Siang itu saya kedatangan tamu seorang teman di kantor tempat saya kerja di Semarang.
Ia seorang penulis aktif di kolom Surat Pembaca harian terbesar di Semarang. Namanya Suprayitno. Kami biasa memanggilnya Pak Supra. Dia sekretaris Forum Penulis Surat Pembaca (FPSP).
Jangan tanya soal kekritisannya melihat semua persoalan bangsa. Tulisannya di kolom surat pembaca juga cukup tajam, berani dan tanpa tedeng aling-aling. Pak Supra sekarang sedang menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Hukum sebuah universitas di Semarang. Saya tak tahu persis usianya, tapi jelas lebih senior dari saya. Tapi semangatnya untuk menempuh pendidikan tinggi boleh juga.
Siang itu ia bercerita kepada saya soal pengalamannya Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ke Bali awal Juni lalu. “Ini baru pertama kalinya saya ke Bali, Mas Win,” katanya membuka cerita.
Saya berharap mendengar cerita yang baik tentang Bali. Begitulah biasanya yang keluar dari mereka yang pertama kali datang ke Bali. “Benar kata orang, kalau pulau Bali itu seperti surga,” katanya melanjutkan. “Tetapi…,” katanya agak terhenti dan dan membuat saya menjadi bertanya-tanya. Ada apa gerangan?? Adakah yang salah pada Bali??
“Kenapa memangnya, Pak Supra?” tanya saya mencari tahu.
“Ketika saya berjalan-jalan di Kuta dan Tanjung Benoa, benar-benar keduanya adalah kampung internasional. Isinya orang asing. Dengan fasilitas pariwisata yang ada di sana, jelas konsumennya bukan untuk orang lokal,” katanya lagi.
Saya jawab memang seperti itulah kondisinya. Pak Supra kembali melanjutkan ceritanya. Baginya, tidak hanya konsumennya orang asing, tetapi pemilik fasilitas wisata di Kuta, Tanjung Benoa dan Nusa Dua, pastilah bukan orang lokal atau orang Bali.
Saya juga menjawab, begitulah kondisinya. “Kasihan orang Bali ya, Mas Win,” katanya kemudian.
Kata-katanya Pak Supra ini membuat saya teperenyak. “Kasihan kenapa Pak?” tanya saya balik.
Tersisih
Mengalirlah cerita darinya. Bagaimana soal posisi masyarakat Bali yang semakin tersisih. Hanya menjadi pelengkap saja dalam industri besar pariwisata. Bahkan pada sektor ketenagakerjaan industri pariwisata, posisi orang Bali juga pasti termajinalkan. “Pariwisata Bali bukanlah untuk orang Bali melainkan dari dan untuk orang asing,” kata Pak Supra.
Bagaimana tidak, semua fasilitas wisata dimodali oleh orang asing. Yang menikmati juga orang asing. Orang Bali mungkin cuma jadi babu. Bahkan bisa jadi cuma penonton.
Sementara itu, tanah Bali sudah banyak beralih kepemilikan. Lingkungan alam Bali juga semakin hari semakin rusak. Nyaris tidak ada manfaat yang cukup dan pantas yang dirasakan orang Bali. Hanya mengais dari sisa-sisa atau remahan kue pariwisata, sementara hak-haknya semakin hari semakin jauh berkurang. “Harusnya orang Bali bisa bersikap tegas,” kata Pak Supra lagi. Bersikap tegas untuk berani menolak segala sesuatu yang dimaksudkan untuk mengambil manfaat dari pariwisata tetapi kemudian menafikan keberadaan orang Bali sendiri.
Menurut Pak Supra, tidak perlu Bali terpancing membangun segala fasilitas pariwisata yang mewah. Biarkan saja orang Bali menyediakan fasilitas yang bisa disediakan dengan modal-modal orang lokal. Jadi tidak perlu mengundang investor raksasa. Kalau orang Bali modalnya cuma mampu buat hotel melati, ya biarkan saja yang tersedia di Bali hanya hotel kelas melati. Di samping menjamin kepastian bahwa modal akan menjadi milik orang Bali, wisatwan yang datang juga akan lebih terseleksi.
“Saya juga prihatin dengan kondisi generasi muda Bali yang kini tak lagi mau menjadi petani,” katanya melanjutkan. Padahal jelas basis kehidupan dan bahkan pariwisata orang Bali adalah pertanian. Dari cerita yang didengarnya dari para guide lokal ketika KKL itu petani di Bali kini banyak datang dari Jawa. Hilangnya petani, kemungkinan juga akan memposisikan pariwisata Bali tidak lagi menarik bagi wisatawan.
Saya tak banyak bisa berkomentar mendengar cerita Pak Supra. Meski hanya beberapa hari di Bali, ia sudah dapat menangkap apa sebenarnya yang saya gelisahkan ketika melihat perkembangan Bali. Menjadi semakin mengkhawatirkan bagi saya, ketika seorang yang sebenarnya bukan orang Bali bisa menangkap nuansa apa yang terjadi pada Bali dengan pariwisatanya.
Ini berarti, masalah di pulau Bali bukan lagi masalah tersembunyi, melainkan sudah menganga di depan mata. Masalah Bali dan pariwisatanya bukan lagi masalah yang bersemayam di bawah sadar manusia Bali, melainkan sudah menjelma menjadi sesuatu yang kasat mata.
Pertanyaan besar saya adalah, “Akan ke mana dan menjadi apakah Bali di masa depan?” Ketika tanah-tanah di Bali sudah tak lagi milik orang Bali. Ketika pertanian sudah menjadi hanya tinggal cerita pengantar tidur. Ketika para turis tak lagi mau berkunjunga ke Bali karena alam dan tradisinya yang sudah rusak?
Kata-kata “Kasihan ya Orang Bali” kembali terngiang-ngiang di telinga saya. [b]
Justru sebagian besar dari kita(masyarakat bali) yang menginginkan hal ini terjadi. bangga dengan pesatnya pembangunan pariwisata, padahal nikmatnya kue pariwisata hanya dapat dinikmati sebagian kecil dari masyarakat bali. selebihnya,, lingkungan,budaya bali menjadi taruhannya.
Fakta memang demikian kawan, karena pejabat publik di Bali tentu juga pusat memang tdk berpihak pd Bali, alias perijinan buat mrkpun dg mudah terlebih menghabisi lahan/ tanah warisan Krama Bali….adalah terhargakan semua kawan di negeri ini untuk tdk membeli tanah warisan yg menjadi milik krama bali, iya di kontraklah dan hasil kontakanya menjadi saham minoritas pd perusahan terbangun ! Dan berikut master problem yg juga menghancurkan Bali juga negeri indonesia kita…………………………………………………………………………………………………
Bt/ Bali Post Dan Cb/ Denpost Om Swastyastu. Kpk, Gusti ngrh dibia, made sumarata jujur, wayan ginawa, sutama, nang chekov, aa purnawijaya, bram wijaya, luh suci, yudi, panji, putu tara, andika, eka putri, sika purnama, wati ananta, dara setia, fera, arie, ayu wandira, jodog, wayan ginawa, guatama, alit, santa, stamen, arya adikara, gus ary, mahayadi, jegeg bulan. mangku ireng , bimasena, nang tualen, made wijaya, dex`s jun, arjun, gede biasa, yudi, pak okta, bu okta , dirga dkk: Eksekutip, legislatip dan yudikatip Indonesia sungguh pemalas ! Sampai saat ini belum juga menghukum mati koruptor minimal setengah milyard korupsinya yg jelas adalah keinginan kawan, sahabat, masyarakat global, apalagi segera laksanakan hukum tujuh turunan dari Tuhan bagi pejabat korup dan bagi calon pejabat bila korup yg adalah keinginan 96,5global fm Bali dkk, kalau di Bali tenar dengan Sumpah Cor dan di laksanakan di Pura-pura; bila kelak ada yang berani melanggar Sumpah Cor tersebut/ korupsi Niscaya yang bersangkutan jadi Debu ! dan tidak ada ketegasan agar Bbm harganya tetap atau turun wuah bahaya laten ini karena selama ini pemerintah kecil sekali mau dengar aspirasi rakyat, tak usahlah ada Blt kawan…cukup dihukum mati dulu koruptor…tak usah bahasa- bahasa simpati begitu…Ok !, juga tarif dasar listrik agar tidak naik.. belum juga ada kepastian, Geothermal Bedugul Bali belum juga DILURUG DENGAN LULUH BESI, HOTEL – HOTEL RADIUS 5KM DARI PURA – PURA YANG MELANGGAR BHISAMA BELUM JUGA DI BONGKAR, JAMINAN TIDAK ADA BOM DI BALI BELUM JUGA ADA YANG MAU JAMIN, JAMINAN BAHWA TIDAK ADA PABRIK NARKOBA DI BALI..BELUM JUGA KAPOLDA BALI MAU JAWAB…apalagi kapolri…, TERLEBIH JANJIKAN GRATIS PAJAK PETANI BALI KARENA BALI HAMPIR HABIS SESUAI HIMBAUAN WAPRES BUDIONO BALI POST MEI 2010 BELUM JUGA DI TEPATI! ha ha ha selamat bermalas – malas mr. belum – belum ! Hakim negeri ini, ingat jangan minta naik gaji, tentulah Pns terutama pak presiden lho ! Sebagai info pada semua bahwa pemerintah malas sekali ! Info saja ke semuanya kepada mr belum – belum/ pejabat publik dan aparat penegak hukum di negeri ini yang bertanggung jawab pada yang belum – belum dan terindikasi dengan sengaja membiarkan ! Inilah beberapa faktor pembohongan pada publik, jelas kawan, sahabat tentu masyarakat global memiliki fakta lain lagi ! Miranda Goeltoem kalau sudah korupsi minimal setengah milyard, ya kita eksekusi mati saja ! Jangan dieloni lagi !Sukma banget kawan, sahabat dan masyarakat global memforward ini kesiapapun di negeri ini, terlebih untuk apa pilih partai-partai yang tidak laksanakan ini ! Perhatikan ! Wisata Yeh Sanih juga Ulu Watu sudah di kelola oleh Desa pekraman/ Taruna-taruninya, aneh yang lainya masih di kelola partai tentu pemda dan pemkab mengetahui hal itu ! Terkesan ganas ! Padahal ada kepentingan yang lebih besar sesuai janji/ sumpah serapah..Mengerikan Hukum Kharma Itu ! Sekali lagi Sukma Brahman ini bisa tersampaikan ! Om Santih Santih Santi Om. Suksma banget. Btv, Rd genta sakti. Rri, Tvri, Rd Yudha Dps, Rd Ar Dps, 96,5 Global Fm Bali.
4 menit yang lalu · Suka
Bt/ Bali Post dan Cb/ Denpost Om Swastyastu Om Avighnam Astu Namo Shidam. Hi sahabat juga kawan global, kita sadar bahwa semua manusia bersaudara..made bimasena, nang apel gianyar Bali juga nang tualen, arjun Tabanan Bali Dkk sampaikan kami pasti datang ke tps ambil kartu dan coblos pinggiranya bingkai putih alias golput karena semua pejabat publik dan aparat penegak hukum negeri ini tak ikhlas berlaksana menepati janji ; janji pemerintah yang pantas dan baik juga aspirasi kawan, sahabat, masyarakat global yang etis, logis tentu pantas dan baik, biarkanlah mereka tamas, kasihan jualah jiwa-jiwa calon pejabat setelah menjabat nanti jadi penghianat rakyat dan Dewa/ Deva Kematian Membakar Roh Mereka; Secepatnya Hukum Mati Koruptor, Hukum tujuh ( 7 ) Turunan dari Tuhan pada pejabat korup juga calon pejabat bila korup dan Gratis Pajak Petani Bali sesuai wacana/ janji pemerintah, kami akan salut pada itu. Why not ? Mbak Sika Dkk informasikanlah pada semua ya dan..Suksma banget kawan, sahabat, masyarakat global..forwardlah kesemuanya tanpa kecuali lewat sms, email, fb, bbm. Semoga Hukum Mati Koruptor; Yang Tiga Diataslah Terlaksana dengan cepat..berbahagialah. Om Santih Santih Santih Om. Gusti ngrh dibia, made sumarata jujur, wayan ginawa, sutama, nang chekov, aa purnawijaya, bram wijaya, luh suci, yudi, panji, putu tara, andika, eka putri, sika purnama, wati ananta, dara setia, fera, arie, ayu wandira, jodog, wayan ginawa, wisnu, wayan berata, guatama, alit, santa, stamen, arya adikara, gus ary, mahayadi, jegeg bulan. mangku ireng, bimasena, nang tualen,sinda, wayan adnyana, nang apel, dekade bedulu, kak lenong,henny, yenny, made wijaya, dex`s jun, arjun, gede biasa, yudi, pak okta, bu okta , dirga dkk Btv, 96,10Genta Sakti Bali Fm, Rri, Tvri, Rd Yudha Dps, Rd Ar Dps Dkk 96,5Global Fm Bali.
Jumat pukul 19:20 · Suka
T.T miris…. ditambah lagi proyek underpass yang menghilangkan keBALIan-nya Bali, pajak tanah yg mahal (orang bali sendiri tak kuat bayar pajak sehingga tanah dgn mudah utk dijual ke investor), 10 tahun kedepan Bali jadi apa ya?? T.T
HIDUP BALI. KITA SEBAGAI ORANG BALI HARUS LEBIH BANYAK MENGAMBIL PERAN DALAM PARIWISATA DI BALI
Tapi biar bagaimanapun saya tetap memberikan Jempol bagi BALI , dgn hidup demikian mereka masih bisa mempertahankan adat dan agamanya dgn baek tanpa kekerasan. memang miris dan kompleks sekali BALI sekarang dgn Pariwisatanya yang semakin maju. Dimana pihak pendatang yang begitu memanfaatkan tanah Bali sedangkan Rakyat Bali masih berkutat kutat dgn adatnya yang begitu irasional. tanpa melihat perkembangan zaman skg ini. dan Bukan itu saja seluruh umat Bali tau bagaimana kemajuan Pariwisata ini mendapatkan devisa bagi negara sebesar 54% secara nasional masuk kekas Pusat. Tanpa memberikan sedikit pun Bagi Umat Bali untuk memajukan Umatnya? Hal itu sampai skg masih di perjuangkan dgn di bentuknya forum forum yang mengatasnakan Rakyat Bali menuntut hak bagi kemajuan Bali tapi apa yg di dapat skg??? hal itu masih tanda tanya besar bagi kami umat bali. Ketika Bali minta OTSUS juga tidak di dengarkan sama sekali. Hal ini bagaikan BOM waktu yang akan siap meledak di BALI yang melebihi BOM Bali 1 dan 2.
Satyam Eva Jayate”, “pada saatnya kebenaran lah yang akan menang”.Namaste.
http://kebangkitan-hindu.blogspot.com/
Benteng terakhir masyarakat Bali adalah Desa Pakraman/adat….. Oleh sebab itulah mari kita berdayakan dan optimalkan peran desa adat… klo ndak kita Orang Bali.. trus.. siapa lagi ???
persoalan itu sudah dari lama disadari namun tidak ada yang berani membenahi .. saya pernah mendengar celotehan seseorang bahwa sebaiknya Enyahkan Pariwisata dari Bali .. karena pariwisata bali menjadi Rusak.. yang sakral diperjualbelikan..
Klo mnurut saya, bukan dri pariwisatanya yg merusak.
Tpi dri oknum2 tidak bertanggung jawab.
🙂
sangat ironi kehidupan saat ini, akibat pesatnya transportasi dan permodalan, banyak orang bali yang tersisih dan bahkan merantau untuk bertahan hidup padahal satu sisi lagi banyak orang luar bisa menikmati pariwisata di bali
udah terlalu banyak orang yg ngomong tentang bali di masa lalu,saat sekarang dan gemana bali di masa depan tetapi tdk ada yg ngomong apa solusinya,kita sbg rakyat kecil hanya bisa bertahan klo bali emang hrs hancurlah termasuk orang2 yg ada di bali,skrg bali gak lg berbasis wisata budaya,wisata spa,surfing,diving,dll
karakter orang bali snang suryak siu jika saudara sesukunya buat usaha didesanya berlomba2 mengeluarkan aturan adat ..perarem banjar…memaksakan untuk minta utpeti pajak..? minta puluhan juta begitu sumbangan di gulirkan / mereka mengnggap gampang dapet duitnya dan mereka merongrong minta sumbangan lagi yg dari puluhan… menjadi ratusan juta ini saya alami sendiri dan anehnya dikwitansi di tulis menyumbang tanpa paksaan dari pihak manapun…padahal saya di adili di banjar jadi mental spiritual orang bali yg mesti diberikan pencerahan agar bisa hidup paras paros dg sesama bali sebelum dg komonitas di luar bali..rahayu..
@Agung : Tetap semangat, jangan loyo. Apa yang anda alami, orang lain juga mengalami. Kalau orang lain bisa sukses, seharusnya anda juga bisa
Betul sekali. Gambaran nyata tentang bikin usaha di Bali.
Mungkin karena pengurus adat kurang ada pendidikan/wawasan seperti apa orang berwirausaha.
Yang membawa pda kesimpulan, bahwa solusinya adalah meningkatkan kualitas orang bali. Tapi pemerintah lebih senang bangun hotel daripada bangun sekolah.
Bali Oh Bali, berikan pencerahan orang-orangmu untuk ingat akan kondisi ini, Orang2mu terlena dengan kemasyuran seni budayanya lewat Pariwisata. lupa dengan tata nilai kehidupannya tergerus oleh arus wisata hingga tak berdaya membentengi dirinya dari pengaruh wisata ini. Tanahmu, nilai kehidupan yg tertuang lewat adatmu,subakmu telah terkoyak , hanya menjerat orangmu sendiri tak berdaya dihadapan kapitalis yang bergelimang dolar. kesemua itu berdalih kesejahtraan dan kesempatan bekerja bagi orang2mu namun kesempatan untukmu hanyalah sebagai pencabut rumput, penjaga kandang, kurir untuk memenuhi hidupmu. Kesempatan lain sudah dirampas olehnya dengan dolar. Kesempatan2 itu tidak kaumiliki orang bali ?. Olehkarenanya kau orang2 Bali berhentilah terlena, bangun-bangunlah perjuangkan esensi2 kehidupanmu di tanahmu sendiri.
Selamat pagi sahabat, terimakasih saya ucapkan kepada sahabat yang sudah mau mengangkat Bali sebagai topik dalam sebuah perbincangan dan komentator dengan saran terbaiknya.
Sebenarnya sangat sederhana sekali jika ingin membentuk Bali itu dari sekarang dan kedepannya seperti apa,para Petinggi,Pemimpin dan Pihak-pihak terkat dalam membuat Undan-Undang apapun itu bentuk nya agar konsisten dalam penerapannya,dan tidak berubah oleh negosiasi karena adanya unsur uang(Money) dalam tawar-menawar perubahan suatu undang – undang.jika itu dapat diterapkan, niscaya Bali sekarang dan kedepannya seperti yang kita harapkan.(Bali tidak tergerus Modernisasi)
Pulau Bali telah di Kepung oleh investor dari segala arah. Pembangunan2 hotel di pinggir Pantai, Pembangunan Villa di mana2, Tanah Persawahan sudah banyak di Kapling. Jalan2 besar menerjang rumah penduduk, itulah Perubahan,,,,
Zamannya memang begitu.,,,
walaupun orang Bali ada yg jadi buruh/kuli kasar di Bali,,,,,tetapi tidak banyak….di luar Negeri Orang Bali ada yg jadi Boss (Pimpinan) dlm suatu Perusahaan,…
Saya yang “baru” 51 th di Bali merasa sedih, karena dulu saya sering melihat teman-teman di desa manyi (menuai) padi, tapi sekarang “tidak satupun pemuda dan wanitanya” mau manyi di sawah. Saya mencioba menlusuri dari Jembrana sampai Kr. Asem hampir tidak ada tenaga manyi dari saudara kita di Bali tapi dari teman-teman di Jawa (Banyuwangi, Jember dsb). Saya kuatir dengan semakin banyaknya alih fungsi lahan pertanian menjadi hotel, villa, perumahan dsb. maka subak tinggal jadi cerita anak cucu kita. Kebanggaan teman-teman Bali sebagai “pemilik/pencipta Subak?” akan terkikis. Jangan-jangan nanti setelah Subak tidak ada budaya Subak sebagai sistem pengairan tradisional yang ada di Bali digunakan dan dipatenkan oleh negara tetangga kita. Jangan salahkan kalau hal ini terjadi, karena kita tidak bisa melestarikan warisan budaya adiluhung kita
kasihan orang bali…itu komen dari orang non bali, bagaimana dengan orang bali sendiri??? beberapa sudah menyadarinya dan masih ada yg masih larut dalam kesesatan hedonisme lewat pariwisata…
terlalu banyak permasalahan pariwisata di Bali… satu2nya cara mengatasinya, kembali ke diri masing2. Ketika masing-masing orang memahami konsep ajeg Bali dan bersikap ajeg Bali, Bali akan tetap ajeg.
Jangan cuma bilang ajeg Bali, tapi lebih suka pizza daripada laklak. Ga mau nonton arja lebih seneng clubbing. Sibuk jualin tanah warisan buat beli mobil.
Ikut modernisasi wajar, tapi tidak harus sampai meninggalkan budaya kita kan. Makan pizza sah-sah aja, tapi kalo ga mau makan laklak karena gengsi, ya lama2 laklak jadi makanan langka.
Dan, ga semua aspek kehidupan di Bali pantas dijual demi pariwisata. Ga perlu membiarkan wisatawan memasuki area “private” di Pura demi menarik minat mereka. Di Pura, saudara2 kita sedang sembahyang jangan malah dijadikan bahan tontonan seperti di kebun binatang. Saya pribadi sangat tidak nyaman ketika ada wisatawan masuk ke area “jeroan” untuk menonton saat saya sedang bersembahyang. Rasanya cukup mereka yang tidak berkepentingan tetap berada di jaba saja.
Ada batasan, apa saja yang bisa dijual untuk pariwisata, jangan sampai harga diri pun dijual demi segenggam uang…
sadarlaaaaaaaaaaah wahai saudaraku, bangkitlah dri keterlenaan ini,jangan biarkan BALI hancur hanya karena selembar dolar, teguhkan imanmu dan kembalilah keasalmu sebagai orang bali yang jujur……..
Orang bali terlalu sibuk ngurus upacara dan status kasta/puri saja sih, sesama orang bali/indonesia sombongnya setengah mati, giliran liat bule/turis/tamu udah kaya ngeliat dewa…ya betul kata bapak diatas “kasihan orang bali…” … sudah saatnya orang bali melupakan kasta kasta buatan belanda, mari lindungi bali dari serbuan bule!!
benar tyng setuju…orang bali hanya sibuk dengan upacara dan mencari kawitan tapi banyan yang tak pedululi dengan kawitan yang ada di depan mata (ortu). berderma sangat2 jarang dilakukan. lihat para ibu2 di desa…tak sempat duduk memeriksa PR anaknya atau membersihkan rumah…terlalu sibuk pegang busung saja. bagaimana bisa cerdas kalau waktu dan pikirannya hanya ngurus banten, ngayah, kundangan dsbnya sehingga orang bali tidak sadar sudah dijajah oleh suku bahkan bangsa lain.
Hahahaha sebenarnya kan pemerintah yg tidak punya kepedulian apapun akan pariwisata Bali. Maaf, mereka cuma peduli uang. Sekarang proyek hotel baru semakin banyak di Bali selatan. Emangnya siapa yg ngasi ijin? Ijin bisa dibeli, anggota DPR pura2 peduli akan penyimpangan tapi ujung2nya kan minta duit sama investor.
Orang Bali itu rata2 jujur dan penuh dgn yadnya. Tetapi aturan pemerintah dan ketegasan pemerintah yg diperlukan. Orang Bali termajinalkan juga karena pemerintah. Contoh: pajak bumi bangunan untuk Kuta naik 300%, tidak bisa bayar pajak, ya tanahnya dijual aja. Trus perubahan nama sertifikat tanah waris juga kena pajak seperti jual-beli. Tidak bisa bayar pajak, ya kita jual aja.
Orang bule dengan gampang investasi padahal kita tidak tahu mungkin aja mereka money loundry. Villa, tanah, restoran, hotel 70% milik investor luar.
Jadi gak usah bangga jadi “orang Bali”, Bali menuju kehancuran kok. Kita sibuk menjadi “aura” Bali dengan yadnya, tetapi orang lain yang memetik buahnya. Orang Bali cuma dapat ampasnya. Jadi janganlah bangga jadi “Orang Bali”.
Coba deh masuk ke daerah pinggiran Kuta, Jimbaran dan Nusa Dua, tidak lebih seperti perumahan kumuh yang tidak mencirikan Bali. Pendatang datang membawa ideologi dan budayanya dan membuat keadaan yang semrawut. Pendatang dan investor luar itu kan seperti parasit, mereka cuma keruk uangnya dan tidak peduli dengan Bali dan budaya Bali yang menjadi PILAR pariwisata budaya.
Klo seperti ini, Bali sebaiknya menjadi Daerah Khusus seperti Aceh atau DIY atau PAPUA. Apa DPR asal Bali peduli ini?
Memang banyak masalah Bali yang terjadi selama ini, grand design Bali sebagai mesin turisme sudah didesain sejak jaman kolonial lewat program Bali seering, kemudian diteruskan oleh orde baru sebagai pabrik uang orang-orang pusat. Orang Bali seperti tidak punya kedaulatan di negeri sendiri. mulai dari demen meconggrah jak nyama sampai bermental parekan baik pada golongan penindas lokal maupun asing. masalah Bali cuma bisa diselesaikan oleh orang Bali sendiri. Cuma perbaikan SDM lah yang menjadi solusinya sehingga akan banyak lahir orang Bali yang berjiwa mahardika sebagai warga NKRI. Anggaplah yang terjadi selama ini adalah pembelajaran. setelah banyak orang Bali yang sadar semoga orang Bali bisa menjadi berdaulat di negeri sendiri dan jangan sampai jadi betawi ke dua.
Membaca Tulisan ini, seperti menggigat diskusi kecil di LBH-Bali 15 or 16 th yg lalu, saat itu tergetar hati ini miris pada kondisi berada di linkungan aktifis dan kaum yg tidak menikmati Industri Pariwisata, namun 3 atau 4 tahun ini ada di lingkukan org2 Bali yg menikmati Bali sebagai Industri Pariwisata ternyata sudut pandang yg sangat bertolak belakang. dan saya setuju dengan tulisan diatas yg mengatakan tidak semua kok Orang Bali jadi Buruh, contoh sawah2 di bali banyak di garap oleh buruh tani dari jawa, dan di luar bali banyak org Bali yg sukses, dari 2 pengalaman itu saya melihat hidup ini soal persaingan dan bagaimana kita memandang pesaingan itu, kita mo ikut menjadi bagian yang menikmati atau hanya jadi penonton juga pilihan. hal seperti ini akan terus bergulir dari tahun dan abad ke abad, sebagai contoh simple dan mungkin hanya suatu kesimpulan pribadi , sejak jaman kerajaan bahkan sampai saat ini, kerajaan2 bali atau pun di jawa yg tetap maju dan eksis adalah kerajaan yg dekat dengan pihak asing. :).. maaf jika tulisan saya berantkan .. maklum bukan penulis, hanya berbagi pengalaman dan sudut pandang saja..
Gak boleh Rasis gitu dong pikirannya……
Tidak ada Bali .. tidak ada Jawa.. Tidak ada Lombok..
Kita ini Satu INDONESIA…. Kita semua sejajar… tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih rendah…
Warga Bali aseli juga banyak yang merantau di jawa… disana juga gak di larang-larang beli tanah kok..
jangan lupa
BALI itu gak punya pembangkit Listrik…. apa mau BALI jadi gelap gulita..?
Janur yang dipakai di Bali juga banyak yang impor dari jawa….
Kebutuhan pokok warga Bali juga banyak yang dipasok dari luar…
dan hukum alam memang sudah menggariskan bahwa yang bisa bertahan itu adalah yang paling gigih berjuang….
So mari kita berjuang untuk hidup yang lebih baik….
gak usah rasis lagi pikiran nya…
kalau mikir kasihan.. di jawa juga banyak yang kasihan..
bahkan di surabaya sampai ada yang tinggal di kuburan… http://www.tempo.co/read/beritafoto/3391/Menumpang-Hidup-di-Pekuburan
hayo.. mana yang lebih kasihan…
Jika kita tidak memaksakan diri untuk menyikapi kehidupan dengan gigih berjuang dan berusaha… maka kehidupan akan terasa sangat keras…
hanya orang-orang yang gak mau berjuang dan bekerja keras yang akan tersisih dalam persaingan kehdupan ini…
persaingan hidup itu adalah suatu keniscayaan….
orang jawa mau datang jauh-jauh ke bali hanya untuk bekerja di laundri, dengan penghasilan 600 ribu per bulan..
apa orang bali ada yang mau datang ke jawa untuk kerja di laundri, dengan penghasilan 600 ribu per bulan….
padahal biaya hidup di bali jelas jauh lebih mahal daripada di jawa…
sebenarnya alam sudah mengatur, dengan seleksi alam.. bahwa yang lebih gigih berjuang akan lebih sukses daripada yang tidak gigih berjuang..
Orang bali yang sukses di tanah Jawa juga banyak…
Orang bali yang sukses di tanah Bali juga banyak…
tapi gak di ekspose dengan seimbang..
Jadinya Tulisan di atas bukan malah meningkatkan semangat untuk Bekerja keras dalam memajukan Bali…
Tapi Meningkatkan Semangat Untuk Berlaku RASIS dan DISKRIMINATIF pada pendatang…
Padahal kita sesama Warga Negara Indonesia… yang bukan hanya bertugas memajukan Bali, tapi juga memajukan Indonesia dan Menjaga keutuhan negara ini
@love denpasar : saya nggak ngerti nih.. tiba-tiba anda bicara soal rasis. Tetapi jika tulisan ini kemudian menjurus ke urusan Rasis, sebagai penulis saya meminta maaf. Hanya saja saya pikir apa yang kita diskusikan ini justru ingin mengajak kita bersama berfikir bahwa yang bisa memperbaiki Bali ya… orang yang tinggal dan menetap di Bali. Mereka yang merasa memiliki Bali. Kita ingin mendorong agar ada kepedulian terhadap tanah Bali. Menjaga Bali itu juga secara tidak langsung akan menjaga keutuhan negara Indonesia. Menjaga keberagamannya.
Saya sudah berusaha untuk tidak memposisikan secara diametral antara penduduk asli ataupun pendatang. Bahkan justru yang mengatakan “kasihan orang Bali” itu kan orang Jawa (teman saya yang bernama Pak Supra). Konteksnya adalah ketika orang Bali (yang juga orang Indonesia) lemah bila berurusan dengan gelimang dollar. Jadi nggak ada urusan rasis dalam diskusi ini. Kalau ada, mohon di abaikan saja. Kita tetap bangsa Indonesia yang selalu harus bersatu menjunjung NKRI.
kalau urusan memperbaiki.. bukan hanya Bali yang harus di perbaiki.. semua juga harus di perbaiki.. dan indonesia pada umumnya juga harus diperbaiki… (biasanya para motivator menyarankan perbaikan itu dimulai dari diri sendiri, dimulai dari hal yang kecil, dan di mulai dari sekarang)
Tugas kita sebagai makhluk Tuhan hanyalah bekerja keras… memberikan yang terbaik untuk keluarga, masyarakat dan bangsa, kita memberikan kenangan yang indah bagi anak dan cucu kita, sebagai generasi penerus bangsa…
mereka akan mengenang kita sebagai orang-orang yang bekerja keras… Gigih dalam berjuang, dan pantang menyalahkan keadaan… (apalagi menulis tulisan yang provokatif dan menanam rasa iri kepada orang lain yang lebih sukses)
Harusnya Masyarakat Bali itu justru BANGGA, bisa menyediakan lapangan pekerjaan bagi saudara mereka yang ada di jawa dan Lombok. bisa menjadi tujuan wisata bagi saudara-saudaranya di jawa dan lombok di musim liburan…
Persaingan dalam berusaha itu wajar, kapanpun dan di manapun hal itu pasti akan terus terjadi, karena itu adalah suatu keniscayaan..bukankah dengan persaingan pula kita menjadi semakin dewasa dalam bersikap dan semakin sadar akan arti penting strategi menghadapi kehidupan, berlaku hemat dan bekerja keras.. ??
dalam persaingan selalu ada yang menang dan sudah tentu pula ada yang kalah… ini sudah takdir dari Tuhan YME.. (jangan ada yang menyalahkan pendatang, apalagi menyalahkan Tuhan)
masih ada kesempatan bangkit dan berjuang menuju kehidupan yang lebih baik….
saya mendambakan masyarakat Bali yang Selalu Optimis.. dengan bekerja keras dan berhemat untuk mempersiapkan hari esok yang lebih baik…
love denpasar : menurut saya dan ini menjadi semangat saya dalam menulis tulisan di atas adalah sebagai bentuk introspeksi diri. Saya menghindari menyalahkan siapapun, kalaupun harus menyalahkan, maka yang harus disalahkan ya diri kita sendiri. Tulisan dengan judul “kasihan orang Bali” itu sebenarnya kan ingin memotivasi orang Bali untuk bangkit. meneguhkan jati dirinya, sadarlah bahwa masa depan Bali itu ya kalau tidak orang bali, siapa lagi yang akan bertanggungjawab. Itulah makna dari kata tanah air, dimana kita dilahirkan. Darimana kita minum airnya dan hidup diatas tanahnya. Bahwa jika alam bali mengalami kerusakan, maka orang bali yang harus menanggung akibatnya. Mereka yang tidak lahir dan atau tidak hidup di Bali juga akan ikut menanggung akibatnya tetapi mungkin tidak sepenuh tanggungjawab mereka yang lahir dan atau hidup di Bali.
Tulisan tersebut memang fokus pada perhatian soal Bali. Nah,,, kalau lain waktu kita mau bicara soal Indonesia ya saya tulis soal bagaimana memperbaiki Indonesia. Jika Anda berkenan anda bisa mengakses blog saya di winatalyka.blogspot.com. ada beberapa tulisan juga yang menyoal tentang keprihatinan saya tentang keadaan Indonesia.
Saya memandang bahwa kebangkitan kesadaran orang Bali akan tanah kelahirannya akan membangkitkan juga kesadaran yang sama di daerah lain untuk kepentingan nasional yang lebih besar tentunya. Bukan dalam konteks konflik melainkan dalam konteks kesadaran bahwa kita harus sadar sebagai sesama bangsa Indonesia dalam menjaga kepentingan Indonesia di dalam tataran global. Tanpa adanya kesadaran, maka posisi kita hanya akan menjadi biduk yang di ombang ambingkan dalam lautan globalisasi dimana anak-anak muda kita lelap dalam gelimang pola-pola hidup yang tidak produktif. Sementara orang-orang dewasa sibuk dengan ritus-ritus spritual melupakan kesalehan-kesalehan sosial. Bahwa ada kesadaran soal jati diri yang harusnya di bangun.
@lovedenpasar : saya rasa tidak ada yang rasis disini. Saya rasa tidak ada yang salah dengan tulisan ini. Sebagai orang Bali saya merasa tulisan ini sangat berguna, memberi gambaran kepada orang orang Bali tentang keadaan sekelilingnya sehingga orang orang Bali bisa mengambil langkah langkah terbaik menyikapi perubahan lingkungannya. Sama seperti seorang dokter yang berkata kepada saya ” Anda ini kelebihan kolesterol”. Kalau kemudian saya aktif berolahraga dan mengurangi makanan berlemak, maka itu adalah reaksi saya untuk menyikapi keadaan tsb.
Apakah di negeri ini dilarang kalau kita menceritakan suatu keadaan kepada orang lain (selama hanya menceritakan secara benar, tanpa ada hasutan)? Saya melihat dalam tulisan di atas, penulis hanya bercerita, tidak ada hasutan, tidak ada rasisme. Jadi sama seperti penulis, saya tidak mengerti jalan berpikir anda. Biarkan orang orang Bali mendengar cerita / masukan. Bukankah di negeri ini tidak ada UU yang melarang kita mendapat masukan dari pihak lain. Biarkanlah orang orang Bali sendiri, yang setelah mendapat cerita / masukan tersebut, memikirkan apa langkah langkah yang akan dilakukannya. Apakah orang orang Bali akan diam saja atau aktif berwiraswasta atau akan bagaimana, biarkanlah orang orang Bali yang menentukannya
@lovedenpasar : kalau penulis ingin memperbaiki bali, biarkanlah beliau memperbaiki Bali. Kalau penulis ingin memperbaiki Indonesia, biarkanlah beliau memperbaiki Indonesia. Saya merasa sedikit aneh dengan tulisan anda di atas “kalau urusan memperbaiki.. bukan hanya Bali yang harus di perbaiki.. semua juga harus di perbaiki.. dan indonesia pada umumnya juga harus diperbaiki… (biasanya para motivator menyarankan perbaikan itu dimulai dari diri sendiri, dimulai dari hal yang kecil, dan di mulai dari sekarang).
Saya rasa kita tidak berhak membatasi apa yang akan dilakukan seseorang selama tidak bertentangan dengan peraturan hukum atau norma. Motivator pun hanya sebatas menyarankan. Sama seperti saya yang sekarang bersama teman teman saya berupaya memodernisasi IKM IKM di Bali, seorang teman di Jakarta yang mengetahui rencana saya kemudian berkata ” Kenapa cuma di Bali, kenapa nggak seluruh Indonesia aja ?”. Saya lalu berkata “Gue kepengennya di Bali. Saran loe bagus juga, tapi gue pengennya di Bali. Temen temen gue juga pengennya di Bali”
hati-hati saja jangan nanti seperti nasib orang melayu di singapura yang kian hari makin tesisihkan.
bagi saya orng yg bodoh ini melihat bali bagikan melihat kebun binatang. sebuah kebun binatang yg dikelola untuk bisnis. orang yang datang untuk melihat monyet,gajah,burung ,dll harus membayar di loket.harga karcisnya tentu mahal. uangnya sudah tentu menjadi pengelola kebun binatang itu. wah untung banyak nich….
trus ,monyet,gajah,burung,paling-paling dikasih pisang a bulih sube kendel kenehne…disuruh jungklang-jungkling trus dikasih pisang dan tepuk tangan….
……mirip keto be orang bali sekarang, dadi monyet dkk,dikasih pisang a bulih.
orang bali bangga ada hotel di desanya karena warganya bisa jadi babu,dikasih
uang untuk renovasi pura,ngelah timpal bule.
….trus pipise kije? ya gelah orang asing toch,cuma numpang lewat di bali. apang nak bali nawang ken madan dolar,euro,yen….
……hidup bangsa babu……
betul nika dayu….orang bali hanya jadi babu….di desa tyng banyak tanah di pinggir sungai dibeli dan dibangun villa oleh orang asing. sementara warganya jadi babu di sana. tapi orang2 tua sangat bangga di daerahnya ada bule.
betul dayu.. sepertinya memang mental kita sebagai orang bali yang mesti dirubah agar bisa fight dan survive.
Saya sangat senang membaca tulisan saudara Winata. Ini adalah sebuah renungan / introspeksi bagi saya (Orang Bali), bagi kita (Orang Bali) seharusnya menyikapi keadaan sekarang, sehingga tidak menjadi orang Betawi ke dua.
bli bli samian kalo tiang bole saran, jng kebanyakan NGEBACOT bli. kebiasaan orang bali yang saya sangat sayangkan, mereka TAU keadaan daerah nya, bilang miris lah itu lah ini lah. tapi mereka CUEK. kontribusi nya pun hanya dalam PEMIKIRAN saja bli.
Anda pekerja HOTEL? MANAGER HOTEL? atau GM HOTEL? tau dikasi MAKAN orang bule / luar BALI pun anda DIAM dan BANGGA?
Punya tahan DITAWAR MILYARAN, anda kasi lepas buat orang LUAR BLI.
ampura kalau saya frontal kata – katanya bli, saya juga sangat miris melihat keadaan dibali. TAPI saya sangat berusaha paling tidak untuk berkontribusi walaupun kecil, tapi sayang nya sampai sekarang kontribusi saya untuk bali masih blm ada apa2 nya. semoga kedepan saya bisa lebih bnyk berkontribusi kepada BALI.
Idealisme saya tinggi, saya pun berani dibayar cukup mahal (untuk ukuran saya) oleh perusahaan luar untuk bekerja dibali, tapi saya lebih memilih untuk bikin usaha sendiri dan mempekerjakan orang lokal atau paling ga saya berusaha mencari orang lokal.
saya bukan anti orang luar, saya pun juga dulu pernah merantau keluar bali, tapi saya rasa proporsi kepemilikan orang bali terhadap daerah nya sendiri semakin lama semakin kecil.
sungguh kasihan BALI memiliki warga seperti bli bli sekalian yang hanya bilang prihatin tanpa kontribusi apa – apa bli.
Suksma
Setuju bli Agung, setidaknya sebagai krama bali kita py kontribusi. Tp syg itulah yg menurut sy sdh tidak ada. Sy melihat BALI seharusnya bs menjadi tempat yg istemewa. Kita py pulau sendiri, bahasa daerah sendiri, adat sendiri, budaya sendiri dan bahkan agama mayoritas sendiri. Seharusnya kita bisa mengelola daerah ini menjadi sangat menakjubkan karena beberapa keistimewaannya sendiri.
Tapi memang pemimpin2 di bali yg notabene adalah org bali dr dulu hanya mementingakn dirinya sendiri, munafik dan tidak ada niat untuk memberikan sedikit kontribusi agar bali menjadi istimewa. Sehingga perkembangan bali tumpang tindih, tidak teratur, macet dan tidak memperhatikan alam.
Saya sendiri pesimis dgn Bali dan skrg memilih untuk merantau di Sulawesi dan mungkin jg belum pernah berusaha memberi kontribusi apa2. Semoga ada lebih banyak org2 seperti bro Agung yg siap memberi kontribusi nyata buat BALI.
Bagaimana ga kasihan orang Bali?Sebilang sangkep di banjar,omongannya pembagian uang hasil jual tanah adat..datang investor mau beli tanah,langsung sangkep ngomongin harga dan pembagiannya,bukannya ngomongin gimana cara biar tanah itu bisa menghasilkan uang tanpa harus berganti kepemilikan..
Saya cuma anak muda,setiap ngeluarin pendapat di rapat banjar ga pernah didenger..
Anak muda Bali sekarang juga sama aja,maksa-maksa orang tuanya jual tanah untuk hidup mewah,sekolah ga mau,kerja ga mau,maunya dapet duit gampang aja..
Ga usah nunggu lama,jeg benyah be gumi Bali!!!!
Suksma
Semua tergantung penguasa
Bali lebih indah apa adanya,, bukan karena ada apanya, seperti Gedung-gedung yg mewah…. 🙁
CaArik linggah mentik beton, 🙁
Mohon maaf kalau comment saya ini agak keluar dari topik.
Beberapa saat yang lalu, untuk kesekian kalinya saya mengunjungi Bali.
Ada satu hal yang sangat mengganggu dan saya merasa miris campur kesal.
Kenapa kalau wisatawan lokal datang ke salah satu toko/shop/gallery selalu dianggap “sebelah mata” oleh oknum karyawan/pekerja tempat2 tersebut. Bertolak belakang apabila yang datang itu adalah wisatawan non domestik.
Apakah mungkin dipikirnya kalau wisatawan lokal itu semua berkantong cekak? Apakah dipikirnya semua wisatawan non domestik itu berkantong tebal?
TEPAT!!!
Seperti dugaan saya,sejak terahkir kali ke bali tahun 2010 saya sdh memprediksi bali akan hancur dari segi tata kota,sosial,ekonomi,dan budaya,,bali sudah banyak berubah dan perubahanya tak teratur dan tidak terkontrol!!!
Saya bukan orang bali, tapi saya cinta bali. Saya memang belum lama tinggal di bali baru saja 2 tahun berjalan, namun banyak benarnya kenyataan tulisan diatas, bagi orang bali jangan anda tersinggung jika penulis menuliskan ini, malah seharusnya berterimakasih karena dengan adanya tulisan ini bukan hanya orang bali saja namun setiap penduduk indonesia yg tinggal dibali harus menjaga bali yg seutuhnya. Mirisss saya melihatnya banyak bule dsni bagi saya bukan suatu kebanggaan bagi pribadi saya karen secara tidak langsung mereka telah menjajah kita dari segala sektor ditambah lagi ormas2 yang lebih berpihak kepada asing dibandingkan saudara setanah airnya Indonesia.
sebenarnya simple aj kawan, kita sebagai orang bali hrus sadar akan itu, maka dari itu kita memikirkan bagaimana caranya menciptakan pariwisata kedepannya tanpa mempegaruhi ekosistem, budaya, dan kelestarian bali itu sendiri sehinnga pariwisata dan kelestarian bali balance dan menguunkan sumber daya manusia nya yang ikut serta memmperbaiki pariwisata itu sendiri, menurut saya di samping pemerintah kita lah masyarakat yang sangat berperan di dalamnya, yang paling penting adalah kesadaran dari masyarakat itu sendiri.
Saya rasa solusi dari semua apa yg tertulis di atas adalah kesadaran dan keinginan dari sang pemimpin untuk bisa berbuat atau bertindak sesuai dg apa yg di katakan “pemimpin rakyat” bukan “pemimpin para konglomerat”,yg mana seharusnya sang pemimpin betul – betul memperjuangkan,memberdayakan dan memajukan masyarakat.
namun kenyataan yg ada adalah san pemimpin menjadi “pemimpin parakonlomerat” yg mana hanya mengedepankan kepentingan para konglomerat.bukti nyata adalah banyaknya keberadaan minimarket memiliki jarak sangat dekat antara minimarket yg satu dg yg lainnya,yg mana nyata – nyata ini merupakan pelanggaran,karena bisa berdampak pada “matinya” perekonomian rakyat kecil dalam hal ini masyarakat pelaku pasar tradisional karena toko atau usaha mereka mati dengan hadirnya mimarket yg menjamur di mana – mana tana di atur keberdaannya oleh pemerintah.
Apakah sang pemimpin tidak punya kekuatan untuk mengatur semua itu agar adanya suatu kebijakan baru yg di buat tanpa harus menimbulkan suatu masalah baru di lingkungan masyarakat,atau hanya tidak ingin memakai kekuatannya untuk org – org kaum kapital dan sang pemimpin dg mudahnya memakai “kekuatan” nya hanya untuk kaum tradisional atau masyarakat bawah??
suatu tanda tanya besar kan…!! sebenarnya semua akar permasalahan berasal dari sang pemimpin,karena seorang pemimpin lah memiliki tugas dan kewajiban dalam hal ini di barengi dengan dukungan dan kesadaran masyarakat untuk menjalankan aturan yg telah di buat guna menciptakan kemakuran dan kemajuan bagsa dan negara.
tiang ten munafik tapi tiang pernh juga lama kerja di pariwisata Karena di pikiran orang2 termasuk tiang, kerja di perhotelan/pariwisata walaupun babu itu “keren”… jadi menurut tiang permasalahannya adalah pada pola pikir, ga ada yang suka jadi ”BOZ” (tentu dngan berbagai alasan) semua pengen jadi babu, anak2 sekarang sekolah tinggi2 sampai jual sawah dan ladang cuma biar bisa jadi babu, coba modalnya itu dipakai buat usaha, saya rasa jauh lbih bermanfaat.
STOP DEBAT mari ACtion.
semua pendapat benar menurut pola pikirnya sendiri sendir,, tp yang terpenting pemikiran yang rasional dan tindakan rasional juga untuk menjaga alam bali dan mensejaterakan rakyannya yang didukung oleh pemimpin kebijakan (pemerintah) yang eling dan selalu mulat sarira
masyarakat Bali ! Jangan biarkan surga kita dirusak oleh orang Asing ! Kutitipkan surga kita kepadamu !
Do’aku menyertai setiap langkah pergerakanmu melawan mereka.
Yah beginilah kalau “Bali untuk Pariwisata”…tanah Bali yg kaya akan budaya dan agama hanya sebagai pelengkap bukan sebagai benteng dalam gempuran industri feodalism pariwisata. Dukungan pemerintah terhadap Investor asing bermodal sekarung-karung duit pun menambah perusakan Bali yg berkonsep Tri Hita Karana…Say No To Pemimpin yang menjual Bali
om swastyastu,,
fakta,, inilah fakta,, dengan uang masyarakat menjadi buta..
orang BALI kalah mempertahankan warisan. Jika ingin melestarikan,, tetaplah jaga keasliannya. Kretif boleh kreatif,, namun perhatikan kondisi sosial masyarakat asli.. Masih banyak ide kreatif untuk mengembangkan pariwisata tanpa membunuh secara perlahan seperti wacana di atas. Penting adanya suatu sosialisasi yang bersih (bebas pengaruh negatif) dengan pihak warga asli BALI terlebih dahulu untuk pembangunan ke depan.. Orang BALI tidak boleh juga terus berkata: ” nah,, depang gen be,, karma phala lakar mejalan”,, tapi harus berani menolak pngembangan yang kurang optimal tersebut..
ASTUNGKARA: BALI MASIH TETAP AJEG 😀
Numpang comment siki jero, ,,,,!
Pas sekali niki cerita,, untuk berapa lamakahbali bisa bertahan jadi tempat incaran para international tourists???
Maaf..bukan hanya orang asing yang dapat merusak segala sesuatu tentang bali..tetapi para pendatang lokal yang menetap disana juga sangat berpotensi mencoreng nama harum bali.dengan gaya preman nya sesuka hati bertindak dan berbicara..sungguh memalukan..tidak seperti orang bali asli yang masih ada sopan dalam berkata..sedih…
numpang share yah,, saya baru saja liburan dari bali,,, saya tinggal di losmen yang memang masuk gang gitu,, dan penduduk sana banyakan org bali,, kadang banyak banget preman atau penjual penjual yang kurang ajar banget,, jujur saya kecewa,, karna dulu tidak pernah kejadian seperti ini,, dulu org nya ramah dan baik skali… skrg sdkit brubah,, mungkin memang ada minoritas org bali sperti ini,, tapi hal ini membuat kita tidak nyaman,,, saat wanita indonesia lewat mereka meneriakkan yang menurut saya tidak lazim,, spert “masih perawan ya?yuk main” atau “udah di coblos blom? klo blom sini saya coblos” bahkan saya sndri mengalami saat berjalan kaki,, tiba tiba ada 2 pemuda naik mtor dan menepuk pantat saya dri blkng,, skrg bali gak kayak dlu,, syg bgt kan wisata yang bagus dan destinasi internasional., rusak karna warga bali sendiri
Miris…. ditambah lagi proyek underpass yang menghilangkan keBALIan-nya Bali, pajak tanah yg mahal (orang bali sendiri tak kuat bayar pajak sehingga tanah dgn mudah utk dijual ke investor), 10 tahun kedepan Bali jadi apa ya?? T.T
Selama para pemimpin lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan umum. Selama itu juga kita sedang berjalan menuju kehancuran. Di mana pun itu.
Klo mnurut saya, bukan dri pariwisatanya yg merusak.
Tpi dri oknum2 tidak bertanggung jawab.
🙂
Bertindak bli,mbokgek,pak,buk sekalian..ulian bertahun-tahun diskusi dogen dini,ape ye kel pragatang anggon Bali ne? balik ke pribadi masing-masing..ape gae,to kel bakat nyanan..
mari berbuat untuk Bali
orang bali harus kuat, saya sangat tidak respect terhadap para penua bali yang mengatakan kaden dadi nak belog, itu bahasa pembodohan, sekolahkan anak setinggi mungkin, atau anaknya sendiri yang berusaha kalau orang tuanya sudah tidak mampu, jangan pang kuale megajih, generasi muda harus bangkit dan mengambil peran di perusahaan di Bali, semangat pemuda BALI!!!
sayangnya pemimpin BALI sekarang sudah kehilangan ke-BALI-an nya. asal be ngenot pis, maan komisi tinggal acc tanda tangan proyek, Rakyat kecil dibawah pada teriak2, toh para pejabat dan pemimpin BALI gejir2.tutup mata tutup telinga lebih mementingkan para Investor
kesalahan memilih pemimpin daerah yg matan pipis, menggunakan kekuasaan utk kepentingan keluarga dan kelompok saja, orang2 spt inilah yg sebenernya akan menghancurkan Bali, pejabat tapi bermental calo, tdk punya visi kemana arah pembangunan Bali kedepan yg sesuai dengan budaya dan agama, mrk cuman berpikir bagaimana caranya agar tetap berkuasa walau jadi kacung bagi investor. pemimpin seperti ini tidak layak mendapatkan hormat.
Bali memang kasihan, tapi lebih kasihan kami orang kalimantan. batubara kami dipakai untuk menghidupkan PLTU di bali.
Bali terang 24 jam, disini cuma nyala 12 jam. belum musim kering ini PLTA kami surut. Hutan kami terbakar. sudah gelap penuh asap pula.
sudah lama kami ingin punya PLTU, tapi yg dibangun justru Bali duluan. di Bali beban puncak 1000megaWatt. di sini 100 megawatt sudah syukur. kembalikan tanah batubara kami. seharusnya orang Bali bayar batubara kami.
Kami pemuda bali sudah melek
Kami generasi yang memulai usaha pariwisata milik masyarakat bali
Sudah banyak cuman saya hanya akan menyebutkan yang saya miliki beserta masyarakat bali lainya
Bali taro adventure tour
Kami mulai besar bahkan kami memenangkan sertipikat excellent 2016 Dari tripadvisor
Jangan khawatir kami generasi muda bali tidak kemana2
Ayo nak bali kita bangkit lagi
prihatin tanpa solusi, sama dengan tongkosong nyaring bunyinya, sya kira kalau nulis harus ada jalan keluar, karena disini sya sedikit membaca spserti tong kosong kata anak kuliahan, maklum hnya lulusan sd, maaf zob
Sedikit share aja dari saya, saya sendiri sebagai orang Bali merasa seperti bukan orang Bali lagi, karena saya pindah merantau dari Bali barat dan tinggal di Denpasar bersama keluarga dengan harapan bisa hidup lebih sejahtera, namun apa daya kata dari para penguasa tempat saya tinggal menyatakan biarpun orang Bali dan dari manapun asalnya di Bali (Bali Timur-Utara-Barat-Selatan) kalau mereka bukan asli dari daerah tersebut tetap harus membayar uang ijin pembangunan tersebut.
Padahal uang untuk membayar sewa tanah dan membangun semi permanen hasil dari pinjam di bank yang belum lunas dan bahkan baru mulai bayar kreditnya.
Saya sedikit heran kenapa uang ijin pembangunan tersebut hanya ditujukan kepada mereka yang membangun untuk kepentingan usaha, kenapa mereka yg hanya mengontrak tanah beberapa tahun untuk tempat tinggal juga dibebankan biaya tersebut, sedangkan setiap bulannya mereka juga membayar iuran ke banjar.
Hehe…semua orang juga tahu tentang Bali, coba jalan2 ke desa, tanya itu tanah milik siapa, orNg jakarta, orang bandung, orang surabaya, mister bla bla. Duit punya power, tanpa dibantu oknum2 yang banyak itu saja, Duit sdh sangat powerfull. Duit bikin mata ijo, apalagi kalau lagi mau berlayar, habis kalah sabung ayam, iuran sana sini. Banyak orang Bali yang menjerit. Nasi sdh jadi bubur. Bisa Buy Back kok, asal kerja keras dan gotong royong secara ekonomi dan punya Duit juga.
Wahai warga Bali, KTP saya beralamat di Denpasar sekian lama. Apa yang menjadi kekhawatiran orang bali tentang bisnis, tanah & tenaga kerja, adalah baik untuk ditindaklanjuti. Caranya: buat pokja yang memantau pelanggaran hukum. Lihat saja orang asing yang parkir di trotoar bisa maki-maki bila orang mengganggu aktivitasnya menurunkan barang bisnis di trotoar itu. Padahal kalau dicek visa WNA yang berbisnis di Bali, bisa jadi illegal, numpang visa pada perusahaan yang mana dia tidak bekerja di sana. Lalu ada penyewaan villa oleh orang asing, seperti apa sertifikat dan izinnya. Rangkaian peraturan sudah ada, mengapa orang Bali tidak mengawal bisnis yang legal saja ada di Bali, agar lokal bertumbuh.