Oleh: Yuko Utami, Galuh Sriwedari, Fajar Apriliantara
Tak banyak orang Bali belajar dari tragedi bom Bali. Anak Agung Nyoman Wijana, 50 tahun, tidak termasuk di dalamnya. Setelah terjadinya bom Bali pada 2002 dan 2005, dia menyadari, pariwisata Bali tidaklah abadi.
Perlahan tapi pasti, Agung, begitu sapaan akrabnya, memulai untuk nanduring karang awak, menanami tanah sendiri sebagai bentuk evaluasi. Mengelola tanah kelahiran adalah pilihan Agung untuk kembali menggerakkan roda perekonomian hidup.
Kini, ketika ekonomi Bali sedang terpuruk akibat pariwisata yang ambruk, usaha Agung untuk kembali ke desa kelahirannya semakin relevan. Di saat banyak usaha pariwisata dan para pekerjanya harus gulung tikar setelah lebih dari setahun pandemi COVID-19 menghantam Bali, bisnis milik desa kelahiran Agung justru kian menggeliat.
Selengkapnya, mari menuju platform laporan mendalam https://balebengong.id/mendalam/inovasi-tahan-banting-di-kelating/