Selamat datang di tahun 2018, kita sekarang berada di masa depan.
Prediksi-prediksi tentang teknologi di tahun sebelumnya sudah mulai terjadi di tahun ini. Penilitian para ilmuwan sudah hampir mendekati tahap akhir untuk menemukan materi pengganti lensa kamera tradisional yang besar dan berat. Materi ini berupa logam yang direkayasa secara mikroskopis untuk nantinya dapat lebih fokus menangkap cahaya dibandingkan dengan lensa biasa.
Kenapa penemuan ini nantinya penting? Iya karena kita sudah berada di era visual, video.
Divisi pemasaran saat ini menghadapi tantangan menarik sekaligus menakutkan. Pembeli menjadi lebih cerdas karena memiliki akses informasi lebih banyak dari sebelumnya. Konten berada di mana-mana, jadi akan semakin sulit meraih perhatian calon pembeli.
Saat ini kita bersaing dengan ratusan merk lain yang menawarkan ribuan produk. Tapi kabar baiknya adalah video menciptakan kesempatan gemilang untuk menerobos kekacauan ini. Tapi bersamaan dengan itu berita buruk terjadi, orang lain juga berpikiran melihat kesempatan sama.
Berbagai data statistik mengungkapkan hampir 3/4 trafik internet adalah video. Lupakan statistik. Lihat saja keseharian kita dengan telepon genggam hari ini. Berapa jumlah video YouTube yang kita lihat? Berapa Instagram video yang kita buka, Facebook video, bahkan di Twitter yang sudah mulai tidak populer lagi orang-orang lebih tertarik dengan tweet yang berisikan link video. Belum lagi video-video melalui kanal-kanal group chat. Youtube menjadi serah engine terbesar setelah Google.
Ini gila!
Kita semua tahu itu, tidak ada yang baru. “Kami sudah menjalaninya, tapi tidak ada feedback signifikan dari konsumen.” Untuk mencapai tujuan kita butuh peta yang lebih mudah dimengerti dan yang bisa digunakan untuk mengukur tingkat kesuksesan. Dibutuhkan sebuah perencanaan, tidak perlu mendetail karena hasil video-video di awal akan mengungkapkan modifikasi-modifikasi yang perlu dilakukan di video berikutnya.
Namun, gagasan konten yang bagus dan selaras dengan sasaran pasar tetap menjadi kunci. Tidak seperti melempar nasi campur lawar ke dinding dan kemudian melihat apa yang paling lama menempel di dinding.
Menentukan tipe konten; apakah video edukasi, hiburan, praktik atau gabungan itu semuanya?
Untuk memilih pendekatan yang tepat, pengenalan yang baik atas “warna” dari merk dan pasar sangat dibutuhkan di sini. Kontennya untuk siapa? Ketahui target demografi dari pasar; umur, lokasi, status, ketertarikan dan lain-lain. Apa yang penonton video bisa ambil dari video yang dibuat? Harus ada “value add” bagaimana video itu membantu pemirsa?
Tuliskan sebuah kalimat singkat seperti berikut: “Di (nama institusi), kami membuat (kata sifat) konten video untuk (target pemirsa) sehingga mereka (mau melakukan tujuan)”.
Menentukan siapa yang akan membuat video akan sangat tergantung oleh kualitas dan digit rupiah. Investasi video team di dalam managemen atau menyerahkan sepenuhnya ke sebuah rumah produksi perlu pertimbangan.
Sebuah tim video sekarang ini terdiri dari team kecil yang dapat melakukan pekerjaan multi-tasking. Perencanaan tetap dipikirkan, dari siapa yang membuat konsep, siapa yang akan menulis skrip, sutradara, operator kamera dan drone, logistik, editor. Hari ini bahkan ada rumah produksi yang menyediakan jasa “Same Day Edit” jadi hari ini shooting, hari ini edit dan hari ini selesai diedit.
Anda juga membutuhkan orang yang bertanggung jawab dengan distribusi ketika video nantinya sudah selesai dibuat. Jangan lupa seorang atau sekelompok orang sebagai “editorial board” yang berperan sebagai konsultan untuk mendapatkan feedback dari video yang dihasilkan.
Dimulai dari mana? Apakah akan mengikuti perjalanan Erix Soekamti dengan “#Does” yang sampai saat ini sudah memasuki edisi ke 586 di YouTube? Mungkin nanti, Anda bisa memulainya dengan sebuah seri video dengan tiga episode sebagai awal untuk kebutuhan internal sebagai latihan. Atau membuat video highlight dari sebuah even organisasi atau perusahaan anda.
Dimana video ini akan dipublikasikan? Instagram feed memungkinkan kita untuk mengupload 1 menit durasi video, Instagram story 15 detik, YouTube memeungkinkan kita melakukan upload dengan durasi lebih lama.
Pertanyaannya apakah video kita cukup menarik untuk ditonton sampai selesai ketika lebih dari 3 menit? Pertimbangkan lagi. Berbeda platform juga berbeda format, seperti disebutkan diatas kenali pasar kita dan kemudian ambil keputusan, buat dengan berbagai format dan durasi.
Perencanaan distribusi dan mengukur keberhasilan, kita akan sangat mudah melihat statistik berapa kali video dilihat di berbagai platform. Tapi pertanyaan yang muncul apakah dengan memakai akun kita sendiri akan dapat menghasilkan cukup pemirsa? Apakah hati pemirsa tergerak dan melakukan tindakan? Bekerja sama dengan influencer hari ini adalah keharusan. Pengetahuan akan tokoh panutan di kalangan pasar dari produk kita menjadi keharusan, anda tidak tahu? Mungkin bekerja sama dengan agensi adalah jawabannya, tapi lagi-lagi apakah cukup budget?
“Oke. Saya akan membuat membuat video dari slide yang materinya diambil pakai kamera HP dengan memotret brosur yang sudah dicetak. Gampang, cepat dan murah.” Tentu saja Anda lebih tahu tujuan yang ingin Anda capai.
Secara keseluruhan, strategi dibutuhkan untuk membuat video konten tidak kehilangan arah dan arah yang benar adalah “goal” perusahaan/organisasi Anda. [b]