Oleh Osila, Ide terpilih Histeria Pewarta Warga 2022
Makin banyak petani kelapa yang pensiun sehingga mengurangi produksi gula merah (dari nira kelapa) di sentranya, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung. Ada juga yang berhenti karena sudah tidak mampu memanjat pohon yang tingginya belasan meter. Solusinya apa, agar gula khas ini tak punah?
Desa Besan adalah salah satu sentral pengerajin gula merah di Bali. Pasti pernah dengan Gula Dawan kan? Nah produksinya saat ini masih ada di Desa Besan Kecamatan Dawan, Klungkung.
Wayan Sudata adalah salah satu pengrajin gula merah yang memutuskan pensiun di umur 65 tahun. Pensiun dari pekerjaan yang telah dia geluti selama 50 tahun. Sudata bukanlah satu satunya petani yang memutuskan untuk pensiun, ada puluhan petani lain yang mulai pensiun di Desa Besan, sehingga kini petani gula merah hanya tersisa belasan orang saja, itu pun dengan umur rata-rata sudah berumur 40 tahunan.
Para petani memilih untuk pesiun didominasi karena menurunnya kemampuan untuk memanjat kelapa yang tingginya lebih dari 15 meter atau setara dengan gedung lantai 5. “Secara fisik saya masih kuat dan sehat namun karena pohon kelapa terlalu tinggi dan resiko yang tinggi,” cerita Sudata menjelaskan alasan pensiun menjadi petani gula merah.
Selain itu generasi muda yang diharapkan sebagai penerus petani gula merah, juga enggan untuk melanjutkan pekerjaan orang tuanya. Risiko yang terlalu tinggi pada akhirnya membawa mereka memilih untuk bekerja di sektor pariwisata.
Melihat kondisi tersebut, saya mempunyai gagasan untuk melakukan regenerasi pohon kelapa yang varian tinggi dengan pohon kelapa varian pendek. Varian kelapa pendek ada banyak jenisnya, seperti kelapa genjah, kelapa kopyor, kelapa pandan wangi, kelapa wulung dan kelapa hibrida.
Regenerasi pohon kelapa adalah salah satu solusi masalah yang dialami oleh para pengrajin gula merah di Desa Besan. Kelapa varian pendek cenderung berbuah di tahun ke-2 sampai ke-3 sejak penanaman. Di tahun ke-3 tinggi pohon kelapa pendek cuma 50cm dan sudah mulai tumbuh bunga serta berbuah.
Melihat pertumbuhan kelapa varian pendek tentu para petani tidak perlu memanjat jika ingin menyadap nira kelapa tersebut. Dalam jangka 10 sampai 30 tahun kelapa varian pendek rata rata memiliki tinggi 5 meteran tentu masih bisa menggunakan tangga untuk naik kelapa tersebut.
Sebuah gagasan perlu adanya percontohan apalagi di desa. Masyarakat di desa cenderung sulit menerima gagasan baru. Untuk itu sebelumnya saya sendiri yang mencoba untuk menanam pohon kelapa varian pendek dan dalam waktu 2 tahun dari saat menamam sudah mulai berbunga. Tentu itu menjadi sebuah jalan agar ke depan para petani gula merah tetap ada dan bertumbuh di Desa Besan.
Tentu gagasan baru akan menemui tantangan, di antaranya cuaca yang tidak menentu bagi beberapa varian kelapa pendek yang perlu menyesuaikan diri terlebih dahulu. Untuk uji coba saya menggunakan bibit kelapa varian pendek dari pohon yang telah pernah berbuah di Bali.
Selain itu terkadang bibit pohon kelapa juga bisa diambil orang lain karena harganya lumayan tinggi sekitar Rp 25.000 per pohon. Ada beberapa masyarakat yang ingin memiliki bibit justru mengambil bibit yang telah ditanam karena mengira bibit bantuan dari pemerintah. Dari tantangan ini perlu adanya edukasi juga terkait pemerataan pengadaan bibit, bahkan perlu peran serta pemerintah desa untuk mendukung pengadaan bibit kelapa varian pendek.
Harapan Sudata dan para petani yang lainnya, semoga ada generasi muda meneruskan tradisi mereka sebagai penyadap nira dan pengrajin gula merah khas Besan. Untuk mewujudkan harapan mereka tentu regenerasi pohon kelapa ke varian pendek menjadi pilihannya saat ini.