Hari Minggu memang hari libur, tetapi untuk mereka bisa jadi hari libur satu-satunya.
Bagi generasi sekarang, membicarakan hari Minggu sebagai hari libur atau tidak sepertinya tidak terlalu penting. Apalagi WhatsApp online terus. Ayo, siapa yang gak diganggu bos di hari Minggu?
Namun, mengingat Indonesia yang luas dan penduduknya pun menyebar ke negara lain, Minggu tetaplah sebuah hari libur yang diinginkan dan mungkin didambakan. Minggu menjadi hari spesial di Hong Kong untuk sebagian penduduk Indonesia yang bekerja di sana. Pemandangan pedestrian-pedestrian dan taman-taman kota tersebut di hari Minggu tidaklah seperti hari-hari biasanya.
Pernah hidup di sini, sayapun pernah melihat pemandangan ini sebelumnya. Namun, dahulu banyak yang merupakan orang Filipina dibanding Indonesia. Kali ini, penduduk Indonesia di Hong Kong sudah mencapai 100.000 lebih. Jumlah itu menyeimbangi penduduk Filipina yang ada di tempat ini juga.
Kaget juga. Jika berjalan di sekitar Causeway Bay tempat di mana Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) terletak, sudah banyak restoran Indonesia, warung Indonesia, antrean di depan Bank BNI dan Bank Mandiri yang begitu panjang, serta percakapan dalam bahasa Jawa.
Saat saya tinggal di Hong Kong sekitar tahun 1996 sampai 1998, sudah banyak juga penduduk Indonesia mengadu nasib sebagai tenaga kerja wanita (TKW). Mereka bekerja sebagai domestic helper atau pembantu rumah tangga di daerah istimewa di Tiongkok ini. Namun, ibu dan tante saya masih sering dikira orang Filipina yang masih lebih dominan.
Hari libur mereka sudah dikenal memang diisi dengan nongkrong bersama. Baik orang Filipina maupun Indonesia. Saling mengokupasi jembatan, pedestrian, pojokan-pojokan ruang publik, berbahagia bersama.
Bernostalgia
Dua puluh tahun kemudian, terlihat juga mereka dengan telepon genggamnya. Berjalan sana sini sambil menelpon voice call maupun video call. Ada yang dengan tongsisnya berfoto bersama, selfie bersama, masih dengan suasana sama.
Kata seorang kawan orang tua saya, yang Indonesia cenderung ada di sekitaran Causeway Bay, Victoria Park dan North Point (bagian Timur Hong Kong Island) sedangkan yang Filipina di Central (bagian Barat Hong Kong Island).
Saya ingat ada satu McDonalds dekat KJRI yang di mana saya dan adik saya suka minta makan ke sana sesekali. Jam pulang sekolah dari Sekolah Indonesia Hong Kong (SIHK) yang terletak di gedung sama dengan KJRI, kami mampir makan apalagi satu jalur ke halte bus pulang. Kadang bersama ibu, kadang bersama tante.
Kali ini, di saat memiliki pagi yang tidak terlalu sibuk dari workshop yang saya ikuti, saya pun bernostalgia ke sana di hari Minggu. Ya, itu Minggu. Ibu-ibu Indonesia sudah membludak ada di jalanan dan juga di McDonalds tersebut. Mereka ngerumpi sambil makan.
Suasana berasa ke McDonalds di Indonesia saja, tetapi dengan menu sedikit berbeda. Lantai 1 penuh. Namanya juga orang Indonesia, siapa yang mau naik tangga ke lantai 2? Setelah mendapatkan makanan, saya pun ke lantai 2, memilih duduk menghadap Causeway Road, jalan utama Causeway Bay.
Tidak jauh dari saya, dialek Jawa pun terdengar lagi. Namun, mereka sedang tidak makan. Mereka keluarkan toples-toples besar berisikan jajanan basah dari tas masing-masing. Mereka mulai menukar dan menaruh ke toples yang lebih kecil. Saya pun mereka-reka, untuk piknikkah? Untuk dijualkah?
Saya tidak dapat waktu mencari tahu apa yang akan dilakukan dengan jajan basah itu. Tetapi ada satu saat di depan Bank BNI dan Bank Mandiri itu, ada yang meneriakkan “Es teh! Es teh!” sambil mengayunkan beberapa plastikan minuman tersebut. Sepertinya ini sudah bagian dari kehidupan mereka juga, berjualan di keramaian di saat sempat.
Pemandangan ibu-ibu itu berlanjut di luar juga. Di seberang ada toko “Mobile Phone Direct Selling Center” dengan kata-kata bahasa Indonesia: Toko ini khusus buat orang Indonesia. Di sebelahnya ada kata-kata tagalog yang sepertinya sama. Dijelaskan di papannya bahwa toko itu melayani kartu telepon jarak jauh dan jual beli telepon.
Tempat itu penuh dengan ibu-ibu berhijab. Komunikasi, sungguh berarti untuk dicari, untuk berkabar ke negaranya itu. Menarik bagaimana toko itu benar-benar khusus untuk para pekerja rumah ini.
Hari Minggu pagi itu belum ada terlihat demonstrasi yang sedang berlangsung itu, yang dikatakan terjadi setiap akhir pekan. Namun, yang pasti, dunia Minggu pagi di Causeway Bay itu seakan bukan milik orang lokal, milik para pekerja imigran dari negara saya sendiri. [b]