Oleh Anton Muhajir
Tempat bersantap lain yang menarik untuk menikmati sepi di antara keriuhan Denpasar adalah Kertalangu. Tempat ini berada di desa Kertalangu, Kesiman, Denpasar Timur. Karena itu tempat ini dikenal dengan nama Desa Budaya Kertalangu.
Masuk dari Jalan By Pass Ngurah Rai Padanggalak Denpasar Timur, kita akan melihat pusat pembuatan keramik. Ada papan nama besar “Kertalangu Bali Cultural Village” sehingga memudahkan kita untuk mengetahui lokasi ini. Tempat ini baru diresmikan Juni lalu oleh Wakil Walikota Denpasar. Karena itu relatif belum banyak orang yang tahu.
Kertalangu sekaligus sebagai desa konservasi lahan pertanian. Menurut Kepala Desa Kesiman Kertalangu, Wayan Warka, Desa Budaya ini berawal dari kekhawatiran makin hilangnya sawah dan berganti rumah di jalur hijau tersebut. Warga bersama pihak swasta kemudian membuat desa budaya tersebut. “Agar para petani tetap menjalani aktivitasnya dan mendapat nilai plus dari aktivitas pertaniannya,” kata Warka.
Dengan konsep cultural village, Kertalangu menghadirkan sesuatu yang berbeda. Tempat bersantap hanya salah satu pelengkap dari sekian banyak fungsi seperti jogging track, kegiatan budaya (tari barong dan kecak dance), kolam pancing, tempat pelatihan spa, demonstrasi pembuatan kerajinan, natural stone & pottery, keramik, serta lilin, garmen, dan produk kaca. “Kami memang menerapkan konsep community development,” kata Dewa Gede Ngurah Rai, pemilik PT Uber Sari, pengelola kawasan tersebut.
Jika untuk jogging, maka waktu paling tepat datang ke sini adalah pagi atau sore ketika matahari tidak terlalu menyengat. Menyusuri jalur jogging sepanjang 4 km selama satu jam tergolong melelahkan. Namun panjang dan lama menyusuri jalan tidak akan terasa karena mata kita dimanjakan pemandangan di sana.
Jalur jogging ini berupa lantai semen selebar 2 meter yang menyusuri areal sekitar 80 hektar. Pengunjung akan diajak menyusuri jalur yang konturnya mengikuti lansekap naik turun sawah. Bagian pertama sekaligus nanti jadi tempat terakhir berupa area inti di mana ada berbagai fasilitas yang sudah disebut tadi. Di sini pengunjung tidak hanya jogging tapi juga bisa masuk melihat proses pembuatan kerajinan keramik, batu, gelas, garmen, lilin, bahkan spa.
Setelah itu kita menyusuri naik turun jalur jogging. Kita bisa melihat petani sedang bekerja di sawa, bahkan berbincang dengan mereka jika mau. Atau malah ikut bekerja dengan mereka. Sebab petani-petani itu memang bagian dari Desa Budaya Kertalangu. Ada 204 pemilik lahan dan petani di areal tersebut. “Mereka bukan buruh tani tapi petani yang memang punya lahan di sini,” kata Gede.
Jika Anda capek menyusuri jalur panjang tersebut, ada beberapa gubuk petani maupun bale bengong buatan PT Uber Sari yang bisa digunakan untuk beristirahat sambil menikmati semilir angin persawahan. Hiruk pikuk Denpasar sama sekali tidak tersisa di sini.
Selesai jogging atau sekadar jalan-jalan menyusuri pematang sawah, tempat terakhir adalah bersantap. Pada pagi atau sore hari ketika ramai orang jogging, menu yang ada merupakan menu-menu sederhana seperti bubur ayam, kacang hijau, nasi kuning, jagung bakar, dan sate ayam. Harganya tak lebih dari Rp 5000 tiap porsi.
Makanannya memang murah, tapi suasananya yang mahal: susah dicari di Denpasar. Eh, tapi pengunjung tidak bayar apa pun untuk jogging atau jalan-jalan di Kertalangu. Gratis.
Menikmati makanan murah dan menyehatkan itu di bale bengong di pinggir sawah jelas berbeda dibanding menyantap menu mahal di restoran. Kalau dibandingkan dengan Ubud jelas berbeda. Sebab di Ubud harganya relatif mahal dan terlalu berbau turisme. Kalau di Kertalangu benar-benar terasa lebih ndeso suasananya.
Kita bisa melihat sisa-sisa padi yang baru dipanen. Ada pula yang baru mulai bertanam, sudah menghijau, atau malah sedang kuning-kuningnya menjelang dipanen. Sesekali ada teriakan petani mengusir burung-burung pemakan padi. Hmm, benar-benar apa adanya.
Kalau ingin menikmati makanan lebih mewah, pengunjung tinggal pindah ke restorannya yang menyedian menu-menu berkelas. Duduk di restoran tanpa dinding sama sekali kita masih bisa menikmati suasan meski lebih terbatas.
Selain tempat bersantap, tempat ini juga dilengkapi berbagai fasilitas seperti kolam pancing, panggung pertunjukan, dan tempat meeting. “Kami juga mengajak penduduk setempat untuk menari kecak, barong, dan joget bumbung. Mereka menari berdasarkan permintaan. Jadi tidak tiap hari menari,” kata Gede.
Satu tempat ini memang menawarkan beragam kegiatan untuk menghilangkan penat akibat pekerjaan sehari-hari. [b]
Desa Budaya Kertalangu
Jl By Pass Ngurah Rai No 88 X Tohpati
Denpasar Bali
Telp 0361 – 461727
Dulu artikelnya bagus-bagus,kok sekarang semakin tidak bermutu. Cobalah cari penulis-penulis yang sedikit lebih berwawasan agar pengunjung semakin banyak
Gw nulis ini pas lg bersantai di Kertalangu. Emang asik tempatnya 🙂
Pegi dg istri, awalnya lunch dulu, makan “nasi bungkus” (nama menunya emang gitu), lauk ayam ala Bali.. mayan enak. Kenyang (Jawa).
Trus abis itu istri massage + lulur total 2 jam, sementara gw dicreambath. Creambathnya jg nyaman. Disuguhi dg minum air jahe.
N yg penting lunch + massagenya gratis krn dapat voucher dari temen (Ronny Rahanra) di Radio Dian Mandiri hehe 🙂
Laen kali pengen dateng lagi berkunjung kesini, mgk mau nyoba jogging track nya atau mancing.. Worth to try. Nilai 8 skala 10 deh! 🙂
cheers,
William (www.wingga.com)