Dengan ini, gerakan Jauh di Mata Dekat di Hati: APD untuk Tenaga Kesehatan undur diri, inilah laporan akhir dari dokter Rini.
Saat aku menulis ini, Semarang sedang hujan rintik sedari subuh. Sementara suara hujan di luar jatuh membentur tanah, Gymnopedie nomor 1 dari Erik Satie melantun sayup-sayup masuk ke indera.
Sebenarnya, mudah saja menulis sebuah tulisan terima kasih kepada yang sudah hadir dan memberi pada apa yang sudah kita coba lakukan pada pandemi ini. Tidak cukup sulit melaporkan keluar masuk rupiah atau instansi yang telah menerima apa yang kita sudah coba kumpulkan.
Tapi, tentu sebagai pribadi yang mencoba menengok ke belakang, 2020 bukan hanya tentang segala siaran langsung di sosial media pun hiruk pikuk keributan di dunia maya. Tahun ajaib ini, adalah tahun yang jika kita lihat saat ini sungguh berbeda daripada saat kita melihatnya di bulan Maret yang lalu.
Kita memasuki sebuah dimensi dunia yang sama sekali baru, yang didalamnya kita tidak paham apa-apa kecuali ketidakpastian. Siapa yang menduga (kecuali mungkin sekumpulan ilmuwan yang selama ini kita anggap pembual) bahwa pandemi akan menghantam kita, membuat kita terhenti, tercengang dan tertunduk.
Ketika pandemi tiba di depan pintu, dengan segala optimisme aku melangkah menuju hari-hari, bahwa segala segera usai. Sekalipun, sebagai seorang saintis muda ada ruang dalam diri ku yang skeptis bahwa kita bisa melalui ini dengan segera. Seharusnya, sikap optimisme ini adalah bekal kuat menjalani hari-hari di masa pandemi.
Namun menjaga optimisme justru adalah pekerjaan rumah terbesar selama pandemi ini. Kita menempuh rel yang panjang, rapuh dan berkarat. Yah, kita yang adalah bangsa ini.
Di awal pandemi, negara adalah sumber lelucon terbesar, gelak tawa dan sinisme lahir dari segala kebingungan dan kegagalan menjadi tangkas dari pemimpin yang kita pilih setiap lima tahun. (kalian harus mengingat ini, jangan lupa).
Segala keoptimisan dan sebutlah kepercayaan bahwa solidaritas akan membantu kita bertali membahu dan melaju hingga akhir pandemi. Dan, karena optimisme itulah lahir Gerakan Jauh di Mata Dekat di Hati.
Jika kembali menilik, sesungguhnya begitu menyenangkan jika sesuatu lahir alamiah spontan tanpa intrik dan keributan latar belakang, dan gerakan ini adalah diorama itu.
Spontan dan sungguh-sungguh apa adanya. Kerinduan untuk ikut serta membantu kawan-kawan tenaga kesehatan yang di masa awal pandemi kesulitan mendapatkan APD.
Gerakan Jauh di Mata Dekat di Hati adalah buah spontanitas yang semoga kontekstual. Terima kasih, saya haturkan kepada yang telah berpartisipasi tanpa kalian maka gerakan ini tidak memiliki roh.
Terima kasih kepada Guna Warma, Man Angga, Cok Bagus, Made Mawut, Sandrayati Fay, Bobby Kool, Dewa Gede Krisna, Pygmy Marmoset, Made Ardha, Post Santa (Maesy dan Tedy), Iksan Skuter, Fajar Merah, Happy Salma, Alien Child, Wake Up Iris, Gendo Suardana, Wah Rarekual, The pojoks, Zio Music, Soul & Kith, Reda Gaudiamo, Bincang Sastra di Udara, dr. Gusti Martin, Dialog Dini Hari yang sudah menyertakan gerakan ini dalam kaos artwork mereka, Krisna Floop, Endah N Rhesa, dr. Oka Negara, Rara Sekar dan Ben Laksana, Ananda Badudu, Emoni, Made Supriatma, Wild Drawing, Slinat, Prof AA. Wiradewi Lestari, Rahung Nasution, dr. Ady Wirawan, dr. Ronald Susilo, Mas Pohon Tua, RSUP Sanglah, Kalego, Rudolf Dethu, dan dr. Putu Surya Sujana.
Juga kepada pihak yang sejak hari pertama hingga saat ini selalu mendukung dengan tangan terbuka, sebutlah mereka Balebengong, Taman Baca Kesiman, Mayhem, Thebaliflorist, juga, Yayasan AJAR.
Hormat dan terima kasih juga untuk kalian teman yang dengan hati luas bersedia menjadi moderator. Dan Gerakan Jauh di Mata Dekat di Hati ini bukanlah milik perseorangan atau komunitas tertentu, melainkan milik kita semua yang dengan segala kegamangan menyaksikan krisis APD bagi garda depan pandemi.
Terima kasih juga kepada kita Tim Putih Hijau, yang dengan segala kesibukannya, lelahnya, selalu terdepan dan menyediakan waktu dan pikiran untuk gerakan ini, Mas Anton, Desy Lestari, Frischa Aswarini, Iin Valentine, Juni, Deoris, dan Fenty.
Tentunya, kami menghaturkan terima kasih tak terkira kepada setiap yang telah memberi donasi dalam bentuk apapun, yang telah menonton setiap siaran langsung yang telah diselenggarakan.
Kepada setiap teman-teman yang telah memberi saran, kritik dan ide. Topi pun diangkat, hormat kami berikan kepada setiap tenaga kesehatan yang berjibaku di setiap pusat layanan kesehatan dari unit terkecil hingga terbesar, kepada setiap yang bertugas di ruang laundry, petugas kebersihan dan keamanan di rumah sakit.
Tak lupa juga salam hormat kami kepada setiap kita yang bekerja dan memberi kehidupan di ruang-ruang, mereka yang menghantarkan makanan via daring, para petani yang dengan buah tangannya menghadirkan nasi hangat di atas meja, pedagang pasar yang mengambil risiko demi segala isi kulkas yang membikin kita kenyang, dan kepada kita semua yang tidak menyerah.
Adapun donasi yang terkumpul adalah:
Donasi Masuk |
Pengeluaran |
Saldo |
BPD: Rp. 78.850.514 |
75.817.500 |
3.033.014 |
OVO:Rp. 2.836.700 |
Akun OVO ini sempat tidak bisa aktif sehingga kami tidak bisa menggunakannya. Setelah kami coba urus, akhirnya sejak beberapa bulan terakhir setelah gerakan ini selesai baru pihak OVO mengaktifkannya. Sehingga dana donasi masih utuh |
2.836.700 |
Gopay: 2.564.666 |
2.151.666 |
413.000 |
Total: Rp. 84.251.880 |
Saldo: 6.282.714 |
Beberapa instansi Kesehatan pun telah menerima donasi dari gerakan ini berupa APD, antara lain: RSUP Sanglah, RSUD Wangaya, Tim IGD RSU Bangli, RSUD. Sanjiwani, Puskesmas Mekarpura Kalsel, RSU Nirmala Purbalingga, Puskesmas Bungin Enrekang Sulsel.
Puskesmas Kota Enrekang Sulsel, Puskesmas Subu Enrekang Sulsel, Puskesmas Kalosi Enrekang Sulsel, Puskesmas Abiansemal I, Klinik Agung Medika Banjarankang Klungkung, Puskesmas Selat Amlapura, RSUD Pratama Tangguwisia, Puskesmas Kubu 1 Bangli, Puskesmas Kubu II Bangli, Puskesmas II Denpasar Selatan, Puskesmas Kediri II Tabanan, Puskesmas II Denpasar Timur, Puskesmas Susut Bangli, Puskesmas Tembuku II, Puskesmas Payangan, Puskesmas IV Denpasar.
Jika teman-teman atau siapapun yang masih membutuhkan donasi, jangan ragu untuk menghubungi Kami. Selain karena saldo masih ada, Kami juga berkomitmen untuk hadir selama pandemi ini semampu Kami sekalipun acara siaran langsung sosial media sudah tak mengudara.
Jika setiap kita saat ini bisa duduk, saling berpegangan tangan, maka dengan jujur kita semua akan mengakui bahwa tahun ini suram sekali, bagai sebuah perjalanan yang dibubuhi rasa sedih, marah, frustasi dan rasa tidak sabar. Kita berusaha mencari cara bagaimana menangkap cahaya atau harapan dari tahun yang kita namai 2020.
Setiap kita berusaha hidup atau sebagian berusaha menghidupi hidup di tengah kecamuk ini, tapi apapun yang telah dan akan kita lalui, maka marilah setiap kita berterima kasih karena kita tidak menyerah.
Mungkin, 2020 hadir dengan segala kemasan suram dengan sebuah pesan yang esensial yakni mari beristirahat dan bersyukur pada segala yang esensial saja yakni nafas kesehatan dan para terkasih.
Sebagai seorang dokter, aku pernah menyaksikan bagaimana surealnya kehidupan dan kematian. Bagaimana isak tangis menjadi sebuah pemandangan yang sulit menemukan waktu senggang satu sama lain, bagaimana malam dan pagi sulit ku bedakan.
Bagaimana hidupku hanya antara rumah sakit dan kamar tidur. Bagaimana perasaan dan pikiranku terisolasi di antara berita dan angka, yang semuanya mudah sekali untuk menjadi pemantik kemarahan dan rasa kering yang merongrong jiwa, mematahkan hati.
Paragraf di atas bukan niatan untuk mengeluh atau merasa jumawa, sebaliknya justru sebuah kejujuran bahwa perasaan kering adalah hal yang normal dan patut kita renungi. Agar setiap kita yang merasa jenuh, bosan atau apapun kita menamainya, menjadi lebih ikhlas menjalani bahwa hari, bulan, tahun dan hidup bukanlah tentang rencana-rencana melainkan tentang ketidakpastian dan perubahan.
Mau tidak mau memang menjadi bagian dari bumi dan peradaban. Meski begitu, jika setiap kita kecewa maka sebaiknya kita mengingatnya dengan baik, karena lupa bisa membawa kita pada celaka yang serupa di masa depan.
Kita harus mengingat dengan baik tentang para elit yang mengerat Rp10.000 rupiah dari setiap dana bansos korban pandemi, tentang sulitnya akses tes usap tenggorokan, tentang kerumunan kampanye partai sementara kita disuruh dirumah saja, tentang angka-angka yang terus melonjak.
Pandemi ini adalah hal baru, tapi kita harus menengok bahwa beberapa negara telah sukses melawan wabah. Jadikan ini catatan menuju pemilihan pemimpin 2024.
Tahun 2020, memang sebuah pukulan telak, sungguh digdaya. Tapi, berterima kasih untuk semua perasaan mungkin awal yang baik menuju tahun yang akan datang, yang semoga ya lebih baik.
Kita melipat kenangan, menonton waktu karam di ujung sana
Sementara kalender menunggu dibuka, tahun penuh henti mendekat pulang
Mungkin perlu tertawa seperti anak-anak, menghitung hujan tiada lelah
Bercerita pada angin kosong tentang ini, segala perih, pisah, gundah dan gulana yang disajikan di meja makan bernama 2020.
Kita duduk di tepi pantai, mengukur laut
Menyeberangi nasib di lamunan
Lebih mudah menyeberangi nasib di lamunan
Duduk hening, menunduk dan membawa nasib pada lamunan lebih berharga daripada lingkar perut di tahun 2020
Dan, kita berdoa menunggu gelombang tenang dan hilang
Lepas semua luka dan lebam yang tertinggal
Sementara waktu berjalan pulang, awan menunggu payung hitam
Dan tahun 2020, tangis kita terkunci di kamar mandi
Terima kasih, 2020.
Arsip dari live IG diskusi laporan akhir di sini https://balebengong.id/menangani-covid-19-dari-awam-sampai-berkawan/