Hujan dan angin kencang yang tiba-tiba datang, kemacetan kota, dan Bali yang lembab tak menghalangi sebuah keluarga Perancis mengeksplorasi Bali. Mereka baru beberapa sampai setelah terbang dari New Caledonia dan lalu melanjutkan perjalanan darat dengan sepeda.
Jika melihat dua sepeda tandem dengan banyak barang di jalanan Bali, kemungkinan besar itu keluarga Mounier dengan dua anak rupawan di bawah 12 tahun.
Satu keluarga dari Lyon ini mencoba perjalanan berkeliling dunia dengan sepeda sejak 25 Juni 2010 lalu. Kini, keluarga Mounier-Poulat yang terdiri dari Anne- Claire, Marc, Tim, dan Lea ini sedang keliling Bali hingga tiga minggu kedepan.
Rencana etape mereka setahun pertama sampai Juni 2011 ini, secara berurutan adalah Amerika Latin, Selandia Baru, Australia, New Caledonia, Indonesia, Thailand, lalu kembali Perancis. “Kami akan ke Ubud, singgah di Kota Gianyar, lalu melanjutkan ke sini,” Anne menunjuk nama lokasi Candidasa di Karangasem.
Ia membentangkan peta Pulau Bali dan melingkari tiga titik lokasi itu. “Apakah sebaiknya saya ke Gianyar atau Ubud dulu biar satu arah ke Candidasa,” Ia meminta pendapat pada satu kesempatan singkat beristirahat dan mengumpulkan informasi di kantor Alliance Francaise, lembaga belajar Indonesia-Perancis di Denpasar, Selasa (12/4).
Kedua anaknya, Lea (perempuan, 10 tahun) dan Tim (laki-laki, 7) sedang membaca buku cerita lalu berselancar di internet. Keduanya terlihat santai dan segar setelah bersepeda bersama kedua orang tuanya di empat negara di benua Amerika dan Asia ini.
“Saya melihat di Bali banyak motor, mobil, sedikit pohon kelapa, dan atap rumah segitiga di sepanjang jalan,” ujar Lea dalam Bahasa Perancis yang kemudian diterjemahkan oleh ibunya, Anne. Lea menunjukkan buku tulis yang mereka catatan perjalanan dan apa yang dilihatnya. Di Bali, Lea juga menuliskan soal banyak bangunan berlantai banyak, gedung-gedung baru yang belum selesai, dan arsitektur yang berbeda.
Keempatnya tak sabar menuju Blahbatuh, Gianyar. “Kami akan melihat lokasi pembuatan gamelan. Kami senang music dan saya dan Marc sudah pernah memainkan gamelan di Perancis,” tambah Lea. Ia berencana menemui seorang teman dari Perancis yang akan mengantarkan ke lokasi itu di Blahbatuh. Lea menunjukkan sejumlah nama pembuatnya, Sidha Karya dan Made Subali.
Ia mengatakan memainkan saxophone dan suaminya menyukai trumpet. Keduanya tak sabar bisa memainkan gamelan di bengkel pembuatannya di Gianyar.
“I got the address, we will try to find them,” ujar Anne. Keempatnya hanya mengandalkan intuisi dan peta Bali untuk menelusuri jalanan dengan dua sepeda tandem. Anne tandem dengan Lea, sementara Tim tandem dengan Marc.
Rute perjalanan keseluruhan direkam dengan tiga titik berwarna berbeda dipeta dunia. Titik merah menunjukkan negara tujuan, tanda hubung garis putih menunjukkan perjalanan udara. Lalu garis kuning memperlihatkan penyusuran dengan sepeda secara berpasangan atau tandem.
Jejak perjalanan mereka bisa dibaca di website avelofodelo.com dalam Bahasa Perancis. Mereka menyebut perjalanan ini sebagai upaya keluar dari zona nyaman. “Kami adalah keluarga yang terjebak dalam irama kehidupan sehari-hari dengan mata yang terus-menerus menonton. Kami menetap di sebuah rumah yang indah terletak di betis mana kenyamanan keberadaan kita dalam hal perumahan, akses terhadap air dan udara adalah kualitas murni. Lingkungan kita kaya dalam hubungan keluarga dan persahabatan,” tulis mereka.
“Alpen, mendorong kita untuk menikmati segala yang kita inginkan. Namun, kita membutuhkan kebebasan, perubahan,” tulis Anne. Keluarga Mounier ingin meluangkan waktu untuk menjalani hidup dengan memperkaya pengetahuan tentang dunia dan bertemu dengan orang lain melalui kehidupan sehari-hari mereka.
Perjalanan ini adalah sebuah proyek yang telah direncanakan selama bertahun-tahun. “Aku punya dua pertanyaan untuk bertanya pada diri sendiri,” kata Marc pada Anne-Claire satu malam di bulan Maret 2007. Dua pertanyaan itu apakah mereka akan membeli roti untuk makan siang keesokan hari, dan apakah bersedia melakukan tur dunia dengan sepeda bersama anak-anak. Itu adalah awal mimpi dimulai.
Satu hal yang terpenting dalam perjalanan keluarga Mounier adalah anak-anak akan tetap bersekolah jarak jauh lewat internet. Di sela-sela rute 150 km bersepeda tiap hari.