Teks dan Foto Wayan Sunarta
Ketika malam mulai merambati perbukitan beberapa anak nampak duduk di amben rumahnya. Mata mereka menerawang menembusi kegelapan malam di lembah Kedampal, tertuju kepada kerumunan cahaya jauh di bawah lembah yang berbatasan dengan lautan.
“Bintang-bintangnya makin banyak ya!” seru seorang anak yang nampak begitu terpesona dengan kerumunan cahaya yang berasal dari lampu-lampu kafe, restaurant, villa, hotel, rumah penduduk di wilayah objek wisata Amed dan Tulamben.
Menyaksikan bintang gemintang di lembah merupakan hiburan mereka satu-satunya ketika malam yang gelap gulita mengepung wilayah Kedampal. Banyak anak yang tidak tahu kalau cahaya yang mereka anggap sebagai bintang gemintang itu berasal dari lampu listrik. Kedampal, sampai saat ini, memang belum terjamah listrik.
Kedampal termasuk desa tua yang berada di bawah perbekelan Datah, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, Bali. Kedampal berlokasi di lereng timur Gunung Agung, sekitar 850 meter di atas permukaan laut. Jalan menuju ke Kedampal cukup terjal dan berliku-liku membelah lereng-lereng bukit dengan aspal yang rusak di sana-sini akibat tergerus air ketika banjir. Ketika musim hujan tiba, air meluap menggerus jalan aspal yang berlokasi di daerah rendah. Anak-anak pun jarang yang masuk sekolah kalau hujan tiba. Mereka takut dihanyutkan blabar, banjir bercampur lumpur yang datang dari lereng Gunung Agung.
Hanya ada satu sekolah dasar di Kedampal, bernama SDN 5 Datah yang berlokasi tidak jauh dari Pura Puseh desa adat setempat. Baru-baru ini dibuka sebuah sekolah menengah pertama, bernama SMP 1 Atap. Sekolah itu baru berjalan tiga tahun, masih menumpang di SDN 5 Datah. Tenaga pengajarnya juga masih menggunakan guru di SD tersebut.
Kedampal sebenarnya termasuk daerah yang sangat indah. Puncak Gunung Agung yang anggun terlihat sangat dekat. Udaranya sejuk, hutan-hutannya masih lebat dengan pohon besar-besar yang telah tumbuh ratusan tahun. Pemandangan lembah di sana sungguh memesona mata. Dari ketinggian lereng, bentangan biru lautan berpadu hijau lembah memancarkan keindahan tersendiri.
Namun yang ironis, sampai saat ini Kedampal, salah satu daerah miskin dan terpencil di Karangasem, belum bisa menikmati listrik. Penduduk menjalani kehidupan hampir dalam keadaan terisolasi dari banyak informasi dan hiburan. Karena tidak ada listrik, mereka tidak bisa menikmati siaran televisi. Baru-baru ini muncul sebuah televisi di rumah seorang warga di Kedampal. Listrik diperoleh dari sumber terdekat di Desa Datah dengan membentangkan kabel ribuan meter ke rumahnya. Meski agak susah menangkap siaran, televisi itu seringkali ditonton beramai-ramai oleh anak-anak dan remaja.
Beberapa warga mencari hiburan dari radio yang dihidupkan dengan tenaga baterai. Warga di sana juga jarang yang memiliki ponsel (telepon genggam) karena alat ches baterai tidak akan berfungsi tanpa ada listrik. Warga yang memiliki ponsel harus meminta/meminjam listrik ke banjar tetangga yang terdekat untuk menches baterai ponselnya.
Warga Kedampal memang sangat haus dengan hiburan. Baru-baru ini sebuah yayasan kesenian di Karangasem mengadakan pemutaran film di Jaba Pura Puseh Kedampal. Tenaga listrik diambil dari genzet yang khusus dibawa untuk kegiatan itu. Warga turun dari lereng-lereng bukit berbondong-bondong datang menonton film Wayang Cengblong. Meski tidak begitu mengerti dengan jalan ceritanya, karena mereka jarang nonton wayang, mereka nampak antusias menonton sampai film yang berlangsung tiga jam itu selesai diputar. Mereka tetap tidak mau pulang ketika panitia berkemas-kemas membereskan alat-alat pemutaran film. Mungkin mereka berpikir akan diputar film berikutnya sampai menjelang subuh.
Kalau ada odalan (upacara agama) besar di Pura Puseh atau pura lainnya, warga menyewa genzet untuk membangkitkan listrik dan menerangi pura dengan beberapa lampu neon yang hemat energi. Warung-warung sederhana yang banyak muncul saat odalan juga menyewa masing-masing sebuah lampu neon untuk menerangi warung ala kadarnya. Semua bersumber dari sebuah genzet.
Ketika malam, warga menggunakan penerangan dari lampu minyak tanah. Untuk memasak makanan mereka menggunakan kayu bakar. Ketika terjadi krisis minyak tanah, warga Kedampal yang paling kena imbas. Mereka harus berhemat menggunakan minyak tanah untuk penerangan di malam hari.
“Tanpa lampu minyak tanah, desa ini akan menjadi gelap gulita di malam hari,” ujar Ketut Giri, seorang anak muda dari Kedampal.
Sementara itu Wayan Daging, salah satu tokoh desa, menjelaskan bahwa mereka telah berkali-kali mengajukan permohonan listrik kepada pemerintah dan anggota dewan. Namun sampai sekarang belum ada hasil. Ada beberapa hambatan listrik susah masuk ke wilayah Kedampal. Antara lain, secara geografis wilayah Kedampal sangat sulit dijangkau, letak rumah penduduk terpencar-pencar, biaya yang dikeluarkan PLN tidak sebanding dengan pemasukannya. Maka kemungkinan permohonan listrik hanya akan membeku menjadi permohonan.
Ironisnya setiap akan menjelang Pemilu, banyak caleg yang mengunjungi desa itu mengumbar janji macam-macam. Bagi para caleg di wilayah Karangasem, terutama kecamatan Abang, wilayah Kedampal merupakan potensi suara yang lumayan besar untuk mendongkrak perolehan suaranya. Penduduk Kedampal berjumlah sekitar 470 KK atau 1950 jiwa yang menetap terpencar-pencar di tengah ladang dan lereng-lereng perbukitan.
“Jadi jangan heran kalau baru-baru ini banyak mobil mewah parkir di Kedampal. Mereka itu para caleg yang ingin meraup suara di Kedampal. Umbar janji ini-itu, namun satu pun tak terbukti,” ujar Giri dengan nada sinis.
Warga Kedampal hidup dari hasil bercocok tanam di ladang dan kebun. Hasilnya berupa jambu mete (musiman), ketela, singkong, kacang-kacangan. Mereka juga mencari kayu bakar di hutan dan menjualnya ke desa tetangga dan dipakai untuk keperluan sehari-hari. Anak-anak muda Kedampal banyak yang memilih merantau ke Denpasar dan Kuta. Mereka bekerja tanpa pendidikan dan keterampilan yang memadai. Maka pekerjaan yang dilakoni hanya sebatas menjadi pembantu rumah tangga, penjaga toko, buruh junjung, buruh bangunan.
Lalu, sampai kapankah daerah Kedampal akan gelap gulita tanpa listrik? Ini merupakan PR besar untuk pemerintah dan anggota dewan di Karangasem agar lebih sungguh-sungguh memerhatikan kehidupan rakyat jelata di pedesaan.
Ternyata masih ada daerah tersebut di Bali. Namun 850 m di atas permukaan laut memang cukup sulit aksesnya mengingat Bali sebagian besar dataran rendah.
pasti yg disalahkan krn geografis sulit mengaliri listrik. Kan pemerintah bisa menggarap energi lain, misal pembangkit listrik tenaga angin, mikrohidro, dll. Kok di konferensi2 presentasi tenaga alternatif spt ini heboh banget, bahkan gatel dgn teknologi tapi mana pelaksanaannya.
apalagi dengan skema proyek climate change yg seabrek skarang.
Yth. Bpk/Ibu/Sdr/Sdri
Dengan hormat,
Bersama ini kami, Indo Green Enterprise & Innovation, menawarkan solar panel system yang merupakan energi listrik alternatif berbasis tenaga matahari.
Solusi Energi Alternatif menggunakan Solar Cell yang memanfaatkan energi listrik tenaga matahari. Dalam hal ini Indo Green mendistribusikan :
1. Solar Cell/Panel : 10 WP, 20 WP, 30 WP, 40 WP, 50 WP, 60 WP, 80 WP, 120 WP, 130 WP, 220 WP, 240 WP, 260 WP
2. AKI/Accu : Super Gel 65 AH, Super Gel 100 AH, Super Gel 120 AH, Basah, Maintenance Free, Kering
3. SuperLED ACE (Penerangan Luar/Outdoor 40 W – 60 W dan 80 W – 120 W
4. Lampu Penerangan Jalan (PJU)
5. SuperLED Bulbs & Tubes
6. Solar Home System/SHS (paket umum dan pemerintah) serta Solar Power Plant
7. Solar LED Signal Lighting for Transportation Infrastuctures(Solar Warning Signal Light, Solar Navigation Buoy & Aviation Warning Light
8. UPS Outdoor
9. LED for factory, indoor and outdoor
10. Traffict light
Semoga bermanfaat dan atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Hormat saya,
M.Dody Haryadi, S.Si
Marketing Manager
Indo Green Enterprise & Innovation
Phone : 081311146119