Gerakan tolak reklamasi menggelora dari desa ke desa.
Setelah sehari sebelumnya Desa Adat Ungasan, Minggu malam kemarin giliran Desa Adat Kelan yang menggelar konser mini Bali Tolak Reklamasi. Selain konser juga ada orasi untuk menolak kajian ulang reklamasi Teluk Benoa.
Konser mini Desa Adat Kelan diisi musisi dan seniman penolak reklamasi seperti Superman Is Dead, Parau, The Bullhead dan Ray Peni, Genjek Forum Pemuda Kelan dan band raggae Rastafara, Cetamol.
Band terakhir jauh-jauh datang dari Buleleng untuk bersolidaritas dan turut mewarnai perjuangan Bali Tolak Reklamasi.
Penampilan kesenian genjek sendiri sengaja dipersiapkan oleh Forum Pemuda Kelan untuk konser mini tolak reklamasi Teluk Benoa di desanya. Genjek ini juga untuk pagelaran seni selanjutnya dalam menolak reklamasi Teluk Benoa. Penghujung acara konser mini diramaikan oleh penampilan dari DJ Anom dan DJ Kin-Kin.
Desa Adat Kelan adalah desa yang berhadapan langsung dengan Teluk Benoa. Berdasarkan studi Conservation International, wilayah yang terletak tepat di sebelah selatan Bandara Ngurah Rai tersebut akan menerima dampak negatif apabila reklamasi Teluk Benoa dipaksakan.
Desa Adat Kelan juga merupakan desa pesisir yang menjadi pelopor untuk melawan proyek rakus reklamasi Teluk Benoa.
Bendesa Adat Kelan, I Made Sugita, adalah bendesa adat yang mempelopori penolakan reklamasi Teluk Benoa sejak 2013 bersama Desa Adat Kerobokan. Dalam orasinya, Sugita menyerukan kepada massa yang hadir untuk bersama-sama menyingkirkan investor rakus yang akan mereklamasi Teluk Benoa. Dia juga mengajak semua pihak untuk membangun semangat kebersamaan dalam menolak reklamasi Teluk Benoa
“Singkirakan investor rakus yang ingin merusak Bali,” teriaknya.
Desa Adat Kelan sendiri sejak 6 Agustus 2013 sudah sepakat menolak rencana reklamasi berkedok revitalisasi Teluk Benoa. Pemuda desa ini juga sudah mendeklarasikan menolak reklamasi Teluk Benoa.
“Mari kita tingkatkan semangat untuk menolak reklamasi Teluk Benoa. Saya yakin yang hadir pada malam hari ini tidak ada yang abu-abu, yang abu-abu silahkan keluar dari wantilan ini. Dengan semangat NKRI, Kebhinekaan dan Ajeg Bali, kita tolak reklamasi Teluk Benoa, kita tidak memerlukan adanya reklamasi Teluk Benoa,” ujar Sugita.
Ditemui usai orasi, di tahun baru 2017 ini, pihaknya selaku Bendesa Adat tetap berharap agar pemerintah mendengarkan suara penolakan reklamasi Teluk Benoa yang terus disuarakan oleh Desa Adat.
“Semoga dengan panggung seni malam ini Pemerintah mendengarkan suara penolakan dari Desa Adat Kelan. Di tahun 2017 ini semoga reklamasi Teluk Benoa segera dihentikan dan Perpres No 51 Tahun 2014 segera dibatalkan,” harap Sugita.
Tidak Masuk Akal
Selain Desa Adat Kelan, dalam konser mini tersebut juga hadir anggota Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI). Koordintor ForBALI I Wayan Suardana dalam orasinya melontarkan kritik tajam terhadap isu belakangan ini terkait rencana kajian ulang terhadap Teluk Benoa oleh Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman.
Rencana kajian ulang tersebut menurutnya tidak masuk akal.
Menurut Gendo, kajian ulang tentang reklamasi Teluk Benoa tidak masuk akal karena Universitas Udayana telah menyatakan rencana reklamasi Teluk Benoa tidak layak. “Mungkin bagi beberapa pihak, usulan Menko Maritim itu masuk akal, tapi bagi saya pribadi itu usulan yang tidak masuk akal,” katanya.
“Untuk apa melakukan kajian ulang antara Udayana dengan World Bank, padahal Udayana memiliki kajian yang tegas menyatakan bahwa reklamasi tidak layak melalui empat aspek sejak 2013,” ujarnya.
Gendo menambahkan, jika mau melakukan kajian ulang semuanya harus dikembalikan pada titik semula. Bukan hanya kajiannya tetapi juga peraturannya.
Yang harus dilakukan pemerintah menurutnya adalah mengembalikan dulu Peraturan Presiden (Perpres) ke Perpres 45 tahun 2011. Usulan kajian tanpa membatalkan Perpres 51 tahun 2014 terlebih dahulu menurutnya sangat tidak masuk akal karena hal tersebut sama saja pemerintah ingin memaksakan reklamasi Teluk Benoa.
“Jangan melakukan kajian ulang namun perpresnya dibiarkan dan melakukan kajian dengan Unud yang sudah jelas memiliki kajian tidak layak terhadap reklamasi Teluk Benoa. Maka jangan tergoda dengan usulan kajian ulang tanpa pembatalan Perpres 51 tahun 2014, sebab itu tidak masuk akal,” ujar Gendo.
ForBALI juga mencurigai rencana pembangunan rest area pada kilometer ketiga yang akan dilakukan oleh PT. Jasa Marga Bali Tol. Gendo menduga pembangunan rest area tersebut erat kaitannnya dengan rencana reklamasi yang akan dilakukan di Teluk Benoa.
“Kami menduga ide rest area tersebut adalah pintu masuk untuk mengeksploitasi Teluk Benoa,” katanya.
Gendo mengatakan Jasa Marga tidak bisa melepaskan dirinya bahwa tidak terlibat dengan proyek reklamasi dengan beberapa fakta. Jasa marga saat pembangunan jalan tol mengatakan tidak akan ada proyek apapun, sebab jalan tol dibuat untuk memecah kemacetan di Bali selatan. Namun, faktanya, di sayapnya dan di beberapa titiknya terdapat taper yang digunakan oleh PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) untuk menghubungkan dengan pulau-pulau yang akan mereka buat.
Masterplan TWBI jelas menyatakan bahwa jalan tol untuk akses ke pulau reklamasi. Sekarang mereka merencanakan membangun tempat pelayanan dan wisata menggunakan taper tersebut. Jalan tol untuk memecah kemacetan atau untuk menghubungkan ke pulau reklamasi? “Atas dasar itu, kami menduga ide pembangunan rest area tersebut adalah pintu masuk reklamasi Teluk Benoa,” papar Gendo.
Menurut Gendo, rencana pembangunan rest area tersebut juga melabrak peraturan yang mengatur tentang jalan tol. Berdasarkan aturan, pembangunan rest area hanya dibolehkan dalam rentang jalan tol sepanjang 50 km. Padahal, jalan tol di Teluk Benoa panjangnya hanyalah 10 kilometer. [b]