Rencana reklamasi Teluk Benoa terus mendapat penolakan.
Kali ini, warga Desa Adat Kedonganan, Kuta Selatan yang menolak rencana reklamasi seluas 700 hektar di Teluk Benoa itu. Penolakan dihasilkan secara aklamasi dalam rapat adat hari ini.
Warga adat bersikap tegas menolak proyek reklamasi berkedok revitalisasi Teluk Benoa dari PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI).
Dalam rapat tersebut hadir sekitar 60 perwakilan enam banjar di Desa Adat Kedonganan yakni Banjar Pasek, Banjar Kerthayasa, Banjar Pengenderan, Banjar Anyar Gede, Banjar Ketapang dan Banjar Kubu Alit. Hadir pula pimpinan desa di antaranya Jro Bendesa Adat, Kepala Lingkungan, kelian adat, mantan lurah, penglingsir, ketua Lembaga Perwakilan Masyarakat (LPM), dan tokoh masyarakat Kedonganan.
Kelompok warga seperti Kelompok Nelayan Kertha Bali, kelompok Nelayan Putra Bali, Kelompok Nelayan Ulam Sari, Kelompok Nelayan Telaga Ayu serta perwakilan Pemuda pun hadir.
Sikap tegas menolak proyek reklamasi Teluk Benoa menurut Jro Bendesa Adat Kedonganan Ketut Puja, karena akan berdampak pada rusaknya lingkungan desa sekitar. Warga juga berkaca pada reklamasi Pulau Serangan yang mengakibatkan hilangnya Alas Kedonganan serta terjadinya abrasi di Setra Bajang.
“Kami sebagai warga Desa Kedonganan sangat merasakan dampak reklamasi Serangan. Sekarang Alas Kedonganan tempat kami melakukan persembahyangan hilang. Kami tidak mau terjadi kerusakan lagi dengan adanya reklamasi Teluk Benoa,” katanya.
Terkait rencananya reklamasi Teluk Benoa dan sudah ditolak melalui rapat Prajuru Desa Adat Kedonganan, Ketut Puja menegaskan, tentunya proyek tersebut akan merugikan khususnya areal pesucian Teluk Benoa yang merupakan kearifan lokal warga setempat. Selain itu, sebagai umat Hindu, warga nyungsung sesuhunan di Teluk Benoa Warga.
“Kami tidak ingin leluhur kami marah, dan Teluk Benoa merupakan kawasan suci. Kami tidak mau Teluk Benoa direklamasi, karena sangat berdampak secara kesucian, rusaknya lingkungan. Apa kata anak cucu kami nanti, ketika kami mewariskan alam yang rusak,” tegasnya.
Sementara itu, tokoh masyarakat Kedonganan dr I Wayan Merta Msi menyatakan, dalam rapat Prajuru Desa Adat Kedonganan secara aklamasi dengan tegas menolak reklamasi Teluk Benoa. Sikap penolakan reklamasi itu karena berbagai kekhawatiran muncul dari warga berkaca pada reklamasi Pulau Serangan yang sangat merugikan warga Desa Kedonganan.
“Alasannya terkait dengan kawasan suci, sebab Desa Kedonganan punya keterikatan psikologis dengan Alas Kedonganan di selatan Pulau Pudut. Warga kami meyakini Teluk Benoa adalah kawasan suci dan menjadi kewajiban kami untuk melindungi,” terangnya.
Suara penolakan juga datang dari para kelompok nelayan. Menurut salah satu nelayan, jika reklamasi Teluk Benoa terjadi wilayah jelajah tangkap dan hasil tangkapan akan berkurang. “Mereka kan yang paham betul kondisi teluk. Jika direklamasi, secara ekonomi mata pencaharian mereka makan hilang,” Merta menambahkan.
Alasan lain penolakan tersebut adalah ketimpangan pembangunan di Badung Selatan yang sudah sangat padat.
Warga juga khawatir, reklamasi akan menyebabkan kenaikan air yang nantinya merendam wilayah Desa Kedonganan, seperti juga dampak reklamasi Pulau Serangan.
“Wilayah kami sudah mengalami abrasi, seperti Setra Bajang itu sudah terkikis. Bagaimana kalau reklamasi Teluk Benoa dilakukan bisa tenggelam kami. Pemikiran warga kami kalau itu diurug nanti airnya akan ke mana dan bisa menenggelamkan kawasan kami,” ujar Wayan Merta.
Suara penolakan juga datang dari para pemuda Desa Kedonganan. Mereka sangat khawatir jika reklamasi terjadi karena sebagai generasi penerus mereka yang akan merasakan dampak kerusakan yang ditimbulkan.
“Para pemuda ini adalah generasi penerus kami, mereka sangat khawatir dan kami tidak mau mewarisi kerusakan akibat reklamasi Teluk Benoa. Sekali lagi kami tegaskan, Desa Adat Kedonganan menolak reklamasi Teluk Benoa,” pungkasnya.
Secara terpisah Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI) Wayan “Gendo” Suardana menyatakan, bahwa sikap dari Desa Adat Kedonganan adalah sejarah baru dalam pengambilan kebijakan pembangunan di Bali.
“Ini akan menjadi catatan sejarah di kemudian hari,” ujarnya.
Menurut Gendo penolakan reklamasi dari Desa Adat Kedonganan, menunjukan mayoritas masyarakat ada di pesisir Teluk Benoa menolak proyek ini. Sebelumnya sudah ada sikap penolakan reklamasi secara tegas dari Desa Adat Tanjung Benoa, Desa Adat Kelan, Desa Adat Kuta, Desa Adat Kepaon, Desa Adat Pemogan dan Desa Adat Sesetan.
“Artinya ada 7 desa adat penyangga Teluk Benoa yang secara tegas menolak reklamasi Teluk Benoa dengan dalih apapun termasuk dalih revitalisasi,” terangnya.
Gendo menambahkan, seharusnya pemerintah daerah dan pusat dapat melihat aspirasi ini secara obyektif sehingga tidak ada lagi upaya mewujudkan proyek reklamasi Teluk Benoa.
“Saatnya pemerintah menghargai Desa Adat sebagai kesatuan hukum masyarakat adat di Bali,” tandasnya. [b]