Isu lokalitas menarik sekaligus memiliki tantangan tersendiri untuk dihadirkan ke dalam sebuah karya film. Tema itu dibahas dalam program Kelas Kreatif Bentara Minggu (27/01) di Bentara Budaya Bali (BBB) Ketewel, Gianyar.
Diskusi membahas cara mengeksplorasi satu tema, khususnya dalam konteks budaya tertentu, guna menghasilkan karya-karya yang bukan semata unggul secara visual namun juga bersifat universal.
Tampil sebagai narasumber yakni dosen Jurusan Televisi dan Film (TVF) Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Ni Kadek Dwiyani dan I Made Denny Chrisna Putra.
Kelas Kreatif Bentara kali ini bekerja sama dengan Jurusan Televisi dan Film (TVF) ISI Denpasar angkatan 2016 selaras program Sinema 16, pemutaran film hasil produksi mata kuliah Praktika Terpadu Film dan Televisi ISI Denpasar.
“Untuk membawa isu lokal ke universal tentu harus dengan riset yang mendalam karena ide cerita yang berasal dari lokal bisa juga dialami pula oleh orang-orang lain, bahkan hingga beda benua,” ungkap Kadek Dwiyani dalam pemaparannya perihal ide cerita dan konflik sosial yang bisa diangkat.
Di sisi lain, Denny Chrisna Putra lebih memfokuskan bahasan pada bagian Direct of Photography (DOP) dan Sinematik film.
Para peserta dan sineas-sineas muda yang masih menempuh Pendidikan di ISI Denpasar ini juga berbagi dalam diskusi perihal bagaimana proses sebuah ide diterjemahkan menjadi skenario, tim produksi atau tim kreatif, hingga shooting di lapangan berikut fase editing di studio.
Dipaparkan pula bagaimana tim produksi dan tim kreatif bekerja sama untuk melakukan sinergi berikut kiat-kiat menghadapi problematik di lapangan, juga menyelaraskan pemahaman akan pilihan estetik dan bentuk yang memungkinkan lahirnya karya film yang unggul.
Pada kesempatan itu ditayangkan tiga film hasil kreasi mahasiswa TVF FSRD ISI Denpasar angkatan 2016: Dwitunggal Sarira (Andaru Film), Angkara (Dreamhouse Production), dan Misteri Teriakan Beruntuh (Produksi Filmix). Karya-karya ini mengangkat tematik “Isu Sosial dalam Lokalitas Budaya Bali”.
Dwitunggal Sarira, berdurasi 22 menit, berkisah tentang Anya, arsitek yang memiliki ambisi besar. Tanpa diduga, ia bertemu kembali dengan sahabat masa kecilnya, Trisha, dalam situasi yang dilematik.
Lahan yang sedianya akan dibangun gedung oleh Anya tak lain adalah sumber mata pencaharian keluarga Trisha.
Sementara film Angkara, mengetengahkan cerita tentang upaya penyelamatan sekelompok pelawak Bondres oleh remaja berusia 18 tahun bernama Satria, dalam balutan drama komedi. Tidak tanggung-tanggung, Satria harus berhadapan dengan anggota organisasi yang nyaris tidak tersentuh oleh aparat keamanan. Film ini berdurasi 24 menit.
Terakhir, Misteri Teriakan Beruntun, berdurasi 18 menit, adalah film tentang seorang vlogger Jakarta bernama Ragil yang baru pindah ke Bali. Penasaran dengan fenomena kerauhan massal yang terjadi di sekolahnya, Ragil bersama kedua teman barunya, Tari dan Ketut, memutuskan untuk melakukan penyelidikan.
Ketua Pengempu Mata Kuliah Praktika Terpadu, Dr. I Komang Arba Wirawan, S.Sn., M.Sn. menyampaikan harapannya agar dapat meningkatkan kualitas film-film produksi ISI Denpasar dan karya-karya mahasiswa, khususnya Jurusan Televisi dan Film ISI Denpasar dapat masuk dan lolos dalam festival-festival yang ada. [b]