Oleh I Nyoman Winata
Pak De Sarengat, seorang penelpon di Acara Mbah Mangun yang saya asuh, dari nadanya terdengar agak sedikit emosional. Saat itu saya dan Mbah Mangun ngobrol tentang Watak Satrio Utomo. “Sila Pertama Pancasila itu sekarang sudah diubah Menjadi Keuangan yang Maha Esa!” katanya setengah berteriak. Menurutnya negeri ini sudah karut marut karena budi pekerti sudah dilupakan. Uanglah yang Paling berkuasa.
Saya jadi teringat bagaimana sikap Gubernur Bali Mangku Pastika yang menurut berita di Bali Post mulai melemah atas kasus pembangunan Villa di dekat Pura Uluwatu. Lalu soal gegernya pengerukan pasir di Pantai Geger Badung. Termasuk di dalamnya pembangunan Hotel atau resort di Padangbai. Pro dan kontra pembangunan di Bali hampir selalu terjadi. Pertarungan jelas terbuka antara kepentingan uang dan menjaga keutuhan tanah Bali. Jangan tanya siapa pemenangnya karena jelas kekuatan modal lah yang berkuasa. Tidak peduli Zaman Orba atau Reformasi.
Pemimpin sekelas Mangku Pastikapun sepertinya tidak bisa banyak diharap. Meski rada-rada tegas, ia lemah ketika berhadapan dengan kepentingan ekonomi. Tidak semata-mata kepentingan investor melainkan ekonomi segelintir masyarakat yang menangguk untung dari keberadaan investor.
Keuangan yang Maha Esa memang nyata-nyata telah mengganti sila Pertama dari Pancasila. Uang adalah kekuatan maha dahsyat yang membungkam segalanya. Tanah Bali pun akan semakin merana karena tidak satu pun pemimpin yang muncul sebagai kekuatan tegas melawan kekuatan uang yang bersembunyi dalam berbagai bentuknya.
Di sisi lain, masyarakat Bali sendiri mudah takluk dalam buaian gemerincing uang. Dengan kantong tebal, siapapun akan meraup hidup diliputi kemewahan. Meski sesaat, tidak banyak yang sadar tetapi justru asyik larut. Banyak yang prihatin, tetapi tidak banyak yang benar-benar peduli. Tidak juga para pemimpinnya yang nampak bersibuk ria dalam memupuk kepentingan menjaga kekuasaannya.
Bali hanyalah pulau kecil yang toh demikian tak bisa dijaga dengan baik oleh rakyat dan pemimpinya. Jangan bicara tentang negeri Indoensia yang acak kadutnya minta ampun. Mungkin saja jika kita benar-benar berTuhan dan tidak hanya berpura-pura apalagi menggantikan “sesembahan” dengan Uang, Bali dan negeri ini tidak akan seperti ini.
Saya jadi teringat bagaimana Mbah Mangun mengatakan dengan setengah putus asa. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada bangsa ini kelak. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana nasib generasi penerus di negeri ini kelak jika uang telah menjadi segala-galanya. Tetapi beliau yang usia nya sudah menginjak 70 tahun tidak pernah lelah untuk mengajak kita semua melakukan apa yang disebutnya Revolusi Mental Budaya. [b]
Parahnya malah pembangunan2 infrastruktur yang jelas2 menyangkut hajat hidup orang banyak (bukan segelintir orang berduit aja) malah ditentang habis2san seperti Pembangkit Listrik, padahal sebelum pembangunan sdh ada study dari segala macam aspek mulai lingkungan geografis dan masyarakat sekitar.