UWRF dengan bangga mengumumumkan tema terpilih tahun ini.
Tema yang diusung Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) 2018 ditarik dari sebuah filosofi Hindu kuno yang berbicara mengenai kebahagiaan dan kesejahteraan, yaitu ‘Jagadhita’. Seperti tahun-tahun sebelumnya, tema selalu menjadi bagian penting UWRF.
UWRF yang tahun ini memasuki perayaan ulang tahun ke-15 akan diadakan pada 24-28 Oktober mendatang.
Tema ‘Jagadhita’ bermakna ‘kebahagiaan di jagat raya sebagai sebuah tujuan hidup’. Bagi UWRF 2018, arti dari Jagadhita ini ditafsirkan ulang sebagai ‘dunia yang kita ciptakan’ atau ‘the world we create’ dalam bahasa Inggrisnya.
“Tema tahun lalu, ‘Sangkan Paraning Dumadi’, atau ‘Asal Muasal’, mengingatkan kita mengenai nilai-nilai kemanusiaan yang kita bagi,” jelas Janet DeNeefe, Founder & Director UWRF.
“Di saat sekarang ini, saat perbedaan memisahkan kita hingga melupakan persamaan yang kita miliki, kami akan menanyakan bagaimana kesejahteraan dan harmoni akan dicari di tahun 2018 ini,” Janet menambahkan.
Menurut Janet, tahun ini UWRF akan merayakan penulis, seniman, cendekiawan, dan pegiat dari berbagai penjuru Indonesia dan negara-negara lain yang telah memberikan kontribusi besar dalam menjaga harmoni dan kesejahteraan.
“Jagadhita akan mengajak kita semua untuk berhenti sejenak dan merenungkan arti dan makna hidup yang selama ini kita jalani. Bagaimana kita sebagai manusia dapat mengantarkan hal-hal positif di dunia yang kita ciptakan,” ujarnya.
Bersamaan dengan peluncuran tema ini, UWRF juga meluncurkan poster resmi UWRF 2018 hasil karya seniman asli pulau Bali, Budi Agung Kuswara yang dikenal di komunitas seni dengan nama Kabul. Karya seni yang dinamakan Anonymous Ancestors ini adalah sebuah upaya Kabul dalam memaknai ulang satu momen dan merangkainya kembali menjadi sebuah pernyataan terkait situasi kehidupan saat ini.
“Saat melihat wajah-wajah di foto dari Bali era 1930an membawa saya pada satu pertanyaan mengenai siapa wajah-wajah itu,” ungkap Kabul mengenai inspirasi di balik poster UWRF 2018.
Menurut Kabul, Anonymous Ancestors adalah bentuk apresiasi untuk wajah-wajah di foto tersebut, leluhur masyarakat Bali zaman modern ini. “Mereka adalah pelaku industri pariwisata, yang sekarang menjadi bagian dari proses kehidupan baik secara ekonomi maupun spiritual,” lanjutnya.
Kabul juga menjelaskan bahwa karya seninya untuk UWRF 2018 ini adalah upaya dirinnya dalam memaknai Jagadhita sebagai sebuah kemakmuran yang bukan hanya sekadar akumulasi angka-angka dan memaknai kemakmuran bukan tentang upaya bertahan hidup. Pandangan Kabul akan konsep Jagadhita ini sejalan dengan apa yang akan digali dan dibedah di UWRF, yaitu konsep kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemakmuran bagi manusia di jagat raya ini.
Sejak pertama kali diadakan pada tahun 2004 di Ubud oleh Yayasan Mudra Swari Saraswati sebagai sebuah proyek penyembuhan dari tragedi Bom Bali I yang menghancurkan pariwisata Pulau Bali, UWRF kini dikenal sebagai festival sastra terbesar di Asia Tenggara dan sejajar dengan festival-festival sastra dunia lainnya yang telah memiliki banyak penggemar.
Sebuah wadah untuk membawa sastra dan seni Indonesia ke hadapan dunia internasional, sekaligus ruang yang mengajak pengunjungnya mengenali isu-isu besar yang selama ini mengelilingi kehidupan kita. [b]