Gemericik air menyambut tiap pengunjung Sungai Beji.
Air mengalir tidak hanya dari sumber-sumber air alami tapi juga pancuran-pancuran buatan di sungai yang berlokasi di Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Gianyar ini.
Untuk mencapai sungai atau Tukad Beji, pengunjung harus menapaki tangga turun tak sampai 100 meter dari loket tiket masuk. Tangga itu agak curam tapi relatif mudah dilalui karena sudah ditata rapi.
Sampai di bawah, suasana masih asri. Teduh dengan banyaknya pohon besar di kanan kiri tangga. Mendekati sungai, masih dari tangga turun, terlihat air mancur, Pura Beji, dan sungai dengan air jernih maupun batu-batu raksasa. Udara segar.
Warga menyebut lokasi itu Tukad Beji. Lokasinya di pinggiran desa berjarak sekitar 15 km dari Denpasar ke arah timur itu. Petunjuk masuknya di dekat Pura Dalem Desa Guwang. Air sungai dari empat pancuran di Pura Beji menjadi tempat mandi sehari-hari bagi warga setempat. Kadang-kadang mereka juga berendam di sungai.
Namun, sejak 2015 lalu, anak sungai Tukad Unda itu punya nama baru, Guwang Hidden Canyon alias Ngarai Tersembunyi di Guwang. Dinding tebing sepanjang sekitar 1 km itu mendadak populer bagi banyak orang.
Padahal, bagi warga setempat, sungai itu sebelumnya terkenal angker.
Guwang Hidden Canyon memang baru populer 1,5 tahun lalu. Made Aryawan, salah satu warga mengatakan, Tukad Beji dulunya hanya menjadi tempat mandi bagi warga. Sungai lebih dalam, berjarak sekitar 50 meter dari Pura Beji di mana terdapat batu-batu sungai setinggi kira-kira 2 meter, sering menjadi tempat anak-anak berenang.
Namun, maraknya media sosial Instagram dan Facebook membuat tempat ini jadi terkenal sebagai tempat wisata dari sebelumnya hanya tempat mandi dan mencari air suci bagi umat Hindu Bali. Beberapa anak muda yang melihat sisi lain Sungai Beji mengunggah foto-foto mereka dengan latar belakang tebing.
Setelah itu, makin banyak pengunjung menjelajah sisi lain Tukad Beji. Warga pun mengelola tempat itu sebagai lokasi wisata.
Medan Menantang
Pengelola Guwang Hidden Canyon mengenakan tiket masuk seharga Rp 15.000 per porang. Mereka biasanya menawarkan juga pemandu lokal dengan biaya tambahan Rp 50 ribu per pemandu.
Sebaiknya, pengunjung memang menggunakan pemandu yang juga warga setempat. Selain sebagai penunjuk jalan, mereka juga akan membantu selama perjalanan. Sebab, percayalah, menjelajah Guwang Hidden Canyon memang tidak mudah. Apalagi bagi mereka yang tak biasa menjelajah medan sungai licin dan curam.
Seperti namanya, pesona utama Guwang Hidden Canyon memang pada tebing-tebing tersembunyi. Lokasi tebing itu tersembunyi di bagian tengah. Untuk itu pengunjung harus menyusuri sungai dengan melawan arus sepanjang sekitar 1 km dengan medan sangat menantang. Namun, justru itulah yang menjadi keseruan perjalanan menjelajah wisata alam Tebing Tersembunyi Guwang.
Tantangan pertama, batu-batu raksasa sepanjang sungai. Untuk mencapai tebing tersembunyi, pengunjung harus melewati batu-batu raksasa. Tingginya rata-rata 1-2 meter. Pengunjung harus mendaki batu-batu yang sebagian di antaranya licin dan berlumut.
Batu-batu besar itu ada terutama di bagian awal perjalanan menyusuri sungai. Dia jadi pijakan sebelum mencapai tantangan kedua, tebing-tebing licin.
Tidak mudah untuk menyusuri sungai dengan tebing setinggi kira-kira 10 meter ini. Di beberapa bagian, pengunjung harus memanjat tebing layaknya pemanjat tebing profesional. Kaki berpijak pada batu kecil yang menempel di tebing. Begitu pula dengan tangan sebagai penarik untuk mencapai titik selanjutnya.
Di sinilah perlunya pemandu lokal. Mereka tidak hanya tahu bagian-bagian mana saja tebing yang aman untuk dijadikan pijakan dan pegangan tapi juga membantu. I Made Aryawan menceritakan pernah ada turis dari India jatuh gara-gara tidak mau dikasih tahu oleh pemandu.
“Turisnya bengkung. Tidak mau dikasih tahu. Pas loncat dia jatuh ke sungai. Untung hanya jatuhnya ke air,” kata Aryawan yang juga pemandu lokal.
Bisa Terjatuh
Sepanjang sekitar 1 km menyusuri sungai, perlu setidaknya lima kali memanjat naik turun dinding sungai. Jika tidak hati-hati, bisa-bisa terjatuh dan menghadapi tantangan ketiga, derasnya arus sungai.
Arus di Sungai Beji sendiri relatif kecil pada saat tidak ada hujan. Namun, menurut Aryawan, pada hari tertentu arus sungai bisa lebih besar misalnya setelah hujan. Toh, meskipun air juga tidak terlalu besar, kedalamannya tetap bisa sampai leher orang dewasa.
Di beberapa titik, air sungai tetap deras sehingga perlu berhati-hati. Sebagian turis ada yang memilih masuk ke air dan berenang daripada menempel ke dinding sungai. Tapi, lebih banyak yang memilih menempuh jalur biasa, melewati batu-batu raksasa lalu memanjat naik turun dinding sungai yang licin.
Aryawan mengatakan warga setempat memang tidak memberikan tambahan alat apa pun yang bisa merusak dinding sungai, misalnya tangga atau pijakan dan pegangan buatan untuk memudahkan. “Kami sengaja membiarkan alami dan apa adanya,” katanya.
Mike dan Owen, turis dari Thailand, termasuk di antara yang memilih cara melewati batu dan memanjat dinding. Dengan celana pendek dan tas punggung, pakaian biasa ala turis, bukan khas petualang, mereka menyusuri Tukad Beji bersama Aryawan.
“Menakjubkan meskipun melelahkan,” kata Mike yang baru pertama kali ke Bali.
Dia mengaku tahu tentang Guwang Hidden Canyon dari pemandunya selama di Bali. Meskipun awalnya ragu-ragu, dia kemudian menyelesaikan juga satu jam perjalanan hingga lokasi utama tebing-tebing tersembunyi di Tukad Beji.
Lokasi utama itu berupa dinding sungai, tebing di kanan kiri, serupa stalakmit. Batu-batu kehitaman itu tergerus air sehingga membentuk lekukan-lekukan serupa lukisan. Di atasnya, rimbun dan hijau pohon membuat suasana terasa segar bercampur air di sungai ataupun yang merembes dari dinding-dinding sungai.
Setelah sampai titik itu, pengunjung bisa memilih naik dan kembali ke lokasi awal sebelum mulai. Piliha lain, bisa juga melanjutkan perjalanan menyusuri sisi lain Tukad Beji. “Tapi pemandangannya sudah tidak seindah di sini,” kata Aryawan.
Tiga Persiapan
Agar lebih bisa menikmati perjalanan menyusuri Tebing Tersembunyi Tukad Beji, sebaiknya pengunjung mempersiapkan diri.
Pertama, pakaian. Dengan medan menantang dan naik turun, gunakanlah pakaian luar ruang (out door) yang lebih fleksibel. Misalnya celana pendek dan kaos. Untuk perempuan, hindari pakai rok jika mau ke sini. Tidak akan bisa menyusuri sungai.
Kedua, alas kaki. Lebih baik gunakan sandal gunung, bukan sepatu kets atau sandal jepit karena medannya yang licin. Selain itu juga pasti masuk air. Jika punya, lebih baik gunakan sepatu khusus untuk panjat tebing. Lebih mudah memanjat dinding sungai dengan sepatu khusus ini.
Pilihan lain, cukup telanjang kaki tapi harus hati-hati terutama di bagian tertentu yang batunya tajam.
Ketiga, hormati budaya lokal. Tukad Beji adalah lokasi di mana terdapat Pura Beji yang disucikan umat Hindu setempat. Jadi, bersikaplah sopan dengan tidak berkata-kata kotor selama perjalanan. [b]
Catatan: Artikel ini pertama kali terbit di website lingkungan Mongabay.