Oleh: Dewi Retno Wulan Kusuma Ningrum
“Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta”
Hai.. Saya ingin menceritakan curahan hati selama ini. Ini pertama kali saya menceritakan apa yang selama ini saya pendam. Jadi kalian harus bersyukur, ya. Saya kasih tahu pertama kali dan jangan kasih tahu siapa-siapa ya.
Sekarang saya ingin menceritakan tentang awal mula saya biasa masuk ke dalam dunia tulis menulis dengan bumbu yang beragam di dalamnya.
Awal saya menulis itu karena saya dipercaya mewakili sekolah dalam lomba esai bertajuk “Gelora Esai” yang diselenggarakan Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha), Singaraja. Masalahnya, waktu itu saya sama sekali tidak tahu apa itu esai. Bagaimana caranya, apa perbedaannya sama tulisan-tulisan lain, dan segala tetek bengeknya. Itu semua tidak ada yang saya mengerti.
Lebih parahnya lagi temanya itu, loh, yang bikin pusing tujuh keliling, tentang politik. Wong saya saja tidak pernah tahu tentang politik, eh, malah diminta buat menulis esai lagi. Ya bagaimana mau tahu, kalau ibu lagi menonton TV yang politik saja saya langsung “ngamar”.
Eitts! Tapi bukan yang negatif ya. Saya lebih memilih untuk tidur daripada mendengarkan tokoh-tokoh yang mendebat untuk mempertahankan pilihannya. Akhirnya, saya memilih untuk menggunakan cara instan yaitu menjiplak sebagian informasi yang saya temukan di Google.
Ya, namanya juga masih awal, masih coba- coba.
Dipermalukan
Singkat cerita, tidak pernah dibayangkan sebelumnya ternyata saya dikabarkan oleh salah satu anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di sana, Kak Made Ginastra. Saking senangnya, saya hampir terserempet mobil karena saya ingin memberitahukan guru yang juga pembina saya Bu Indra.
Saat final, saya makin minder karena ternyata yang lolos adalah anak-anak berpengalaman dalam bidang ini. Sejak masuk ruang presentasi keringat dingin sudah membasahi punggung saya. Padahal di sana disediakan pendingin ruangan yang jumlahnya dua, tapi tetap tidak mampu untuk menghilangkan keringat itu.
Yang paling saya ingat adalah saat saya selesai menjelaskan dan masuk sesi tanya jawab. Di sana saya benar-benar merasa dipermalukan karena para dewan juri saat itu sangat pedas komentarnya. Saya merasa lebih malu saat hampir semua orang di ruangan itu menertawakan presentasi saya. Rasanya ingin cepat- cepat pulang dan menangis sejadi-jadinya.
Namun, yang saya syukuri dari peristiwa itu, ada satu juri penulis esai dan juga wartawan yang mencoba menghibur saya. Lebih baiknya lagi dari beliau ialah setelah selesai dari perlombaan itu kami para peserta final dibuatkan satu grup yang di dalamnya membahas tentang tata cara penulisan esai. Beliau juga dengan sabar menanggapi komentar-komentar dari kami. Beliau adalah Pak Kadek Surya. Beliau juga yang menginspirasi saya untuk terus membuat lebih banyak lagi esai.
Dari beliau juga saya jadi percaya diri untuk mengikuti lomba-lomba esai yang lain. Sampai akhirnya, saya mendapatkan kabar ada satu lomba esai bertema kakao yang diselenggarakan oleh Yayasan Kalimajari dan Koperasi Samaya Samaniya (KSS). Lokasinya di SMKN 2 Negara. Dari sana juga saya mendapatkan banyak ilmu baru yang membuat saya sadar akan sekitar.
Informasi lomba esai ini saya dapatkan dari guru saya, Bu Indra. Awalnya saya ditunjuk bersama dengan teman saya, Rama, bukan Desita. Namun, saat itu guru saya salah membaca informasi. Babak penyisihan tahap awal yang seharusnya diselenggarakan padal 2 Juli 2019, tapi guru saya membacanya tanggal 2 Juni 2019.
Saat itu Rama sedang sakit sehingga tidak bisa mengikuti penyisihan itu. Saya dan guru saya bingung siapa yang bisa menggantikan Rama. Akhirnya Desita dipilih untuk menggantikannya. Saat besoknya kami sampai di SMKN 2 Negara ternyata di sana sepi. Tidak ada seorang pun.
Kami sempat berpikir apa kami yang terlalu pagi atau bagaimana. Saya bersama Desita di sana mondar-mandir seperti orang hilang. Kami menunggu berjam-jam. Tapi tidak ada tanda- tanda panitia muncul. Akhirnya saya menelepon guru saya untuk memastikan tanggalnya benar atau salah.
Benar saja. Guru kami itu salah membaca informasi tanggal penyisihan tersebut. Akhirnya kami pulang dengan tangan kosong.
Saya dan Desita kembali lagi ke SMKN 2 Negara pada 2 Juli. Di sana saya mendapatkan informasi tentang cokelat. Ada salah satu informasi yang saya dapatkan, ternyata kakek Desita, Pak Wayan Rata merupakan salah satu petani kakao yang berhasil menciptakan klon baru kakao. Hebat yahh.. Ini juga yang membuat saya semakin tertarik mendalami tentang kakao.
Dari lima tema yang disiapkan panitia saat itu, saya lebih memilih untuk menggunakan tema kesehatan sesuai dasar pendidikan saya. Untuk kedua kalinya hal yang tidak pernah saya bayangkan terjadi, saya lolos ke babak selanjutnya. Dari hari di mana saya mendapatkan kabar tersebut, saya jadi tidak sabar untuk menanti hari pelatihan sebagai bagian dari tahap final.
Terbuktilah hari pertama mulai pelatihan kemarin saya mendapatkan lebih banyak lagi ilmu- ilmu yang diberikan oleh Pak I Ketut Wiyadnyana selaku ketua KSS.
Setengah hati
Di hari pertama itu juga kami diundi untuk mendapatkan tema penulisan selanjutnya. Namun, tema itu harus saya terima dengan setengah hati dan membuat saya ingin menangis karena tema itu saya tidak tahu menahu cara memulainya. Tema tersebut ialah manajemen koperasi. Namun, dengan sabar Kak Sri Auditya Sari atau biasa dipanggil Kak Tya selaku anggota dari Kalimajari menjelaskan apa sih yang dilakukan di manajemen koperasi. Dia berhasil mematahkan opini saya tentang manajemen yang saya tahu hanya angka, angka, dan angka.
Kami juga diberikan fasilitas untuk jalan-jalan sekaligus belajar lebih dalam tentang kakao. Terima kasih Kak Tya, panitia, Koperasi KSS dan Kalimajari atas semua kesempatan dan ilmunya. Saya harap saya bisa diberikan kepercayaan lagi untuk mendapatkan yang saya harapkan. He.he.he..
Setelah tiga hari mendapatkan banyak ilmu bermanfaat selama pelatihan, kami diberikan waktu untuk mewawancarai sumber-sumber yang sudah kami siapkan. Lagi-lagi kami diberi fasilitas berupa surat dispensasi. Sebenarnya saya merasa lelah, sih, karena harus pergi ke kantor beberapa kali akibat beberapa kendala yang mengakibatkan saya dan Bintang selaku teman satu tema harus kembali pergi ke kantor dinas. Tapi, tidak apa untuk cuci mata. Supaya segar melihat cowok bening dulu biar semangat lagi buat mengetik. Hahaha..
Mulai Bangkit
“Jatuh bangun aku sendiri……”
Dari sekian narasumber yang saya wawancara, hampir semua mengatakan bahwa Koperasi KSS ini koperasi yang pernah berada di titik terendah. Koperasi ini pernah “kecolongan” karena salah satu anggotanya ada yang menggelapkan dana. Melihat itu akhirnya Kalimajari tergerak untuk mendampingi.
Kenapa Kalimajari tertarik bekerja sama dengan KSS? Direktur Kalimajari, Bu I Gusti Agung Ayu Widiastuti, mengatakan alasan tertarik karena KSS ini merupakan satu-satunya koperasi kakao di Jembrana. Maka, Kalimajari pun mendampingi mereka. Penguatan tidak hanya budidaya tapi juga kelembagaan.
Nah, bagaimana perasaan kalian yang tinggal di Jembrana? Pastinya bangga kan. Bangga, dong.
Tahun 2011 Kalimajari mulai mendampingi bersama dengan dinas yang sudah mendampingi koperasi ini sejak lahir tahun 2006. Mereka mengawalinya dengan mengadakan Rapat Akhir Tahunan (RAT) luar biasa. Dalam rapat ini mereka selaku pendamping bermusyawarah pada anggota pengurus untuk membentuk pengurus baru.Rapat juga memutuskan bahwa pengurus lama setuju diganti dengan pengurus baru.
Setelah berhasil membentuk pengurus baru, di sini semua dimulai. Semuanya mulai bekerja, bekerja untuk maju. Inilah titik di mana KSS mulai bangkit.
Mulai Berjalan
Dalam hidup itu tidak ada yang mudah. Begitupun dengan KSS baru. Emm, kita panggil Baby K saja ya. Biar kesannya baru. Kan KSS baru lahir kembali. Oke?
Bu Agung Widiastuti bercerita mereka mengalami banyak kendala cukup rumit. Misalnya harus mengembalikan kembali jiwa yang sempat hilang pada diri Baby K. Mengembalikan kembali kepercayaan masyarakat. Saat itu subak-subak yang pernah bekerja sama dengan KSS sudah telanjur sakit hati. Sebab, bukannya untung yang mereka dapat, tetapi hanya buntung yang mereka tuai.
Karena para anggota subak dan petani telanjur sakit hati, mereka pernah memanggil KSS dengan sebutan “koperasi sakit- sakitan”. Hal inilah yang menjadi permasalahan, sulitnya pengurus dan Kalimajari untuk mengajak anggota subak dan petani untuk kembali melakukan fermentasi. Jangankan mengajak para petani untuk kembali, untuk mengubah mindset petani saat itu pun sulit.
Saat sudah berhasil mengubah mindset petani, terjadilah penumpukan biji kakao fermentasi karena tidak pernah tahu adanya pembeli biji fermentasi saat itu.
Melihat hal itu, Bu Gung selaku Direktur Kalimajari dan Pak Ketut selaku Ketua Koperasi KSS menunjuk salah satu anggota untuk menjadi petugas quality control. Namun, anggota itu tak bertahan lama. Tahun 2017 posisi tersebut digantikan oleh Putu Dian P atau sering dipanggil Pepeng. Diberi pekerjaan tersebut tidak membuat Kak Pepeng tahu dan paham akan kakao. Justru pada awalnya dia sangat awam dengan kakao.
Selaku petugas quality control atau QC, Kak Pepeng bertugas mengecek semua alur yang terjadi ke koperasi. Mulai dari kakao masuk ke koperasi, kakao disimpan, sampai kakao keluar semua dicek oleh QC.
Tidak hanya itu, tim manajemen koperasi pun dibentuk. Manajemen sendiri merupakan seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Di Koperasi KSS kini dijalankan oleh Wayan Diana yang dahulunya juga merupakan petani kakao. Beliau juga sempat bercerita awal bagaimana ia menjadi petani karena orang tuanya memiliki lahan dengan luas 8 hektar, tapi kurang terurus.
Dari sanalah ia mulai menjadi seorang petani kakao dan dari orang tuanya pula ia mengetahui keberadaan KSS. Ia juga mengungkapkan bahwa manajemen di koperasi menangani semua yang terjadi di dalam koperasi. Misalnya pengarsipan data yang baik, pengelolaan keuangan, produksi, menganalisis keuntungan dan kerugian, dan marketing.
“Penguatan bukan hanya budidaya, tapi juga kelembagaan yang berkelanjutan,” kata Bu Gung.
Untuk modal, KSS mendapatkan dana talangan dari Dinas Koperasi Jembrana tiga tahun belakangan. Sejak tahun 2017 Dinas Koperasi mulai memberikan dana talangan senilai Rp 200 juta. Dana tersebut bukanlah dana cuma-cuma melainkan harus dikembalikan setiap tahun dengan kontribusi sebanyak 2 persen. Begitu pun dengan tahun 2018. Dinas Koperasi juga memberikan dana Rp 200 juta kepada koperasi dan untuk tahun 2019 dinas memberikan dana senilai Rp 300 juta.
Permodalan tidak hanya berasal dari pemerintah. Koperasi juga meminjam modal dari Bank BRI senilai Rp 500 juta. Bank BPD pun juga dijadikan tempat untuk meminjam dana loh. Dana modal yang dipinjam yakni senilai Rp 250 juta. Wah, kalo dihitung-hitung, utang KSS bisa membelikan pizza sekampung, yah. Lebih malah.. Hehehe…
Tapi tidak apa-apa kan? Koperasi KSS ini menghasilkan sesuatu yang dapat dibanggakan masyarakat Jembrana. Jad,i tak apalah berhutang dahulu pelunasan kemudian. Hehe. Bahkan akan dilunaskan dengan hal sangat membanggakan bagi warga Jembrana sekali lagi. Yap. Apa lagi kalo bukan kakao fermentasi terbaik yang ada di Indonesia?
Koperasi ingin menciptakan sesuatu yang berbeda dari koperasi kakao lain di Indonesia. Akhirnya, fermentasi dipilih untuk itu. Bukan hanya untuk membuat Koperasi KSS beda, tapi fermentasi juga merupakan kunci utama menghasilkan aroma yang khas. Seperti di KSS yang mempunyai aroma khasnya yakni aroma madu.
Setelah menguatkan kelembagaan di KSS, Kalimajari memulai mencari para pembeli yang mencari kakao berfermentasi. Namun, usaha itu tidaklah berjalan mulus. Bahkan Bu Gung saja hampir tidak lagi percaya ada pasar fermentasi. Hingga beliau menemukan satu pembeli yang menghargai pasar itu.
“Untuk mencapai sesuatu yang unik dan berkarakter, kita harus thingking out of the box,” ujar Bu Agung saat itu.
Begin to Fly
Sebelum menemukan pembeli tersebut, koperasi harus merasakan sakit hati dahulu. Sakit hati karena tidak dihargai seseorang. Saat itu tahun 2012 KSS memiliki 1,8 ton kakao bersertifikat UTZ yang dibeli perusahaan tetapi harganya kecil. Perusahaan itu tidak memberikan harga lebih meskipun koperasi sudah memiliki sertifikat. Untuk itu Bu Agung kembali mengatakan bahwa jika kita masih berjalan sendiri-sendiri maka posisi tawar kita tidak akan pernah kuat.
Setelah kejadian tersebut, KSS berjuang kembali dengan jalan fermentasi. Pada tahun 2013, Koperasi KSS melakukan presentasi pertama di Jakarta dan bertemu pembeli dari Bandung. Setelah pertemuan itu pun tidak langsung sepakat, tetapi KSS harus mengirimkan dua kali contoh. Itu pun baru dikonfirmasi setelah pengiriman kedua. Setelah proses tersebut akhirnya didapatkan kesepakatan. Inilah pembeli pertama yang menghargai dan membuat koperasi kembali percaya akan adanya pasar fermentasi.
Tahun 2014 barulah Koperasi KSS bertemu dengan pihak Valrhona, pabrik cokelat terbaik di Perancis, Eropa. Lagi-lagi untuk mendapatkan kesepakatan harus membutuhkan proses. Bedanya untuk pihak Valrhona KSS membutuhkan waktu hampir dua tahun yakni 18 bulan lamanya dan harus melewati lima kali pertemuan untuk mendapatkan kepercayaan dan kesepakatan.
Oktober 2015 merupakan bulan yang membanggakan bagi Koperasi Kerta Samaya Samaniya karena pada bulan itu KSS memberangkatkan kontainer pertama ke Eropa. Bayangkan betapa bangganya kita bukan?
Bahkan coklat Valrhona tidak hanya menyediakan bean to bar alias pengolahan dari kebun hingga menjadi cokelat siap saji. Restoran-restoran mahal yang ada di Prancis hampir semua menggunakan coklat Valrhona. Sekali lagi saya tanya, bangga tidak sih kalian menjadi warga Jembrana? Pastinya bangga dong…
Tahun 2018 KSS melebarkan sayapnya kembali. Kali ini pabrik Cau Chocolate International di Tabanan bekerja sama dengan KSS. Pertemuannya kala itu terjadi di Kuta, Bali. Kenapa Cau Chocolate tergerak untuk ikut bergabung? Karena Pak I Wayan Alit Arta Wiguna selaku pemilik dan pembeli mengaku kagum dengan Koperasi KSS yang merupakan koperasi penghasil biji kakao pertama yang memiliki tiga sertifikat internasional. Yakni sertifikat UTZ di Belanda, Organic USDA di Amerika Serikat, dan UE di Eropa. Kerja sama itu masih terjalin hingga sekarang.
Hope for Us
Semua orang pasti menginginkan yang terbaik untuk segalanya. Begitu pun dengan Bu Agung selaku Direktur Kalimajari. Ia berharap KSS suatu saat nanti bisa menghasilkan produk turunan yakni produk dengan nama sendiri. Nama yang bisa dibanggakan bukan hanya para petani, melainkan semua kalangan dari anak kecil hingga lansia. Bukan hanya Jembrana tapi seluruh Indonesia.
Beliau juga berharap KSS ini bisa mandiri baik dari segi finansial maupun manajemen. Harapan terakhirnya ialah semoga lebih banyak lagi petani kakao yang sadar dan tergerak hatinya untuk bergabung dengan KSS.
Tidak hanya Kalimajari saja yang berharap kepada KSS. Namun, Dinas Koperasi selaku pembina dari pihak pemerintah berharap bahwa koperasi ini dapat membentuk lembaga yang profesional. Serta menunjuk pengelola KSS yang profesional dan juga bertanggung jawab.
Harapan kali ini bukan dari dinas maupun yayasan. Harapan kali ini berasal dari seorang anak SMK kelas XI yang begitu menyukai cokelat dan terinspirasi dari kisahnya. Siapa dia? Dia adalah saya. He.he.he..
Saya Dewi Retno Wulan Kusuma Ningrum, salah satu peserta yang banyak bertanya dan kadang suka bikin rusuh dan cerewet ini, berharap bahwa program di KSS berjalan semua khususnya program beasiswa yang sedang saya ikuti. Saya ingin lebih banyak lagi generasi milenial yang tahu keberadaan koperasi yang bisa membantu keluarga.
Ada juga pesan dari Pak Wayan Rata. Beliau merupakan seorang petani kakao yang sangat menginspirasi saya. Pesannya ini singkat, padat, namun sangat bermakna. Pesannya, kunci sukses hanya ada 3, yaitu tekun, sabar, dan kreatif. [b]