan biarkan hare krisna menjadi benalu dan duri dalam daging di tubuh Hindu Dharma….