Oleh I Gusti Agung Made Wirautama
Membaca tulisan Anton Muhajir tentang para caleg dan cara kampanye yang menggunakan baliho, saya jadi ingin memberikan tanggapan. Dari sekian banyak tulisan itu yang saya baca, kelihatannya dia menyarankan agar kampanye gaya lama ditinggalkan dan kini saatnya menggunakan teknologi informasi.
Saya sangat setuju dengan hal ini. Sebab sebagian besar orang yang bergelut di bidang teknologi informasi (TI) saya lihat adalah orang yang cukup mempunyai idealisme. Namun saya pesimis saran Anton bisa dilaksanakan khususnya untuk pemilu kali ini apalagi untuk para caleg di tingkat kabupaten. Ada beberapa alasan yang membuat saya pesimis bahwa mereka (para caleg) akan melirik media Teknologi Informasi dan internet sebagai media kampanye.
Pertama, kemampuan para caleg di bidang Teknologi Informasi. Jangankan membuka internet, sangat sedikit yang bisa bahkan saya tidak yakin para caleg tersebut familiar dengan komputer. Mungkin memang banyak di antara mereka yang membawa gadget canggih dan handphone seri terbaru namun apakah mereka bisa menggunakannya dengan maksimal? Jangan-jangan isinya hanya xxx (you know what) saja.
Saya menduga ini lebih karena mereka mampu membeli barang tersebut, bukan karena mereka bisa menggunakannya. Hal ini memang bisa diatasi dengan mencari tim sukses yang mahir di bidang IT. Jadi ayo, adakah di antara Anda yang mau jadi tim sukses?
Kedua, penggunaan kampanye model lama yang masih lebih efektif (setidaknya untuk daerah luar perkotaan). Karena, menurut asumsi saya, pemilih di daerah masih selalu mengarah ke partai yang dominan. Tidak perduli partai itu bagus atau tidak, caleg-nya kompeten atau tidak, maka mana partai mayoritas maka partai itulah yang akan ikut dipilih oleh pemilih yang tidak punya identitas pada partai tertentu.
Mohon maaf, ini mungkin akibat dari masyarakat yang kurang berani untuk bersikap kritis terhadap penguasa alias selalu “suryak siu”.
Maka semakin besar dan banyak baliho serta bendera suatu parpol atau calegnya maka akan terlihat semakin dominan, maka pemilih pun agar tergiur untuk memilihnya. Mungkin para pemilih ini takut menjadi kelompok partai minoritas di lingkungan tempat tinggalnya, takut merasa terkucil jika memilih partai minoritas.
Ketiga, karena para politikus dan caleg tersebut belum percaya dengan kekuatan kampanye dengan media TI dan internet. Mereka mungkin belum tahu bagaimana Barack Obama memenangkan pemilihan Presiden Amerika Serikat. Atau kalaupun mereka tahu, para caleg ini belum percaya masyarakat pemilih akan bisa melihat profil mereka di internet karena pengguna internet masih jarang.
Keempat, berani karena benar, takut karena salah. Para caleg yang tidak kompeten mungkin takut berkampanye di internet karena selain mereka tidak mahir mereka takut malah menjadi blunder karena kejelekan mereka akan semakin terlihat dan bisa menjadi bulan-bulanan para pengguna internet yang kritis. Maka dari itu mereka masih memilih cara lama yaitu menggunakan atribut bendera, baliho serta “sima krama” dengan door to door ke kantong-kantong pemilih.
Itulah sekian alasan yang menurut saya kenapa kampanye menggunakan media Teknologi Informasi seperti sms, website, milis, dll masih belum bisa dimanfaatkan oleh caleg, khususnya caleg di tingkat Kabupaten. Jadi saya masih pesimis, tetapi bila ini bisa dilakukan alangkah banyaknya penghematan yang telah dilakukan. Anggaran dana pemilu mungkin bisa ditekan seminimal mungkin.
Mudah-mudahan ke depan semakin banyak politikus yang mau menggunakan Teknologi Informasi sebagai media kampanye. Atau mungkin akan ada caleg yang bergelar S.Kom (Sarjana Komputer) dan kalau bisa M.Kom (Magister Komputer).
Sekarang yang penting bukan caleg yang melek IT. Tapi caleg yang benar-benar jujur dan berani membawa kepentingan rakyat.
Masalah dia melek IT, atau bahkan Sarjana Komputer, itu belakangan saja. Masalahnya, calon pemilih pun belum banyak yang melek IT. Jadi kalau melakukan kampanye melalui internet, akan jadi sia-sia dan buang-buang duit.
Semakin banyak duitnya terbuang, semakin besar keinginan mereka mengeruk keuntungan dari jabatannya nanti apabila terpilih.
Kecuali nanti pada suatu saat pemilih sudah terbiasa dengan internet, mungkin kampanye seperti itu akan jauh lebih bermanfaat.
Bila calegnya sudah terbiasa dengan IT (Internet, misalnya) boleh juga tuh untuk dicoba, syukur2 bisa nyasar dan orang akan memilihnya. Paling tidak bisa menambah suara..:)
Tetapi yaitu, realitas sekarang ini ada berapa persen pemilih yang melek internet? (ada data gak ya?) Jika dibandingkan dengan yang belum melek internet pasti kalah jauh…
Tapi boleh juga, ya tadi bisa tambah2 promosi dan suara khusus bagi pemelih intelek dan melek IT.
Semoga gak nyambung…