Teks dan Foto dari Bentara Budaya Bali
Salah satu karya sastra tradisional warisan Bali adalah babad.
Kemunculan babad di Bali tidak terlepas dari zaman Gelgel, periode ketika Majapahit telah menanamkan pengaruhnya di Bali pada abad 14 hingga 18. Selain membawa kesadaran multikultural bagi masyarakat Bali, sistem sosial dan keyakinan Majapahit juga mendorong berkembangnya berbagai ranah kesenian termasuk penulisan babad sebagai sastra sejarah.
Hal tersebut diungkapkan Dr. Ida Bagus Rai Putra dalam diskusi Pustaka Bentara: Kisah Babad dan Sejarah Bali Minggu lalu di Bentara Budaya Bali. Dosen pascasarjana Universitas Udayana tersebut mengupas tentang kaitan antara babad dan tahapan sejarah Bali serta upaya revitalisasinya di masa kini.
Babad berasal dari akar kata mabad yang berarti merabas semak belukar atau berkisah mengenai suatu cerita sejarah dengan serius. Mabah yang artinya mengurai sesuatu yang berbundel-bundel menjadi jelas ujung dan akhirnya. Dalam pemahaman selama ini, babad secara ringkas dimaknai sebagai tambo atau sejarah yang mengurai riwayat leluhur.
Menurut Rai, meskipun bersifat sastrawi dengan keindahan imajinasi yang diwarnai kisah mitologi, babad sesungguhnya juga merupakan karya sejarah. Babad juga memiliki sisi faktual yang dapat menjadi pedoman dalam penelitian kesejarahan. “Karena di dalamnya tertulis silsilah kerajaan maupun leluhur klan-klan Bali,” tuturnya.
Misalnya dari Babad Dalem, kita mengetahui bahwa Dalem Ktut Ngulesir merupakan raja pertama yang memerintah Gelgel selama sekitar 20 tahun (1380-1400). Disebutkan pula secara cukup terperinci tentang keturunan-keturunan raja serta upaya para raja untuk menjaga kestabilan-politik dengan melakukan politik kawin. Sebagai contoh Raja Dalem Sagening yang mempunyai istri 267 orang.
Dalam sesi diskusi, salah seorang peserta bertanya bagaimana cara menyikapi karya sastra sejarah yang kadang penuh subjektivitas sebagaimana halnya babad Bali. Menurut Ida Bagus Rai perlu adanya pembacaan atas berbagai sumber sehingga dapat meminimalisasi subjektivitas tersebut.
Diskusi berlanjut dengan pembicaraan seputar kontekstualisasi babad dengan masa kini. Pada dasarnya babad tidak hanya berkisah tentang perang dan politik kerajaan semata, tetapi dalam babad juga terkandung ilmu kesehatan dan astrologi serta pengetahuan lainnya yang masih bisa diterapkan di zaman modern.
Diskusi tentang babad ini, menurut staf BBB Putu Aryastawa, merupakan upaya untuk mengingatkan atau memperkenalkan kembali babad sebagai warisan budaya Bali. Warisan ini patut dijaga serta dipahami isinya oleh generasi sekarang.
“Dengan demikian, babad tidak berhenti sebatas tinggalan leluhur dari masa silam yang disimpan rapi dalam museum, tetapi sumber sejarah atau pedoman yang kontekstual dengan kekinian,” ujar Putu Aryastawa, staf BBB.
Pembicara diskusi kali ini, Dr. Ida Bagus Rai Putra adalah dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Bali Fakultas Sastra serta dosen Pasca Sasrjana Universitas Udayana. Dia telah melakukan berbagai penelitian seputar babad, lontar, aksara Bali, dan bahasa Kawi. Terakhir kali Rai mengkaji Entitas Citra Pencerahan Teks Dwijendra Tattwa (2011) dan Mahardikacakra Sutasoma dan Negara Kretagama dalam Percaturan Nasional dan Global (2011).
Rai juga penulis buku Babad Dalem (penerbit PT. Upada Sastra Denpasar, 2007, cetakan ulang ke-3), Babad Arya Kutawaringin (penerbit PT Upada Sastra, 2010, cetakan ulang ke-4), serta Raja Purana Pura Besakih (Bali Of Culture, 2010).
Saat ini Rai juga sering menjadi narasumber dalam program Siaran Gagana Sari (bahasa Bali di udara) RRI Denpasar (2007). Menjadi pemakalah dalam berbagai konferensi dan seminar tingkat nasional maupun internasional, seperti Seminar Nasional Bahasa Ibu I-III (2007, 2009, 2010), Seminar Bahasa dan Sastra Bali (2008), Seminar Internasional Bahasa, Sastra, dan Budaya Austronesia (2007, 2010). [b]
… semoga babad dapat menjadi pemersatu masyarakat di Bali, bukan sebaliknya setelah mengetahui silsilahnya, menjadi awal perpecahan antar keluarga dan masyarakat… salam http://www.sudiatmika.com
… semoga babad menjadi langgeng dan lestari…