Sebagian ODS masih mendapatkan masalah untuk mengakses JKN.
Awal Februari lalu, keluarga orang dengan skizofrenia (ODS) berdiskusi tentang Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Diskusi untuk keluarga ODS itu bukan yang pertama kalinya.
Sejak pertengahan 2016 lalu, Rumah Berdaya, komunitas dukungan untuk ODS di Bali, mulai memperjuangkan JKN-KIS untuk anggotanya dan seluruh penderita disabilitas mental di Bali.
Rumah Berdaya sudah memulai dengan mengkomunikasikan ke Dinas kesehatan Kota Denpasar, Dinas Sosial, Pemerintah Kota Denpasar hingga mengumpulkan syarat-syarat untuk mengajukan ke Dinas Sosial (Dinsos).
Perjuangan itu ditempuh komunitas Rumah Berdaya agar anggota ODS tidak putus obat saat sudah tidak berobat menggunakan Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) dari Pemerintah Provinsi Bali.
Bagi ODS, biaya pengobatan sangat mahal jika tidak memakai jaminan kesehatan. “Hampir dua jutaan,” kata seorang keluarga ODS. Dia menambahkan jumlah biaya yang ditanggung tergantung jenis obat yang diberikan.
Saat ini, layanan rujukan pertama seperti Puskesmas masih mengizinkan peserta peralihan dari JKBM berobat dengan menunjukkan nomor induk keluarga (NIK). Dari NIK tersebut peserta yang telah terdaftar akan masuk di data penerima JKN meskipun belum dapat menunjukkan kartu hingga Maret 2017 nanti.
Namun, para keluarga ODS ini belum mendapatkan kepastian apakah mereka akan tertanggung atau tidak.
Meskipun begitu, beberapa anggota keluarga ODS sudah mulai mengurus mandiri. Nonon Puspitarini, keluarga ODS mengatakan sudah mulai mengurus usulan JKN-KIS ke desanya di Klungkung. “Tadinya datang ke kantor desa tapi ditolak,” katanya.
Nonon mengurus JKN untuk anaknya yang mendapatkan perawatan gangguan skizofrenia. “Saya bilang mau pindah desa agar bisa mengurus di Denpasar saja, baru kemudian diantarkan ke Dinsos,” tambahnya.
Menurut pemahaman perangkat desa, warga yang berhak mendapatkan JKN-KIS hanya keluarga miskin yang diusulkan sendiri oleh desa. Padahal, menurut peraturan BPJS Kesehatan, warga yang berhak sebagai penerima bantuan iuran (PBI) adalah fakir miskin dan orang tidak mampu. Di dalamnya termasuk yang mengalami disabilitas atau kecacatan total.
Yang dimaksud cacat total tetap merupakan disabilitas atau kecacatan fisik dan atau mental yang mengakibatkan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan. Sementara penetapan cacat total ditetapkan oleh dokter yang berwenang.
“Gampang sekali, semua mau dapat KIS,” kata Nonon menirukan kepala desa yang dia temui. Para keluarga ODS tidak cukup hanya sekali datang untuk mendapatkan rekomendasi tersebut. “Percobaan kedua baru dapat,” lanjutnya.
Pertemuan awal Februari lalu rutin digelar Rumah Berdaya untuk memberikan dukungan psikologis terhadap keluarga ODS. Sekitar sepuluh anggota keluarga yang datang pada pertemuan perdana tersebut. Pada kesempatan itu mereka berbagi pengalaman mengajukan JKN-KIS untuk anggota keluarga yang ODS
Beberapa keluarga masih kesulitan mengurus JKN-KIS ini. Bapak dari Komang Mudita, salah satu ODS di rumah berdaya menceritakan pengalamannya. “Kalau di Sanglah tidak dipersulit, waktu masih JKBM,” katanya.
Beberapa keluarga lain mulai khawatir, karena stok obat para ODS tersebut hanya hingga akhir Februari. “Tanggal 1 Februari ini penetapan dari dinsos, saya Februari ini obatnya habis,” kata Suetja keluarga ODS lainnya.
Lain lagi cerita Nyoman Suardana, warga Peguyangan, dalam mengakses JKN untuk ODS. Suardana yang mendampingi adiknya mengatakan obatnya juga sudah hampir habis. Tinggal dua saja. “Ini untuk dua hari lagi,” tambahnya.
Pengalaman mengurus harus kemana saja, Suetja mengatakan baru menanyakan mengenai kejelasan data yang sudah dikumpulkan ke Dinsos Kota Denpasar. “Saya pengalaman ke Dinsos saja,” katanya. Usaha keluarga ODS ini memotivasi keluarga lain. “Saya juga rencana akan ke Dinsos sendiri,” kata Nonon yang hendak menanyakan kepastian kartunya.
Made Sudiarta, sekretaris Rumah Berdaya juga belum mendapatkan kartu JKN-KIS untuk anaknya, tetapi dia sudah menemui kepala desa tempat tinggalnya. “Saya pengalaman ke kepala desa,” katanya. Menurut informasi yang diterima Made Sudiarta, Kota Denpasar memberikan kuota penerima bantuan iuran JKN-KIS Rp 10.000an. Jumlah tersebut katanya dibagi ke masing-masing desa lagi, dengan jumlah desa dan keluarga hampir 50an.
“Yang mendapatkan JKN-KIS itu yang masuk dalam database, didata ke Dinsos, oleh Dinsos didaftarkan ke BPJS kesehatan,” katanya.
Made Sudiarta menyarankan kepada keluarga ODS yang lain untuk mengajukan diri untuk dimasukkan database oleh desa. “Pertama ke kelian dulu, kemudian ke desa, kalau tetap tidak bisa tanya difable bagian mana yang mengurus,” Made Sudiarta memberikan petunjuk praktis.
Beberapa langkah tersebut sebenarnya sudah dilakukan beberapa keluarga ODS, tapi mereka belum mendapatkan kepastian. Suetja menceritakan yang dilakukan saat bertemu dengan perwakilan dinas sosial yang memang terlibat mengurus peserta PBI.
“Saya bilang obat untuk anak saya habis bulan Februari ini bagaimana?” ujarnya. Namun, perwakilan Dinsos tidak bisa memberikan jawaban.
Diskusi tentang JKN tersebut dipandu oleh Luh De Suriyani dari Sloka Institute. Diskusi tema JKN ini dihimpun dalam pojok AJAKAN Sloka Institute. Melalui pojok AJAKAN di komunitas ODS harapannya, keluarga ODS mau menyuarakan JKN bersama-sama untuk dapat mendorong penyelesainnya.
“Diskusi ini bukan hanya untuk menampung masalah, tetapi juga memberikan apresiasi terhadap jaminan kesehatan yang sudah dirasakan,” kata Luh De menjelang akhir diskusi.
Pertemuan hari itu ditutup pertanyaan salah satu keluarga ODS, Wayan Nadu, mempertanyakan nasib JKN-KIS anaknya. “Dulu anak saya mengumpulkan data disini, apakah akan didaftarkan di sini? Apakah akan dapat?” tanya Wayan Nadu.
Pertanyaan tersebut dijawab dengan saran agar keluarga mulai menanyakan hal tersebut melalui perangkat desa tempat tinggalnya. Meskipun data ODS di Denpasar sudah dikumpulkan berdasarkan ODS yang masih aktif menerima pengobatan, masih tetap keluarga harus rumit bolak-balik untuk cek dulu untuk dapatkan hak mereka. [b]
Comments 1