Melintas jalan raya Denpasar – Gilimanuk serasa melewati areal kuburan angker.
Perasaan takut, khawatir selalu terlintas dalam pikiran saya. Meluncur di atas aspal, kedua roda yang berputar di antara beragam jenis kendaraan ukuran besar ibarat seekor semut di antara puluhan gajah. Ada beberapa titik kecelakaan di daerah Tabanan maupun Negara yang kerap kali menimbulkan korban jiwa.
Daerah yang sering menjadi titik kecelakaan, seperti Melaya, Pekutatan, Soka, Antap, Berembeng, Megati, Selemadeg, dan Samsam biasanya sering muncul mewarnai wajah surat kabar maupun di media daring (online).
Bertambah pesatnya jumlah kendaraan tidak sebanding dengan penyediaan insfrastruktur jalan barangkali jadi satu alasan penyebab terjadinya kecelakaan yang kerap terjadi. Ditambah, banyaknya kendaraan beban berat membuat jalanan cepat rusak sehingga tak jarang pengguna jalan yang lain kerap menghindari lubang kearah bagian tengah jalan.
Salip Menyalip
Bahkan, tingginya jumlah truk pengangkut barang industri, truk tangki, truk kontainer, bus kerap kali menyebabkan antrean. Akibatnya, pengguna jalan lain saling mendahului untuk segera lolos dari laju lamban akibat truk berjalan merayap. Di satu sisi pesatnya pembangunan di wilayah kota juga bisa menjadi alasan bertambah sibuknya jalur Denpasar – Gilimanuk. Ini bisa dilihat dari banyaknya jumlah kendaraan ekspedisi pengangkut beton maupun semen curah.
Pengendara seakan tak peduli tanjakan atau tikungan untuk mendahului. Aksi salip menyalip kadang dilakukan sejumlah kendaraan agar berhasil mendahului.
Menyalip merupakan sebuah kepuasan di jalan raya. Saya pun merasakan. Jika sudah berhasil menyalip beberapa antrian truk atau kendaraan jenis lain akan merasakan lega melaju di jalanan.
Berhasil berjalan tanpa hambatan seakan enggan untuk berhenti di mana saja kecuali kepepet. Karena jika berhenti akan butuh perjuangan lagi untuk berupaya menyalip kembali kendaaran yang telah berhasil mendahului.
Para sopir kendaaran umum yang pernah saya tumpangi pun mengakui jenuh membuntuti kendaraan yang sedang merayap.
Saya sebagai pengguna jalan sangat merasakan pertumbuhan jumlah kendaaran saat ini. Mempunyai tempat tinggal persis berada di pinggir jalan Denpasar – Gilimanuk tentunya secara tak sadar mampu mengukur tingkat keramaian. Begitu juga halnya tingkat ketebalan aspal. Kian hari makin tambah tinggi akibat dari perbaikan jalan dengan sistem tambal ulang.
Jelas juga dirasakan melalui tingkat kebisingan saat siang dan malam hari. Kini intensitasnya hampir sama. Sampai juga merasakan tingkat kepadatan secara visual, jumlah kendaraan yang beredar di jalanan.
Jalur Setan
Semasih memiliki tempat tinggal di wilayah Negara, saya selalu melintasi jalur yang dikenal sebagai sebutan jalur setan ini. Kadang, berkendara saat malam hari atau cuaca hujan berasa kurang nyaman untuk yang menggunakan roda dua atau kendaraan pribadi karena alasan jarak pandang.
Menurut saya, pilihan satu-satunya adalah dengan memilih moda transportasi umum. Ini paling tepat. Namun, terkadang butuh perjuangan untuk mendapatkan bus, utamanya saat malam hari.
Belakangan saya juga melihat beberapa spanduk imbauan dari kepolisian terpasang di beberapa pinggir jalan Denpasar – Gilimanuk. Tujuannya agar pengguna jalan raya utamanya gajah (bus), odong-odong (truk), kancil (motor), bahkan kijang (mobil pribadi), istilah yang sering disebut Polantas, tetap berhati – hati.
Semoga imbauan ini mampu mengurangi tingkat kecelakaan yang bisa terjadi kapan saja. Karena sesuai imbauan yang terpampang, “Maut tak mengenal belas kasihan”.
Dengan berkurangnya tingkat kecelakaan, ini artinya minimal saya lebih jarang melihat goresan cat putih di atas aspal jalur setan ini. Misalnya, gambar bentuk tubuh manusia atau lingkaran berkas bercak darah pasca-olah TKP ketika kecelakaan telah terjadi. Hal ini sering tanpa sengaja saya temui saat melintas. Tandanya di sana sebelumnya terjadi kecelakaan, entah itu korbannya telah meninggal atau luka-luka.
Surat kabar biasanya menjadi jawaban dari segala peristiwa yang telah terjadi. Atau, sebaliknya, menemukan hal tersebut baru disusul oleh pemberitaan yang terbit di keesokan hari. [b]