Aliansi Bali Menggugat mengecam sikap otoriter Presiden Jokowi, DPR dan kroni-kroninya.
“Kita sudah lama diam. Selama ini menurut saya kita dipecah belah, dibodohi dan dicurangi habis habisan oleh pemerintah,” ujar Santa massa aksi Darurat Demokrasi Indonesia pada Jumat (23/08)
Bagi perempuan asal Solo ini, Bali tidak memiliki gelora animo aksi yang aktif. “Bali jarang demo, bagi saya aksi hari ini bagus, terakhir aksi sudah lama sekali,” ujar Menurut Santa, tidak banyak perempuan yang melawan situasi dan bersikap di situasi ini.
Ia kerap mengikuti demo yang dilaksanakan di Bali, salah satunya demo Omnibus Law lalu. “Perempuan harus melawan dan mulai melawan karena tidak banyak yang melawan,” jelasnya.
Ratusan massa aksi berangkat dari Student Center yang berlokasi di Jalan Goris menuju Jalan Sudirman. Pada lampu merah dekat pintu masuk Kampus Unud Sudirman, massa aksi menggelar orasi dan pementasan puisi. Terdapat simbol kematian demokrasi dengan mengangkat keranda berbahan bambu dan kain kassa.
Alunan kidung dan gamelan ngaben menyelimuti aksi sebagai simbol matinya demokrasi. Aksi yang dilakukan segenap lapisan elemen masyarakat Bali ini tetap terlaksana meskipun DPR telah mengumumkan pembatalan sahnya RUU Pilkada. Sehingga, mengacu kembali pada keputusan MK.
Namun, massa aksi lainnya Dewa Permana beranggapan pengumuman dari DPR jangan sampai melemahkan pergerakan warga. “Kita jangan lega dulu dengan pembatalan dari DPR, apapun bisa terjadi, kawal terus,” ujar Dewa menggebu.
Sekitar pukul 17.20 WITA, massa aksi membakar keranda dan ban. Kepulan asap hitam yang angit langsung menyergap hidung. Orasi silih berganti disuarakan, alunan lagu membangkitkan semangat jadi daftar putar aksi. Setiap kelompok masyarakat menyuarakan berbagai isu krusial seperti kesejahteraan perempuan, lingkungan, penguasaan tanah, kelompok minoritas dan masih banyak lagi.
Massa aksi ada yang membagikan air mineral. Mereka juga bahu-membahu memungut sampah yang ada di sekitar lokasi aksi. Pukul 18.40 WITA, massa aksi masih bertahan. Nyala api jadi sumber cahaya disaat gelap kian menyergap. Mobil polisi sempat lewat pukul 19.18. Sebelumnya pada pukul 18.15 WITA mobil semi truk yang tampak mengangkut rombongan TNI melewati Jalan Sudirman dan massa aksi.
Kobaran api masih menyala, saling merangkul para massa aksi menyanyikan lagu Darah Juang. Nyanyian itu diulangi hampir 5 kali. Hingga pada pukul 20.16 WITA, massa aksi Aliansi Bali Menggugat yang diwakili Ketua BEM Universitas Udayana, I Wayan Tresna Suwardiana membacakan pernyataan sikap.
Adapun poin-poin pernyataan sikap yang dibacakan sebagai berikut.
- Kami menuntut semua pihak, yaitu Komisi Pemilihan Umum, Presiden, terutama Badan Legislasi DPR, untuk menaati dan melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi serta menghentikan pembahasan revisi UU Pilkada. Keputusan MK harus menjadi panduan utama dalam proses legislasi, bukan alat yang dapat diabaikan demi kepentingan politik tertentu.
- Kami mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk segera menjalankan amanat konstitusi sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41/PUU-XII/2024, 60/PUU-XXII/2024, 70/PUU-XII/2024 guna memastikan bahwa kontestasi berjalan sesuai dengan prinsip hukum yang adil dan konstitusional.
- Kami secara tegas menolak segala bentuk manipulasi regulasi yang dilakukan dengan menggunakan instrumen negara untuk memenuhi kepentingan golongan tertentu.
- Kami menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat, termasuk akademisi, mahasiswa, dan seluruh rakyat Indonesia, untuk bersatu dalam mengawal proses demokrasi serta menegakkan konstitusi di Indonesia.
- Apabila pembangkangan konstitusi dan pengkerdilan konstitusi terus berlanjut, maka kami segenap Bangsa Indonesia siap untuk melakukan pembangkangan sipil atas tirani.
- Apabila tuntutan ini tidak dijalankan dengan rasa berkeadilan maka kami tegas menolak legitimasi Kepala Daerah yang terpilih dalam Pilkada 2024.
“Boikot pilkada,” teriak massa aksi silih berganti pasca dibacakannya pernyataan sikap. Para massa aksi kompak meneriakkan ‘merdeka’ dengan tangan kiri dikepal ke atas.
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Palguna menyatakan bahwa tindakan DPR dalam hasil rapat panja baleg adalah pembangkangan terhadap konstitusi. Ia menyetujui pernyataan sikap asosiasi pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pernyataan sikap tersebut memuat 6 tuntutan sikap atas pongahnya presiden dan DPR yang telah mempertontonkan sikap otoriter dan diktator serta mengkhianati daulat rakyat. “Selebihnya saya ikut/setuju dengan pandangan ini,” tulis Palguna singkat via WhatsApp pada Kamis (22/08).
Akademisi Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Titi Anggraini mengungkapkan bahwa masyarakat dapat menggugat lagi jika RUU Pilkada disahkan. “Bisa. Kita gugat lagi,” tulisnya singkat saat diwawancarai via WhatsApp pada Kamis (22/08).