Oleh: Frisca/LBH BWCC
Pagi hari di tahun 2023 di pekarangan rumah keluarga besar Nyoman S di Marga, Tabanan, perempuan berumur 47 tahun ini diserang kakak iparnya dengan celurit. Leher Nyoman S, seorang istri, ibu, dan mantu di rumah itu berdarah. Ini bukan kali pertama ia mengalami kekerasan. Sejak bertahun-tahun sebelumnya, kakak-kakak iparnya bersekutu memberi kekerasan psikis dengan berbagai tuduhan.
Salah satunya, Nyoman S difitnah berusaha mencelakai keluarga iparnya dengan black magic dan menguasai warisan keluarga. Pagi itu, Nyoman S yang bekerja sebagai buruh serabutan dan tamatan sekolah dasar, memutuskan langkah yang berani. Ia berani melawan, ia menolak diam dan tunduk ada kekerasan dan ketidakadilan.
Kekerasan yang dialami Nyoman S tergolong KDRT yang dilakukan oleh keluarga suami, yang didasari oleh pandangan misogini terhadap perempuan. Kasus ini akhirnya memberi efek jera kepada pelaku setelah melewati proses pengadilan di mana korban didampingi oleh paralegal dan LBH BWCC.
Bagaimana peran paralegal dalam kasus Nyoman S?
Ketika korban berani melaporkan kasusnya ke Polsek Tabanan, ia mendapati bahwa kasus ini harus melewati proses peradilan di meja hijau. Karena ketidaktahuannya akan hak-haknya sebagai warga negara untuk mendapat perlindungan hukum, korban memutuskan menghubungi kakak kandungnya untuk mencari saran.
Kebetulan sekali, kakak korban adalah paralegal yang dibina dalam komunitas perempuan LBH BWCC. kakak korban adalah perempuan petani tamatan sekolah dasar yang mendapatkan pelatihan paralegal di Kubu BWCC. Kakak korbanlah, selaku paralegal, menjadi jembatan yang menghubungkan korban dengan pengacara WCC untuk mendapatkan bantuan hukum secara gratis.
Mengapa kasus kekerasan ini bisa terjadi terhadap perempuan Bali?
Setidaknya ada dua alasan:
- Budaya guyub di Bali dengan kekerabatan atau menyama braya yang kental. Di satu sisi, ia bermanfaat karena menguatkan hubungan keluarga di Bali. Di sisi lain, keguyuban ini juga menjadi “senjata” dalam kasus kekerasan. Tidak jarang, KDRT dilakukan beramai-ramai, di mana pelaku didukung oleh keluarganya untuk bersama-sama menyerang korban.
- Perempuan Bali kerap dicurigai dan dibenci. Mereka dianggap sebagai dalang yang berniat jahat, memiliki kekuatan black magic untuk menghancurkan keluarga laki-laki demi kepentingan pribadi. Pola pikir misoginis ini boleh jadi berakar dari cerita Ratna ing Dirah yang dimaknai dari perspektif patriarkis.
Apa solusi kunci penanganan kasus kekerasan berbasis gender ini?
Solusi jangka pendek / mendesak:
- Keberanian perempuan sebagai korban/survivor untuk melawan. Perlawanan yang dilakukan bisa berupa menyuarakan permasalahannya, menyadari diri sebagai korban, mencari bantuan.
- Peran paralegal sebagai jembatan antara korban dengan lembaga bantuan hukum.
Solusi jangka panjang, mendasar:
- Menyadari pandangan patriarkis yang misoginis
- Mengubah pola pikir ini di tataran keluarga, salah satunya melalui pola asuh untuk memotong siklus kekerasan berbasis gender.
Kasus KDRT oleh keluarga suami yang dialami Nyoman S berakar salah satunya dari pandangan misoginis terhadap perempuan. Kasus ini tidak unik di Bali. Prasangka, tuduhan, dan kebencian terhadap perempuan banyak terjadi di masyarakat patriarkis di berbagai belahan dunia. Keberanian perempuan sebagai korban dan peran paralegal menjadi kunci penanganan kasus. Untuk jangka panjang, perlu adanya kesadaran masyarakat tentang pola pikir misoginis yang merugikan perempuan dan kesadaran memotong siklus kekerasan berbasis gender ini. Salah satu solusi jangka panjang adalah mengubah pola asuh agar lebih sadar gender dan keadilan.